Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Tuesday, November 19, 2019

Pintar Pelajaran Pemberontakan Di/Tii Di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan

Pemberontakan DI/TII di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan - Negara Islam Indonesia (NII),  Tentara Islam Indonesia (TII) atau biasa disebut dengan DI (Darul Islam) yaitu sebuah gerakan politik yang didirikan pada tanggal 7 Agustus 1949 (12 syawal 1368 Hijriah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa yang berada di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. NII tersebut diproklamasikan pada ketika Negara Pasundan yang dibuat oleh Belanda mengangkat seorang Raden yang berjulukan Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai pemimpin/presiden di Negara Pasundan tersebut.

1. Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII

Gerakan NII ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah Negara yang menerapkan dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam proklamasinya tertulis bahwa “Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia yaitu Hukum Islam” atau lebih jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa “Negara Berdasarkan Islam” dan “Hukum tertinggi yaitu Al Qur’an dan Hadist”. Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban Negara untuk menciptakan undang-undang menurut syari’at Islam, dan menolak keras terhadap ideologi selain Al Qur’an dan Hadist, atau yang sering mereka sebut dengan aturan kafir.
 yaitu sebuah gerakan politik yang didirikan pada tanggal  Pintar Pelajaran Pemberontakan DI/TII di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan
Bendera NII. (Wikimedia Commons) [1]
Dalam perkembangannya, Negara Islam Indonesia ini menyebar hingga ke beberapa wilayah yang berada di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dihukum pada tahun 1962, gerakan Darul Islam tersebut menjadi terpecah. Akan tetapi, meskipun dianggap sebagai gerakan ilegal oleh Negara Indonesia, pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) ini masih berjalan meskipun dengan secara rahasia di Jawa Barat, Indonesia.

Pada Tanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Negara Indonesia, dengan gerakannya yang disebut dengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya diberi julukan dengan sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Gerakan DI/NII ini dibuat pada ketika provinsi Jawa Barat ditinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang sedang berhijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam rangka melaksanakan negosiasi Renville.

Saat pasukan Siliwangi tersebut berhijrah, kelompok DI/TII ini dengan leluasa melaksanakan gerakannya dengan merusak dan memperabukan rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan merampas harta benda yang dimiliki oleh penduduk di kawasan tersebut. Namun, sehabis pasukan Siliwangi menjadwalkan untuk kembali ke Jawa Barat, kelompok DI/TII tersebut harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.

2. Upaya Penumpasan Pemberontakan DI/TII

Usaha untuk meruntuhkan organisasi DI/TII ini memakan waktu cukup usang di karenakan oleh beberapa faktor, yaitu:
  1. Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di kawasan pegunungan yang sangat mendukung organisasi DI/TII untuk bergerilya.
  2. Pasukan Sekarmadji sanggup bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.
  3. Pasukan DI/TII menerima pemberian dari orang Belanda yang di antaranya pemilik perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.
  4. Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik yang telah mempersulit perjuangan untuk pemulihan keamanan.
Selanjutnya, untuk menghadapi pasukan DI/TII, pemerintah mengerahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk meringkus kelompok ini. Pada tahun 1960 para pasukan Siliwangi berhubungan dengan rakyat untuk melaksanakan operasi “Bratayudha” dan “Pagar Betis” untuk menumpas kelompok DI/TII tersebut. Pada Tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan para pengawalnya di tangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha yang berlangsung di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh pasukan TNI, Mahkamah Angkatan Darat menyatakan bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dijatuhi eksekusi mati, dan dan sehabis Sekarmadji meninggal, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat sanggup dimusnahkan.

3. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pada tanggal 7 Agustus 1949 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo secara resmi menyatakan bahwa organisasi Negara Islam Indonesia (NII) berdiri berlandaskan kanun azasi, dan pada tanggal 25 Januari 1949, ketika pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, ketika itulah terjadi kontak senjata yang pertama kali antara pasukan Tentara Nasional Indonesia dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan pasukan DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara DI/TII dan Tentara Nasional Indonesia menjadi sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, alasannya penduduk tersebut sering mendapatkan terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam para warga, para pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

4. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Selain di Jawa Barat, pasukan DI/TII ini juga muncul di Jawa Tengah semenjak adanya Majelis Islam yang di pimpin oleh seseorang berjulukan Amir Fatah. Amir Fatah yaitu seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, menggabungkan diri dengan pasukan Tentara Nasional Indonesia Battalion 52, dan bertempat tinggal di Berebes, Tegal. Amir ini memiliki pengikut yang jumlahnya cukup banyak, dan cara Amir mendapatkan para pasukan tersebut, yaitu. Dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam anggota TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal 23 Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri di desa pesangrahan, Tegal. Dan sehabis proklamasi tersebut di laksanakan, Amir Fatah pun menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan organisasi DI/TII Jawa Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi  berjulukan Angkatan Umat Islam (AUI) yang di dirikan oleh seorang kyai berjulukan Mohammad Mahfud Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Sebenarnya, gerakan ini sudah di desak oleh pasukan TNI. Akan tetapi, pada tahun 1952, organisasi ini bangun kembali dan menjadi lebih besar lengan berkuasa sehabis terjadinya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus. Upaya untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan gres yang di beri nama Banteng Raiders dengan organisasinya yang di sebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954 di lakukan sebuah operasi yang di sebut Operasi Guntur untuk menghancurkan kelompok DI/TII tersebut.

5. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan letnan dua Tentara Nasional Indonesia berjulukan Ibnu Hajar. Dia bersama kelompok KRyT menyatakan bahwa dirinya yaitu cuilan dari organisasi DI/TII yang berada di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini yaitu pos-pos Tentara Nasional Indonesia yang berada di wilayah tersebut. Setelah pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik, risikonya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan tetapi, penyerahan dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk merampas peralatan TNI, dan sehabis peralatan tersebut di rampas olehnya, maka Ibnu Hajar pun melarikan diri dan kembali bersekutu dengan kelompok DI/TII. Setelah itu, risikonya pemerintahan RI mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke Kalimantan selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut, dan pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di ringkus dan di jatuhi eksekusi mati pada tanggal 22 Maret 1965.

6. Pemberontakan DI/TII di Aceh

Sesaat sehabis Kemerdekaan Republik Indonesia di proklamasikan, di Aceh (Serambi Mekah) terjadi sebuah konflik antara kelompok alim ulama yang tergabung dalam sebuah organisasi berjulukan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala budpekerti (Uleebalang). Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara antara kedua kelompok tersebut yang berlangsung semenjak Desember 1945 hingga Februari 1946. Untuk menanggulangi persoalan tersebut, pemerintah RI menawarkan status Daerah spesial tingkat provinsi kepada Aceh, dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai pemimpin/gubernur.

Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI) yang terbentuk pada bulan Agustus 1950. Pemerintahan Republik Indonesia mengadakan sebuah sistem penyederhanaan manajemen pemerintahaan yang mengakibatkan beberapa kawasan di Indonesia mengalami penurunan status. Salah satu dari semua kawasan yang statusnya turun yaitu Aceh, yang tadinya menjabat sebagai Daerah Istimewa, sehabis operasi penyederhanaan tersebut di mulai, status Aceh pun bermetamorfosis kawasan keresidenan yang di kuasai oleh provinsi Sumatera Utara. Kejadiaan ini sangat mengecewakan seorang Daud Beureuh, dan risikonya Daud Beureuh menciptakan sebuah keputusan yang lingkaran untuk bergabung dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Spetember 1953. Setelah Daud Beureuh bergabung dengan NII, mereka melaksanakan sebuah operasi untuk menguasai kota-kota yang berada di Aceh, selain itu mereka juga melaksanakan propaganda untuk memperkeruh gambaran pemerintahan Republik Indonesia.

Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh Sekarmadji risikonya di atasi oleh pemerintah dengan cara memakai kekuatan senjata dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melaksanakan operasi tersebut, maka kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional Indonesia-pun menawarkan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari kesalah pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik Indoneisa. Tanggal 17 hingga 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang musyawarah tersebut menerima dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh dan musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan kemanana di Aceh.

7. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar, organisasi yang sudah di dirikan semenjak tahun 1951 tersebut gres bisa di runtuhkan oleh pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di butuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu alasannya kondisi medan yang sangat sulit. Meski demikian, para pemberontak DI/TII sangat menguasai area tersebut. Selain itu, para pemberontak memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan pemerintah dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan Republik Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama anggota Tentara Republik Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar tertangkap dan di tembak oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia pada tanggal 3 Februari 1965.

Pada risikonya Tentara Nasional Indonesia bisa menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada ketika itu. Karena menyerupai yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari banyak sekali suku dengan bermacam-macam kebudayaannya dan Undang-Undang Dasar 45 yang melindungi beberapa kepercayaan sehingga mustahil untuk menjadikan salah satu aturan agama di jadikan aturan negara.

(Disarikan dari banyak sekali sumber)

Sumber Gambar :


Semoga artikel mengenai Pemberontakan DI/TII menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Pintar Pelajaran Kejadian Pemberontakan Andi Azis Di Makassar, Latar Belakang, Tujuan, Dampak

Peristiwa Pemberontakan Andi Azis di Makassar, Latar Belakang, Tujuan, Dampak - Tokoh utama pada Pemberontakan kali ini ialah Andi Abdoel Azis. Andi Abdoel Azis atau dikenal dengan sebutan Andi Azis lahir pada tangal 19 September 1924 di Simpangbinal, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pada tahun 1930-an Andi Azis dibawa ke Belanda oleh seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda, dan pada tahun 1935 Andi memasuki Leger School dan lulus dari sekolah tersebut tahun 1938.

Setelah Andi Azis keluar dari sekolah yang didudukinya, ia meneruskan perjalanannya ke Lyceum hingga tahun 1944. Di dalam hatinya, Andi bahwasanya ingin memasuki sekolah kemiliteran di Belanda untuk menjadi seorang prajurit. Akan tetapi niatnya untuk masuk ke dalam sekolah militer tidak terealisasi alasannya ialah pecahnya Perang Dunia ke II. Karena niat bulatnya untuk masuk kemiliteran, jadinya Andi Azis masuk ke Koninklijk Leger dan ia ditugaskan untuk masuk ke dalam tim pasukan bawah tanah untuk melawan Tentara Penduduk Jerman (Nazi).
 Tokoh utama pada Pemberontakan kali ini ialah Andi Abdoel Azis Pintar Pelajaran Peristiwa Pemberontakan Andi Azis di Makassar, Latar Belakang, Tujuan, Dampak
Andi Aziz. [1]
Dari pasukan bawah tanah kemudian ia dipindahkan ke garis belakang pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena semakin sempitnya kedudukan Sekutu di Eropa, maka secara belakang layar Azis bersama para kelompoknya menyeberang ke daratan Inggris di mana tempat tersebut ialah sebuah tempat yang paling kondusif dari serangan tentara Jerman, meskipun pada tahun 1944 tempat tersebut sering di bom oleh pasukan udara tentara Jerman.

Di daratan Inggris, Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando yang bertempat di sebuah kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Setelah sekian usang berlatih di kamp tersebut, jadinya Andi Azis lulus dari latihan komando tersebut dengan kebanggaan sebagai seorang Prajurit Komando. Seterusnya pada tahun 1945 (tahun di mana Negara Indonesia Merdeka), Andi Azis mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Negara Inggris dan jadinya ia menjadi Sersan Kadet. Pada Bulan Agustus 1945 Andi Azis ditempatkan di dalam sebuah komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo, dan tempat singgah terakhirnya di Calcutta. Sama ibarat Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga seorang Warga Negara Indonesia yang turut serta dalam Perang Dunia ke II di front Barat Eropa.

Setelah Jepang mengalah tanpa syarat kepada sekutu, jadinya Andi Azis diperbolehkan untuk menentukan kiprah dan mempertimbangkan apakah ia akan masuk ke dalam satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau menentukan untuk masuk ke dalam kelompok yang akan ditugaskan di gugus selatan Negara Indonesia. Setelah di pikir-pikir bahwa sudah 11 tahun ia tidak jumpa dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan, jadinya dengan tegas ia tetapkan untuk ikut satuan yang akan bertugas di gugus selatan Indonesia, dengan impian ia bisa bersatu kembali bersama orang tuanya di Makassar.

Pada tanggal 19 Januari 1946 kelompoknya mendarat di daratan pulau Jawa (Jakarta), waktu itu Andi Azis menjabat sebagai komandan regu, dan kemudian di tugaskan di Cilinding. Pada tahun 1947-an ia mendapat kesempatan libur/cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Setelah Andi Azis tahu bahwa beliau mendapat cuti panjang, maka ia segera kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo. Pada pertengahan tahun 1947, ia dipanggil lagi untuk masuk ke dalam satuan KNIL dan diberi jabatan/pangkat Letnan Dua.

Selanjutnya Andi Azis diangkat sebagai Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), dan sesudah hampir satu setengah tahun ia menjabat sebagai Ajudan, kemudian ia ditugaskan menjadi seorang pelatih pasukan SSOP di Bandung-Cimahi pada tahun 1948. Setelah itu, ia dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Lettu dan 125 anak buahnya (KNIL) yang sudah berpengalaman dan kemudian masuk ke Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia). Di dalam barisan Tentara Nasional Indonesia (APRIS) kemudian Andi Azis dinaikkan pangkatnya menjadi seorang kapten dan tetap memegang kendali kompi yang dipimpinnya. Kompi tersebut tidak banyak mengalami perubahan anggotanya.

