Showing posts with label Sosiologi. Show all posts
Showing posts with label Sosiologi. Show all posts

Thursday, October 17, 2019

Pintar Pelajaran Pengertian Sosiologi, Konsep, Manfaat, Metode Penelitian, Sejarah, Objek, Tujuan, Hakikat, Realita Sosial, Kajian, Mengenai Masyarakat, Hubungan, Lingkungan

Pengertian Sosiologi, Konsep, Manfaat, Metode Penelitian, Sejarah, Objek, Tujuan, Hakikat, Realita Sosial, Kajian, Mengenai Masyarakat, Hubungan, Lingkungan - Apa yang kalian ketahui wacana ilmu? Samakah dengan pengetahuan? Ilmu ialah kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga sanggup dibedakan antara ilmu yang satu dan yang lainnya. Adapun pengetahuan ialah kesan di dalam pikiran insan sebagai hasil penggunaan panca indera. Hal ini juga merupakan sesuatu yang diketahui dari hasil bernalar dan pengalaman yang sanggup dibedakan antara kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan khayalan (idea). Pengetahuan berasal dari kata tahu, yang berarti mengetahui sesuatu, kemudian diyakini oleh manusia. Setelah meyakini rasa tahu tersebut, disepakati bersama dalam sebuah ilmu.

Dalam kepingan ini Anda akan mempelajari wujud ilmu pengetahuan yang berkisar wacana pemahaman mengenai masyarakat dan individu-individu di dalamnya, yang terdapat dalam sosiologi. Sosiologi membahas aneka macam macam proses sosial masyarakat, perubahan-perubahannya, dan seluruh realitas yang berlangsung di dalamnya.

A. Sosiologi sebagai Pengetahuan


Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan bersifat aneh lantaran lahir dari renungan-renungan. Adapun ilmu pengetahuan bersifat empiris (berdasarkan pengalaman indera). Contoh ilmu pengetahuan ialah matematika dan fisika, sedangkan contoh pengetahuan ialah agama dan kepercayaan yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Ilmu pengetahuan harus mempunyai suatu hakikat dan tujuan tertentu, termasuk upayanya dalam menegakkan kebenaran. Oleh lantaran banyak ilmu yang bermula dari pengetahuan manusia, apakah pengetahuan insan tersebut sanggup digolongkan sebagai ilmu pengetahuan? Padahal pengetahuan yang digolongkan menjadi ilmu itu bersifat ilmiah (scientific) dan objektif (objective)?

Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat keilmiahan dan keobjektifan pengetahuan manusia. Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui mirip apa pengetahuan ilmiah dan objektif tersebut. Jadi, unsur pokok dari ciri-ciri keilmuan ditentukan sebagai sesuatu yang ingin diketahui atau sesuatu yang menjadi objek kajiannya. Misalnya, secara ontologis, sosiologi mencoba untuk mengetahui masyarakat. Secara epistemologis, sosiologi memakai metode-metode dalam pengamatannya. Secara aksiologis, sosiologi mencoba untuk mencapai tujuan sehabis diketahui sifat-sifat masyarakat.

Secara sederhana, ciri-ciri keilmuan (scientific) didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok yang meliputi sebagai berikut.
  1. Apa yang ingin diketahui (ontologi)?
  2. Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan (epistemologi)?
  3. Apa nilai kegunaan dari pengetahuan tersebut bagi kita (aksiologi)?
Sesuatu yang ingin diketahui dari sebuah ilmu pengetahuan ialah suatu hal yang menjadi bidang kajiannya. Untuk mendapatkannya akan dilakukan melalui proses yang dinamakan metode ilmiah. Adapun dari apa yang didapatkan tersebut harus mempunyai nilai guna yang sanggup menunjang kehidupan manusia. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, ada sejumlah kebutuhan hierarkis, contohnya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.