Anggota kompi yang dipimpinya itu bukanlah anggota sembarangan, mereka mempunyai kemampuan tempur di atas standar pasukan regular Tentara Nasional Indonesia dan Belanda. Pada ketika itu di tempat Bandung-Cimahi terdapat banyak prajurit Belanda yang sedang dilatih untuk persiapan aksi militer Belanda II. Di tempat tersebut ada dua macam pasukan khusus Belanda yang sedang dilatih. Di antara pasukan khusus itu ialah pasukan komando (Baret Hijau) dan pasukan penerjun (Baret Merah). Sesuai dengan pengalamannya di front Eropa, kemungkinana Andi Azis melatih para pasukan Komando tersebut dengan kemampuan yang di milikinya.

1. Lata Belakang Pemberontakan Andi Azis

Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi alasannya ialah adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT semoga segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menimbulkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.

Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan Tentara Nasional Indonesia sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan tempat tersebut. Namun kedatangan Tentara Nasional Indonesia ke tempat tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa problem keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.

Jadi, sanggup disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis ialah :
  1. Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
  2. Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan.
  3. Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.
2. Dampak Pemberontakan Andi Aziz

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri alasannya ialah tidak oke dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz

Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah menunjukkan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melaksanakan operasi militer di Sulawesi Selatan.

Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta sesudah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun alasannya ialah keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis jadinya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan Tentara Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.

Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung usang alasannya ialah keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menjadikan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.

Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada ketika itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan alasannya ialah terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melaksanakan taktik pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.

Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut jadinya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil negosiasi kedua belah pihakpun oke untuk menghentikan baku tembak yang menimbulkan terjadinya kegaduhan di tempat Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.

4. Meninggalnya Kapten Andi Azis

Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh sedih yang mendalam alasannya ialah kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta alasannya ialah serangan jantung yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke Sulawesi Selatan, kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wapres RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira Tentara Nasional Indonesia turut berduka cita dan hadir dalam program pemakaman Andi Azis.

5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis

Kapten Andi Abdoel Azis, ia ialah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari Belanda, alasannya ialah kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis ialah seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk perihal bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar semoga tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera.

Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan kepada bawah umur angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis insan yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.

Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai materi pembelajaran bahwa kita selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain alasannya ialah orang itu belum tentu bisa mengajak kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.

(Disarikan dari banyak sekali sumber)

Semoga artikel mengenai Pemberontakan Andi Azis menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Sumber Gambar :

Pintar Pelajaran Bencana Pemberontakan Pki Di Madiun Tahun 1948, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan

Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan - Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah suatu jaminan bahwa warga Negara Indonesia sanggup mencicipi kemerdekaan dengan seutuhnya menyerupai apa yang dijanjikan pada pembukaan UUD 1945. Setelah Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamasikan oleh presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, banyak sekali permasalah yang bermunculan di Negara Indonesia baik dari segi ekonomi, politik, sosial, keamanan dan pertahanan, dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi sesudah proklamasi tersebut diumumkan. Dalam segi perekonomian, pemerintahan RI masih belum sanggup melaksanakan perbaikan yang cukup signifikan secara menyeluruh. Salah satu insiden yang populer di Negara Indonesia ini yaitu Peristiwa Pemberontakan di Madiun.

1. Penyebab / Latar Belakang Terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun

Tidak usang sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 18 September 1948 terjadi insiden pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemerdekaan yang seharusnya dihiasi dengan pembangunan Bangsa, justru malah dikacaukan oleh sekelompok orang yang tidak paham ihwal arti kemerdekaan Indonesia. Kelompok yang satu ini lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada kepentingan nasional yang seharusnya lebih diperhatikan untuk kemajuan bangsa. Pemahaman komunisme tumbuh dibenak orang-orang PKI, sedangkan rakyat biasa menyerupai para petani, buruh dan lain sebagainya tidak tahu apa arti dari paham politik tersebut. Mereka mengikuti para pencetus PKI hanya lantaran ikut-ikutan dan bukan lantaran pemahaman yang baik ihwal komunisme tersebut.

Peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh PKI ini diawali dengan kesepakatan perjanjian Renville, di mana Negara Indonesia berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Kerugian pertama yaitu adanya penyempitan kekuasaan wilayah Indonesia dan hal ini semakin memperlemah posisi Indonesia, lantaran pada ketika itu posisi Negara Indonesia terkurung oleh kekuasaan Belanda. Kerugian kedua yang terjadi di Indonesia yaitu hancurnya sektor perekonomian, dimana masyarakat Indonesia sangat lemah dalam bidang perekonomian lantaran di blokade oleh Negara Belanda. Kerugian ketiga yang dirasakan oleh Negara Republik Indonesia yaitu konflik antara Amir Syariffuddin dan kelompok yang kontra terhadap hasil perjanjian Renville, dimana kelompok ini didominasi oleh Partai Nasional Indonesia dan Masyumi.
 Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal  Pintar Pelajaran Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan
Musso. [1]
Tidak usang sesudah perjanjian Renville, pada bulan Januari 1948, Amir Syariffuddin lengser dari jabatannya, dan lengsernya Amir Syariffuddin disikapi dengan rasa kecewa oleh Muso. Setelah Amir Syariffuddin turun dari jabatannya, Mohammad Hatta ditunjuk untuk membentuk kabinet, dan pada pembentukan kabinet tersebut, Mohammad Hatta mengajak Masyumi, PNI, dan Sayap kiri untuk bergabung dan gotong royong membangun kabinet koalisi dengan proporsi wakil yang seimbang. Dalam perundingannya, Sayap Kiri tidak menolak tawaran tersebut untuk terlibat dengan kabinet koalisi Hatta. Namun, Sayap Kiri menginginkan kedudukan yang lebih strategis dan lebih lebih banyak didominasi dengan mengajukan pengaturan penempatan kedudukan bagi wakil-wakilnya. Amir Syariffuddin menggalang kekuatan dengan kelompok sosialis lainnya seperti, Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosial Indonesia ( PESINDO), Partai Sosialisasi Indonesia (PSI), dan partai buruh. Kelompok tersebut diberi nama usaha Front Demokratik Rakyat (FDR).

2. Tujuan Pemberontakan PKI di Madiun

Tujuan pertama yang dilakukan oleh PKI yaitu dengan melaksanakan propaganda kepada masyarakat untuk mempercayai akan pentingnya Front Nasional. Lewat Front Nasional tersebut dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari masyarakat tani, buruh, dan golongan rakyat miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang terjadi di antara masyarakat tersebut. PKI berencana bahwa sesudah upaya tersebut dilakukan, maka selanjutnya PKI akan berkoalisi dengan tentara. PKI beranggapan bahwa tentara Indonesia harus mempunyai perilaku yang sama menyerupai tentara merah yang berada di Uni Soviet. Tentara yang dipilih oleh PKI harus mempunyai pengetahuan di bidang politik dan dibimbing oleh opsir-opsir politik, serta harus mempunyai pemikiran anti penjajahan. Sebagian besar tentara yang bergabung dengan PKI yaitu tentara yang mempunyai rasa sakit hati akhir adanya acara Rasionalisasi dan Reorganisasi oleh kabinet Hatta dan secara kebetulan mereka juga menemukan persamaan tujuan dengan PKI.

Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun di mulai pada jam 03.00 sesudah terdengarnya tembakan pistol tiga kali sebagai tanda dimulainya gerakan non-parlementer oleh kelompok komunis, kemudian disusul dengan adanya gerakan pelucutan senjata. Selanjutnya, kesatuan PKI menguasai tempat-tempat penting yang berada di kota Madiun, menyerupai tempat penyimpanan uang rakyat (Bank), Kantor Polisi, Kantor Pos, dan Kantor Telepon. Setelah itu, para pasukan PKI melanjutkan aksinya dengan menguasai Kantor Radio RRI dan Gelora Pemuda yang akan dipakai sebagai alat untuk mengumumkan ke seluruh penjuru negeri mengenai penguasaan kota Madiun yang nantinya akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). PKI juga mengumumkan pendirian Sovyet Republik Indonesia dan pembentukan pemerintahan Front Nasional. Proklamasi ini diumumkan oleh Supardi, seorang tokoh FDR dari PESINDO dengan diiringi pengibaran bendera merah. Dengan adanya proklamasi tersebut, maka kota Madiun dan sekitarnya dinyatakan resmi sebagai tempat yang merdeka dan tidak lagi menjadi pecahan dari Indonesia.

Pada tanggal 18 September 1948, PKI menyatakan bahwa berdirinya Soviet Republik Indonesia tersebut bertujuan untuk mengganti Pancasila (Dasar Negara Indonesia) dengan komunis. Namun, ketika Sovyet Republik Indonesia diumumkan,  Amir Syariffuddin dan Muso yang selanjutnya ditunjuk sebagai Presiden dan Wakil Presiden, mereka malah berada luar di kota Madiun. Organisasi-organisasi yang sudah dipersiapkan untuk menjalankan pemberontakan tersebut antara lain: kelompok yang di pimpin oleh Sumantoro (PESINDO), Pasukan Divisi VI Jawa Timur dipimpin oleh Kolonel Djokosujono, dan Letkol Dahlan. Waktu itu, panglima Divisi VI Jawa Timur yaitu seorang Kolonel berjulukan Sunkono. Selain itu, ada juga sebagian Divisi Penembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Sutojo dan Letkon Suadi. Dalam gerakan ini, organisasi PKI telah melaksanakan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang anggota militer. Perebutan wilayah ini berlangsung dengan lancar, dan selanjutnya mereka mengibarkan bendera merah di depan Balai Kota.

Anggota komunis yang dipimpin oleh Sumarsono, Dahlan, dan Djokosujono dengan cepat telah menguasai daerah-daerah yang berada di kota Madiun, lantaran sebagian besar tentara yang berada di kota tersebut tidak melaksanakan perlawanan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh PKI tersebut. Di sisi lain, pertahanan kota Madiun sebelumnya memang lemah sehingga dengan cepat sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121. Pada jam 07.00 pagi, PKI telah berhasil menguasai kota Madiun dengan sepenuhnya.

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun

Pemberontakan PKI yang terjadi di kota Madiun mendorong Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan tindakan tegas terhadap PKI. Presiden RI, Ir. Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan yang berada di bawah komadonya. Ketika dia mendengar informasi bahwa kota Madiun telah dikuasai oleh sekelompok pemberontak dari PKI yang dipimpin Muso, maka pemerintah eksklusif mengadakan Sidang Kabinet Lengkap yang berlangsung pada tanggal 19 September 1948 dan diketuai secara eksklusif oleh Ir. Soekarno. Hasil sidang tersebut mengambil keputusan antara lain:
  • Bahwa insiden yang terjadi di kota Madiun yang digerakan oleh PKI yaitu suatu pemberontakan terhadap Pemerintah Indonesia dan memperlihatkan arahan kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
  • Memberikan kekuasaan penuh terhadap Jenderal Sudirman untuk melaksanakan kiprah pemulihan keamanan dan ketertiban di Madiun dan daerah-daerah lainnya.
Setelah Peresiden memperlihatkan Komando kepada Angkatan perang untuk memulihkan keamanan di kota Madiun, dengan segera Angkatan Perang mengadakan penangkapan terhadap provokator yang membahayakan Negara dan diadakan penggerebegan di tempat-tempat yang dianggap perlu untuk diamankan. Untuk melaksanakan intruksi presiden tersebut dengan sebagik-baiknya, maka Markas Besar Angkatan Perang segera menunjuk dan mengangkat Kolonel Sungkono, Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang selanjutnya menerima kiprah untuk memimpin pasukan dari arah timur untuk menumpas Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI Musso dan mengamankan kembali seluruh tempat di Jawa Timur dari ancaman pemberontak.

Setelah menerima perintah tersebut, Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad untuk bergerak menuju kota Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh seorang Mayor berjulukan Jonosewojo.  Pembagian pasukan terdiri atas Batalyon Sabirin Mucthar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan yang dipimpin oleh Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun, sedangkan Batalyon Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan.

Selain itu, pasukan Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letkol Sadikin juga berusaha untuk menguasai Madiun. Untuk kiprah operasi ini, Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan dari 8 Batalyon, yang di antaranya adalah: Batalyon Achmad Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas (Pengganti dari Batalyon Umar), Batalyon Daeng, Batalyon Nasuhi, Batalyon Kusno Utomo (dipimpin Letkol Kusno Utomo yang juga memegang dua Batalyon), dan Batalyon Sambas yang kemudian diganti dengan Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosahi Batalyon Kemal Idris. Di sisi lain, pasukan penembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Selamet Ryadi, Pasukan Perang Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi, dan pasukan dari Banyumas yang dipimpin oleh Mayor Surono. Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A. Kosashi yang di datangkan dari Yogyakarta bergerak dari arau utara dengan tujuan Pati. Batalyon Daeng bergerak dari Utara menuju Cepu dan blora. Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad Wiranatakusuma bergerak ke arah selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon Lukas dan Batalyon darsono bergerak ke arah Madiun. Sedangkan untuk pasukan Panembahan Senopati bergerak ke arah utara dan Pasukan Tentara Pelajar yang dikomandoi oleh Mayor Achmadi bergerak ke Madiun melalui Sarangan.