Hal ini telah menjadikan insan sebagai makhluk hidup yang keberadaan dan dinamika hidupnya senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya. Kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya itu merupakan salah satu kebutuhan dasar baginya, yaitu yang disebut kebutuhan sosial (social need). Manusia telah menjadikan dirinya hidup berkelompok dan membentuk suatu masyarakat yang selalu berinteraksi serta terorganisasi. Semua itu dilakukan insan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mempertahankan hidupnya di muka bumi. Kedinamisan insan terwujud dalam perubahan yang telah membuatnya sebagai makhluk yang serba bervariasi, mirip tempat tinggal yang bervariasi, ras yang bervariasi, dan kebudayaan nya yang bervariasi. Oleh lantaran itu, studi insan dan masyarakat tidak cukup hanya memakai satu disiplin ilmu, tetapi membutuhkan banyak disiplin ilmu sehingga setiap ilmu secara khusus sanggup menelaah setiap perkembangan dimensi yang dimiliki manusia.

1.1. Sejarah Perkembangan Sosiologi


Sosiologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial. Adapun yang dimaksud dengan ilmu sosial ialah keseluruhan disiplin ilmu yang bekerjasama dengan manusia, yang di dalamnya terdapat unsur dalam membentuk kehidupan masyarakat dan budaya. Seperti ilmu-ilmu sosial yang lain, pada awalnya sosiologi merupakan kepingan dari filsafat sosial. Hal ini disebabkan lantaran pada dikala itu pembahasan wacana masyarakat hanya berkisar pada hal-hal yang menarik perhatian umum saja, mirip perang, konflik sosial, dan kekuasaan dalam kelas-kelas penguasa. Dengan demikian pada perkembangan selanjutnya, pembahasan wacana masyarakat, meningkat pada cakupan yang lebih mendalam, yakni menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan, dan norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.

Pada kala ke-19, seorang filsuf Prancis berjulukan Auguste Comte (1798–1857) mengemukakan kekhawatirannya atas keadaan masyarakat Prancis sehabis pecahnya Revolusi Prancis. Dampak revolusi tersebut, selain menjadikan perubahan positif dengan munculnya iklim demokrasi, revolusi juga telah mendatangkan perubahan negatif berupa konflik antar kelas yang mengarah pada anarkisme di dalam masyarakat Prancis. Konflik ini dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan masyarakat nya dalam mengatasi perubahan atau hukum-hukum mirip yang sanggup dipakai untuk mengatur stabilitas masyarakat.

Atas dasar ini, Comte menyarankan supaya penelitian wacana masyarakat perlu ditingkatkan menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri dengan penelitiannya yang didasarkan pada metode ilmiah. Dari sinilah lahir sosiologi sebagai ilmu yang paling muda dalam ilmu-ilmu sosial. Istilah sosiologi dipopulerkan Comte dalam bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive (1830), yang dalam buku tersebut dijelaskan bahwa objek sosiologi ialah insan atau masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, Auguste Comte bisa dikategorikan sebagai salah satu pendiri sosiologi.

Sosiologi sebagai ilmu, tentunya mempunyai kriteria-kriteria keilmuan, yaitu sebagai berikut.
  1. Empiris, yang penelitiannya wacana masyarakat didasarkan pada hasil observasi (pengalaman).
  2. Teoretis, dibangun dari konsep-konsep hasil observasi dan logis serta mempunyai tujuan untuk menjelaskan hubungan sebab–akibat.
  3. Kumulatif, yang teorinya dibangun berdasarkan teori-teori sebelumnya dengan tujuan memperbaiki, memperluas, dan memperhalus teori lama.
  4. Nonetis, dilakukan bukan untuk mencari baik buruknya suatu fakta, melainkan menjelaskannya secara analitis.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang ditandai dengan semakin kompleksnya unsur-unsur kemasyarakatan, sosiologi dipersempit menjadi bidang-bidang:
  1. Sosiologi Industri,
  2. Sosiologi Ekonomi,
  3. Sosiologi Kesehatan,
  4. Sosiologi Militer,
  5. Sosiologi Politik,
  6. Sosiologi Pendidikan,
  7. Sosiologi Budaya,
  8. Sosiologi Agama,
  9. Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan,
  10. Sosiologi Hukum, dan
  11. Sosiologi Pertanian.
Di dunia Arab, dikenal nama Ibnu Khaldun (1332–1406). Dalam buku Muqaddimah yang ia tulis, terdapat pemikiran sosiologis lebih terperinci dan sangat maju sehingga ia sering juga disebut sebagai peletak watu pertama dari sosiologi sebagai ilmu. (Sumber: Sosiologi, 1984)