Musso yang melarikan diri ke tempat Ponorogo jadinya tertembak mati oleh Brigade S yang di pimpin oleh Kapten Sunandar pada tanggal 32 Oktober 1948. Penembakan ini terjadi sewaktu Kapten Sunandar sedang melaksanakan patroli. Sedangkan pada tanggal 20 November 1948, pasukan Amir Syariffuddin yang berusaha menuju Tambakromo terlihat sangat menyedihkan. Banyak diantara pasukan Amir ingin melarikan diri, tetapi warga selalu siap untuk menangkap mereka. Banyak mayit para pemberontak ditemukan lantaran kelaparan atau sakit, dan jadinya Amir Syariffuddin menyerahkan diri beserta sisa pasukannya pada tanggal 29 November 1948.

Gerakan Operasi Militer yang dilancarkan oleh pasukan yang taat dan patuh kepada pemerintah Republik Indonesia berjalan dengan singkat. Hanya dalam waktu 12 hari, Madiun beserta daerah-daerah di sekitarnya sanggup dikuasai kembali, tepatnya pada tanggal 30 September 1948. Setelah Madiun sanggup direbut kembali oleh pasukan TNI, keamanan kota Madiun-pun mulai terkendali dan setiap rumah yang berada di sekitarnya mengibarkan bendera Merah Putih.

4. Dampak dari Pemberontakan PKI di Madiun

Terjadinya pemberontakan di kota Madiun menciptakan keamanan di tempat tersebut tidak stabil sehingga meresahkan warga yang berada di tempat tersebut. Akibat pemberontakan tersebut, acara warga biasa menyerupai petani dan buruh terganggu. Kelancaran untuk membangun bangsa pada ketika itu menjadi terganggu dan hal ini merugikan masyarakat Indonesia. Dampak lain yang disebabkan oleh pemberontakan PKI yakni, banyaknya korban jiwa yang baik dari anggota Tentara Nasional Indonesia maupun anggota PKI, tidak sedikit pasukan kedua pihak yang terluka dan mati. Pasukan PKI juga banyak yang meninggal lantaran kelaparan dan penyakit. Pemberontakan PKI ini melibatkan setidaknya 8 Batalyon dan pasukan Militer Indonesia yang harus bertempur melawan para pemberontak yang bahwasanya juga merupakan rakyat Indonesia.

(Disarikan dari aneka macam sumber)

Sumber Gambar :


Semoga artikel mengenai Pemberontakan PKI di Madiun menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Pintar Pelajaran Kejadian Pemberontakan Republik Maluku Selatan (Rms), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak

Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak - Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, sehabis upayanya untuk melarikan diri, karenanya beliau berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga sanggup memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
 diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro Pintar Pelajaran Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak
Chris Soumokil, Proklamator Republik Maluku Selatan (RMS) (geertboogaard.nl)

1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS

Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil mempunyai kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak terperinci dan tidak niscaya sehabis KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi keadaan yang menciptakan masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam perjuangan untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa kendala yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih sehabis teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL kepingan dari Korp Speciale Troepen yang dibuat oleh seorang kapten berjulukan Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di tempat Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan hingga memakan korban jiwa alasannya dalam agresi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun karenanya muncul. Para biokrat pemerintah tempat memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menjadikan ancaman di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman ancaman tersebut.

Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap dewan legislatif NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan karenanya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) mengakibatkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan mengalah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam negosiasi yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan biar tempat Maluku Selatan dijadikan sebagai tempat yang merdeka, dan kalau perlu seluruh anggota dewan yang berada di tempat Maluku Selatan dibunuh. Namun, seruan tersebut ditolak alasannya anggota dewan justru mengusulkan biar yang melaksanakan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut yakni Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku

Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melaksanakan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di tempat Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara alasannya dukungannya terhadap NKRI dipandang jelek oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.

Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wapres RMS untuk tempat luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibuat sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku 

Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi problem ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh orisinil Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak sanggup bertemu pribadi dengan pengikut Soumokil.

Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, karenanya pemerintah melaksanakan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel berjulukan A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun karenanya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke tempat Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon sanggup dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang karenanya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.

Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di tempat Ambon, maka hal ini menciptakan perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS sanggup ditaklukan. Pada tanggal 4 hingga 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, sentra pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).

Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap karenanya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi hukuman eksekusi tehadap :
  1. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
  2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi eksekusi 5 Tahun
  3. D.J Gasper,  menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi eksekusi 4 ½ Tahun
  4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi eksekusi selama 4 ½ Tahun
  5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
  6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi eksekusi selama 4 ½ Tahun
  7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
  8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
  9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi eksekusi selama 3 Tahun
  10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi eksekusi selama 4 Tahun
  11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi eksekusi selama 7 tahun
  12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi eksekusi selama 10 Tahun
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada di pulau Seram hingga karenanya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia sanggup berbahasa Indonesia, namun pada ketika itu ia selalu menggunakan Bahasa Belanda, sehingga pada ketika persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil karenanya dijatuhi eksekusi mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.

Sepeninggal Soumokil, semenjak ketika itu RMS bangun di pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil yakni Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa hingga tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.

4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, menyerupai kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.

Pada tahun 2002, pada ketika peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan program pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari insiden ini, 23 orang ditangkap oleh abdnegara kepolisian. Setelah penangkapan pelopor tersebut dilakukan, mereka tidak mendapatkan penangkapan tersebut alasannya dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku  alasannya melaksanakan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah pelopor yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akhir dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah pelopor RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Tidak cukup dengan agresi tersebut, Anggota RMS kembali menawarkan keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 pelopor RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada ketika itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada ketika penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.

(Disarikan dari banyak sekali sumber)

Semoga artikel mengenai Pemberontakan RMS menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Pintar Pelajaran Insiden Pemberontakan Prri/Permesta, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan

Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan - Berikut ini bahan lengkapnya :

1. Latar Belakang Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan PERMESTA tolong-menolong sudah muncul pada ketika menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 dan pada ketika bersamaan Divisi Banteng diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya menyisakan satu brigade. Brigade ini pun balasannya diperkecil lagi menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Hal ini memunculkan perasaan kecewa dan terhina pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Pada ketika itu juga, terjadi ketidakpuasan dari beberapa kawasan yang berada di wilayah Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah. 

Ketidakpuasan tersebut balasannya memicu terbentuknya dewan militer kawasan yaitu Dewan Banteng yang berada di kawasan Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956. Dewan ini diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah (mantan Panglima Divisi IX Banteng) bersama dengan ratusan perwira aktif dan para pensiunan yang berasal dari Komando Divisi IX Banteng yang telah dibubarkan tersebut. Letkol Ahmad Husein yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB diangkat menjadi ketua Dewan Banteng. Kegiatan ini diketahui oleh KASAD dan lantaran Dewan Banteng ini bertendensi politik, maka KASAD melarang perwira‑perwira AD untuk ikut dalam dewan tersebut. Akibat larangan tersebut, Dewan Banteng justru menawarkan tanggapan dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muloharjo, dengan alasan Ruslan Muloharjo tidak bisa melaksanakan pembangunan secara maksimal.

Selain Dewan Banteng yang bertempat di kawasan Sumatra Barat, di Medan terdapat juga Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Tentara dan Teritorium I, pada tanggal 22 Desember 1956. Dan juga di Sumatra Selatan terbentuknya Dewan Garuda yang dipimpin oleh Letkol Barlian.

Selain itu pemberontakan ini juga disebabkan lantaran ada imbas dari PKI terhadap pemerintah sentra dan hal ini menyebabkan terjadinya kekecewaan pada kawasan tertentu. Keadaan tersebut diperparah dengan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berada di dalam pemerintah pusat, tidak terkecuali Presiden Soekarno.

Selanjutnya, PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet Djuanda. Dewan Perjuangan PRRI balasannya membentuk Kabinet gres yang disebut Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet PRRI). Pembentukan kabinet ini terjadi pada ketika Presiden Soekarno sedang melaksanakan kunjungan kenegaraan di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 10 Februari 1958, Dewan Perjuangan PRRI melalui RRI Padang mengeluarkan pernyataan berupa “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada Presiden Soekarno biar “bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, menghapus segala jawaban dan tindakan yang melanggar Undang-Undang Dasar 1945 serta mengambarkan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”. Tuntutan tersebut antara lain :
  1. Mendesak kabinet Djuanda biar mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
  2. Mendesak pejabat presiden, Mr. Sartono untuk membentuk kabinet gres yang disebut Zaken Kabinet Nasional yang bebas dari imbas PKI (komunis).
  3. Mendesak kabinet gres tersebut diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai pemilihan umum yang akan datang.
  4. Mendesak Presiden Soekarno membatasi kekuasaannya dan mematuhi konstitusi.
  5. Jika tuntutan tersebut di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam maka Dewan Perjuangan akan mengambil kebijakan sendiri.
Setelah tuntutannya di tolak, PRRI membentuk sebuah Pemerintahan dengan anggota kabinetnya. Pada ketika pembangunan Pemerintahan tersebut di mulai, PRRI memperoleh dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat.

Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara Indonesia terjadi sebuah program proklamasi Piagam Perjuangan Republik Indonesia (PERMESTA) yang diproklamasikan oleh Panglima TT VII, Letkol Ventje Sumual. Pada hari berikutnya, PERMESTA mendukung kelompok PRRI dan pada balasannya kedua kelompok itu bersatu sehingga gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Tokoh-tokoh PERMESTA terdiri dari beberapa pasukan militer yang diantaranya yaitu Letkol D.J Samba, Letkol Vantje Sumual, Letkol saleh Lahade, Mayor Runturambi, dan Mayor Gerungan.

2. Tujuan Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Tujuan dari pemberontakan PRRI ini yaitu untuk mendorong pemerintah biar memperhatikan pembangunan negeri secara menyeluruh, alasannya yaitu pada ketika itu pemerintah hanya fokus pada pembangunan yang berada di kawasan Pulau jawa. PRRI menawarkan ajuan atas ketidakseimbangan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, namun cara yang dipakai untuk mengoreksi pemerintah sentra itu salah. PRRI menuntut kepada pemerintah sentra dengan nada paksaan, sehingga pemerintah menganggap bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal tersebut menyebabkan kesan bagi pemerintah sentra bahwa PRRI yaitu suatu bentuk pemberontakan. Akan tetapi, jikalau PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini merupakan anggapan yang tidak sempurna alasannya yaitu tolong-menolong PRRI ingin membenahi dan memperbaiki sistem pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat, bukan untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia.

Karena ketidakpuasan PRRI terhadap keputusan pemerintah pusat, balasannya PRRI membentuk dewan-dewan kawasan yang terdiri dari Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda. Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan bahwa berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menterinya. Proklamasi PRRI tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia penggalan Timur. Tidak usang sesudah proklamasi PRRI dilakukan, pasukan gerakan PERMESTA tetapkan untuk bergabung ke dalam kelompok PRRI. Dalam rapat raksasa yang diselenggarakan di beberapa daerah, Kolonel D.J Somba menyatakan bahwa pada tanggal 17 Februari 1958, Komando Daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi tengah menyatakan putus kekerabatan dengan pemerintahan sentra dan mendukung PRRI.

3. Usaha Pemerintah Untuk Menumpas Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA ini mendorong pemerintahan RI untuk mendesak Kabinet Djuanda dan Nasution aupaya menindak tegas pemberontakan yang dilakukan oleh organisasi PRRI/PERMESTA tersebut. Kabinet Nasution dan para secara umum dikuasai pimpinan PNI dan PKI menghendaki supaua pemberontakan tersebut untuk segera di usnahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, untuk pimpinan Masyumi dan PSI yang berada di Jakarta sedang mendesak adanya negosiasi dan penyelesaian secara damai. Namun pada akhirnya, pemerintah RI menentukan untuk menindak para pemberontak itu dengan tegas. Pada tamat bulan Februari, Angkatan Udara Republik Indonesia memulai pengeboman instansi-instansi penting yang berada di kota Padang, Bukit Tinggi, dan Manado.

Pada awal bulan Maret, pasukan dari Divisi Diponogoro dan Siliwangi yang berada di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani didaratkan di daratan Pulau Sumatera. Sebelum pendaratan itu dilakukan, Nasution telah mengiriman Pasukan Resmi Para Komando Angkatan Darat di ladang-ladang minyak yang berada di kepulauan Sumatera dan Riau. Pada tanggal 14 Maret 1958, kawasan Pecan Baru berhasil dikuasai, dan Operasi Militer kemudian dikerahkan ke sentra pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukit tinggi berhasil dikuasai dan selanjutnya Pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) membereskan daerah-daerah bekas pemberontakan PRRI. Pada penyerangan tersebut, banyak pasukan PRRI yang melarikan diri ke area perhutanan yang berada di kawasan tersebut.

Untuk melancarkan penumpasan terhadap Pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan Operasi Militer yang operasinya disebut Operasi Merdeka pada bulan April 1958 dan operasi tersebut di pimpin oleh Letkol Rukminto Hendradiningrat. Organisasi PERMESTA diduga mendapat proteksi dari tentara asing, dan bukti dari proteksi tersebut yaitu jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh A.L Pope (Seorang Warga negara Amerika) yang tertembak jatuh di Ambon pada tanggal 18 Mei 1958. Pada tanggal 29 Mei 1961, Achmad Husein menyerahkan diri, dan pada pertengahan tahun 1961, para tokoh-tokoh yang bergabung dalam gerakan PERMESTA juga menyerahkan diri.

4. Dampak Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA

Pemberontakan yang dilakukan oleh gerakan PRRI/PERMESTA ini membawa dampak besar terhadap kekerabatan dan politik luar negeri Indonesia. Dukungan dari negara Amerika Serikat terhadap pemberontakan tersebut menciptakan kekerabatan antara Indonesia dengan Amerika menjadi tidak harmonis. Apalagi dukungan dari Amerika Serikat terhadap PRRI/PERMESTA terbukti benar dengan jatuhnya pesawat pengebom B-26 yang dikemudikan oleh seorang pilot berjulukan Allen Pope pada tanggal 18 Mei 1958 di lokasi yang tidak jauh dari kota Ambon. Presiden RI, Ir. Soekarno beserta para pemimpin sipil, dan militernya mempunyai perasaan curiga terhadap negara Amerika Serikat dan Negara lainnya. Malaysia yang gres merdeka pada tahun 1957 ternyata juga mendukung gerakan PRRI dengan menjadikan daerahnya sebagai susukan utama pemasok senjata bagi pasukan PRRI. Begitu pula dengan Filipina, Singapura, Korea Selatan (Korsel), dan Taiwan juga mendukung gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI.

Akibat dari pemberontakan ini, pemerintah sentra balasannya membentuk sebuah pasukan untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI. Hal ini menjadikan pertumpahan darah dan jatuhnya korban jiwa baik dari Tentara Nasional Indonesia maupun PRRI. Selain itu, pembangunan menjadi terbengakalai dan juga menyebabkan rasa trauma di masyarakat Sumatera terutama kawasan Padang.

5. Tokoh-Tokoh PRRI/PERMESTA

Inilah tokoh-tokoh yang ikut serta dalam melangsungkan pemberontakan PRRI/PERMESTA, tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah.
  1. Letnan Kolonel Ahmad Husein
  2. Pejabat-Pejabat Kabinet PRRI, yakni: Mr. Syarifudin Prawiranegara yang menjabat sebagai Menteri Keuangan. Mr. Assaat Dt. Mudo yang menjabat sebagai Menteri Dalam negeri. Dahlan Djambek sempat memegang jabatan itu sebelum Mr. Assaat tiba di Padang. Mauludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjaba sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran. Moh Syafei menjabat sebagai Menteri PKK dan Kesehatan. J.F Warouw menjabat sebagai Menteri Pembangunan. Saladin Sarumpet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Pemburuhan. Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama. Saleh Lahade menjabat sebagai Menteri Penerangan. Ayah Gani Usman Menjabat Sebagai Menteri Sosial. Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.
  3. Mayor Eddy Gagola
  4. Kolonel Alexander Evert Kawilarang
  5. Kolonel D.J Somba
  6. Kapten Wim Najoan
  7. Mayor Dolf Runturambi
  8. Letkol Ventje Sumual
(Disarikan dari aneka macam sumber)

Semoga artikel mengenai Pemberontakan PRRI/PERMESTA menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Monday, November 18, 2019

Pintar Pelajaran Persamaan Dan Perbedaan Orde Lama, Orde Gres Dan Reformasi

Persamaan Dan Perbedaan Orde Lama, Orde Baru Dan Reformasi - Indonesia ialah sebuah negara besar yang telah merdeka semenjak tahun 1945 silam. Indonesia telah dipimpin oleh beberapa pemimpin negara yang mana beberapa pemimpin tersebut memerintah dengan orde yang kuat terhadap tatanan negara ini. Beberapa orde tersebut ialah Orde Lama di masa pemerintahan Presiden Soekarno, Orde Baru di masa pemerintahan presiden Soeharto, dan Orde Reformasi yang di awali oleh Presiden B.J. Habibi kemudian di lanjutkan beberapa presiden hingga sekarang.

Masa Orde Lama ialah masa pemerintahan Presiden Soekarno. Masa ini berlangsung berlangsung dari semenjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga tahun 1968. Masa Orde Lama ialah masa Indonesia membangun tatanan dasar sebuah negara. Lembaga-lembaga negara gres dibuat untuk menjalankan aneka macam fungsi pemerintahan. Kemajuan negara Indonesia sangat pesat kalau mengingat Indonesia ialah negara baru. Indonesia menjadi negara yang unggul dalam politik internasional. Indonesia sanggup pertanda kepada dunia bahwa Indonesia bisa sejajar kedudukannya dengan bangsa besar lain.

Masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dari tahun 1968 hingga 1998 telah banyak memberi perubahan signifikan pada negara ini. Pemerintahan Orde Baru bertujuan untuk menata kembali tatanan negara menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk meratakan keadilan dan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki tatanan negara Orde Lama yang dianggap sudah tidak sempurna lagi bagi Indonesia 

Masa Reformasi yang diawali tahun 1998 sanggup menggulung kekuasaan Presiden Soeharto yang dianggap sudah tidak amanah lagi terhadap rakyat. Perekonomian melemah dan terjadi kerusuhan dibeberapa tempat menciptakan Presiden mundur dan lahirlah abad reformasi.
Berbagai latar belakang pergantian pemerintahan negara ini mengakibatkan perubahan-perubahan tatanan kehidupan masyarakat. Namun, perubahan tidak terjadi pada seluruh aspek. Berikut adalah  persamaan dan perbedaan Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi.

1. Persamaan Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi

1.1. Bidang Pemerintahan
  1. Pemerintah Orde Baru dan Era Reformasi, presiden selalu didampingi oleh Wakil Presiden. Pada Orde Lama, presiden pernah tidak didampingi oleh wakil presiden pada tahun 1957.
  2. Pada Orde baru, dan Orde Reformasi memakai sistem pemerintahan presidensil, dimana pemerintahan presidensil mempunyai ciri-ciri presiden sebagai pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan.
1.2. Bidang Ekonomi

1.2.1. Impor meningkat pada Masa Orde Lama dan Era Reformasi. 

Impor yang terjadi pada masa orde usang disebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi negeri dikala itu, ibarat terjadinya pergolakan kembali dengan Belanda atau terjadinya sengketa Irian barat. Pad abad Reformasi impor meningkat lantaran ketersediaan pangan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat.

1.2.1. Presiden berwenang atas anggaran negara.

1.3. Bidang Pendidikan

Anggaran pendidikan pada Orde Lama dan Orde Baru kurang dari 10 persen dari APBN. Pada Orde usang sebagian besar anggaran untuk menstabilkan keamanan negara, sedangkan pada Orde Baru sebagian besar anggaran diutamakan untuk membangun infrastruktur.

2. Perbedaan Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi

2.1. Bidang industri 

Bidang Industri belum begitu berkembang pada masa Orde Lama. Mulai berkembang pada masa Orde gres dengan dengan mendorong industri dalam negeri sanggup memproduksi barang bermutu sehingga diminati oleh rakyat Indonesia sendiri. Sedangkan pada reformasi, pemerintah lebih menekankan pada banyaknya industri yang berkembang, namun kurang memperhatikan mutu produk.

2.2. Bidang politik

Terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 kali selama masa Orde Lama yang mengakibatkan politik pada masa itu tidak matang. Terjadi Politik Mercusuar yang menganggap Indonesia ialah yang terbaik dan condong ke arah komunis. Terjadi tragedi G 30S PKI yang mengegerkan negara dan menciptakan paham komunis tidak boleh di negara Indonesia.

Menjalankan Dwi Fungsi ABRI. Pembatasan Partai Politik dengan Fusi Parpol menjadi 3, dilakukan untuk mempersempit pluralisme.

Terlepasnya Timor Leste dan NKRI dikala abad reformasi. Ditetapkannya kebijakan otonomi daerah.

2.3. Bidang pendidikan

Pendidikan pada masa Orde Lama menekankan pada pembatalan sistem pendidikan kolonial dan digantikan dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan ideologi bangsa dan mengedepankan kesetaraan hak setiap anak untuk menerima pendidikan.

Pada masa Orde Baru banyaknya jadwal pemerintah untuk pendidikan dan beasiswa ibarat : Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), beasiswa Supersemar, dan pembarantasan buta huruf, wajib belajar. Sistem pendidikan pada masa ini menekankan pada indoktrinasi dan kepatuhan penuh. P4 diajarkan  

Terjadi desentralisasi tanggung jawab pendidikan. Pendidikan Tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, ibarat yang tercantum dalam UU No.32 tahun 2004 ihwal Pemerintah Daerah.

2.4. Bidang Hukum dan HAM

Orde Lama memakai Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Masa Orde Baru terjadi penyimpangan penegakan aturan dan HAM. Hukum sering berjalan tanpa mempedulikan HAM sehingga muncul ketakutan dan ketidakadilan di masyarakat. Kebebasan pers juga sangat dibatasi pada masa orde Baru. Pers seakan tidak sanggup mengkritik kinerja pemerintah. Pada abad Reformasi HAM benar-benar dilindungi dan muncul beberapa LSM dan kebebasan pers sebagai kontrol sosial atas kinerja pemerintahan. Penegakan aturan dan keamanan di dalam negara dan masyarakat lebih banyak dilimpahkan kepada POLRI, sedangkan keamanan negara lebih banyak dilimpahkan Tentara Nasional Indonesia terutama untuk menghalau bahaya dari luar. Masyarakat dari etnis lain ibarat etnis Tionghoa juga diberi kebebasan lebih dan dilindungi hak dan persamaannya sebagai warga negara.  Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 terjadi pada abad reformasi, amandemen pertama dimulai tahun 1999, amandemen kedua tahun 2000, amandemen ketiga tahun 2001, amandemen keempat tahun 2002. Amandemen dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan Undang-Undang Dasar biar lebih luas menampung kebutuhan warga negara

2.5. Bidang Kependudukan

Pada masa Orde Lama bidang kependudukan belum berkembang secara signifikan. Baru pada masa Orde gres kependudukan di Indonesia lebih diperhatikan, ibarat problem persebaran penduduk dan pengendalian penduduk. Untuk meratakan jumlah penduduk disetiap pulau, pemerintah mencanangkan jadwal transmigrasi untuk menghindari kepadatan populasi di suatu pulau dan meratakankesejahteraan rakyat. Program KB juga dilakukan untuk menahan populasi penduduk. Program KB terbilang sukses lantaran pemerintah dan masyarakat bahu-membahu mendukung dengan mengadakan penyuluhan dan pelayanan KB gratis. Pada abad reformasi transmigrasi tidak lagi digalakkan dan masyarakat tidak antusias membantu membuatkan isu KB. Informasi KB lebih sering muncul di media masa dan tidak hingga ke pelosok negeri.

2.6. Bidang Pertanian dan Pangan

Pada abad Orde Lama, pemerintah mencanangkan jadwal land reform atau penataan lahan kembali lahan pertanian untuk dikelola negara. Negara mengambil alih kepemilika tanah kemudian membagikan tanah kepada buruh petani yang tidak mempunyai tanah untuk mereka kelola. Program ini bertujuan untuk meratakan kesejahteraan petani, namun berhenti pada masa pemerintahan Orde Baru. Orde Baru menciptakan jadwal revolusi hijau untuk memenuhi swasembada pangan dalam negeri. Revolusi hijau memang berhasil menekan angka impor dan kelangkaan materi pangan, namun kesenjangan kesejahteraan petani kembali terjadi lantaran makin banyak buruh tani yang tidak mempunyai tanah. Pada Era Reformasi, bidang pertanian dan pangan tidak kunjung membaik, impor materi pangan bahkan ternak terus saja dilakukan. Teknologi pangan dan pertanian kurang diperhatikan sehingga tidak ada perkembangan signifikan dalam bidang ini.

Hal-hal diatas ialah beberapa persamaan dan perbedaan Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi. Setiap pemimpin dan pemerintahan mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh, pada masa orde Lama, Indonesia unggul dalam politik luar negeri, Indonesia pernah menjadi tuan rumah konferensi Internasional, contohnya Konferensi Asia Afrika namun kesejahteraan masih kurang terjamin. Pada masa Orde Baru juga banyak pembangunan dan perkembangan, namun penyelewengan dan suksesi kepemimpinan tidak berjalan dengan baik. Di Era Reformasi juga kebebasan beropini lebih terjamin, tidak ada lagi fenomena penembak misterius ibarat pada masa Orde Baru, namun penegakan aturan sring menjadi tumpul lantaran tebas pilih. Hukum lebih tegas terhadap rakyat kecil daripada rakyat yang mempunyai kedudukan. Semoga isu ini bermanfaat bagi semua.

Semoga artikel mengenai Persamaan dan Perbedaan Orde Lama, Orde Baru Dan Reformasi menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.