1.2. Pengertian Sosiologi


Sosiologi berasal dari kata Latin socius, dan kata Yunani yaitu logos. Socius berarti mitra atau teman, dan logos berarti pengetahuan. Dengan demikian, sosiologi berarti pengetahuan wacana perkawanan atau pertemanan. Pengertian pertemanan ini kemudian diperluas cakupannya menjadi sekelompok insan yang hidup bersama dalam suatu tempat, atau bisa disebut dengan masyarakat. Dengan demikian, sosiologi diartikan sebagai pengetahuan wacana hidup bermasyarakat. Kata socius dibuat dari kata “sosial” yang diartikan sebagai “serba berjiwa kawan,” “serba terbuka” untuk orang lain, untuk memberi dan menerima, untuk umum. Kebalikan dari “sosial” ialah “individual,” yaitu serba tertutup.

Sampai dikala ini tampaknya belum dibakukan istilah sosiologi secara utuh, yang sanggup mewakili dan menghimpun seluruh definisi yang ada. Sementara, beberapa jago mengemukakan pendapatnya yaitu sebagai berikut.
  1. Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa sosiologi sebagai ilmu, mempelajari hubungan dan efek timbal balik antara aneka macam tanda-tanda sosial (misalnya, tanda-tanda ekonomi, tanda-tanda agama, tanda-tanda keluarga, dan tanda-tanda moral). Hubungan dan efek timbal balik antara tanda-tanda sosial dan tanda-tanda non sosial (gejala geografis, biologis) menjadi ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
  2. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari hubungan antar insan dalam kelompok-kelompok.
  3. William F. Oghburn dan Mayer F. Nimkoff mengemukakan bahwa sosiologi ialah penelitian ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
  4. Max Weber mengemukakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya untuk memahami tindakan-tindakan sosial.
  5. Emile Durkheim mengemukakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yaitu fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu. Fakta-fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan individu.
  6. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengemukakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.
  7. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

1.3. Objek dan Tujuan Sosiologi


Sebagai kepingan dari ilmu sosial, objek sosiologi ialah masyarakat yang dilihat dari hubungan antar insan dan proses yang timbul akhir dari hubungan tersebut. Fokus utama sosiologi dari objek masyarakat tersebut ialah gejala, proses pembentukan, serta mempertahankan kehidupan masyarakat, juga proses runtuhnya sistem hubungan antar manusia. Dengan demikian, objek sosiologi terbagi atas dua kategori, yaitu objek material dan objek formal.

Objek material sosiologi ialah kehidupan sosial insan dan tanda-tanda serta proses hubungan antar insan yang menghipnotis hubungan sosial dalam kesatuan hidup manusia. Objek formalnya meliputi:
  1. pengertian wacana sikap dan tindakan insan terhadap lingkungan hidup insan dalam kehidupan sosialnya melalui klarifikasi ilmiah;
  2. meningkatkan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat;
  3. meningkatkan kolaborasi antar manusia.
Dilihat dari objeknya tersebut, jelaslah bahwa tujuan sosiologi ialah untuk meningkatkan kemampuan insan dalam mengikuti keadaan dengan lingkungan hidupnya. Jadi, objek formalnya tersebut berfungsi sebagai penuntun pembiasaan di masyarakat. Mengembangkan pengetahuan yang objektif mengenai gejala-gejala kemasyarakatan yang sanggup di manfaat kan secara efektif untuk memecahkan masalah-masalah sosial (problem solving). Contohnya, bila seseorang ingin menjalin hubungan dengan masyarakat lain, selayaknya ia harus mempelajari dahulu sifat dan abjad masyarakat tersebut. Dengan mengetahui sifat dan abjad individu lain, serta kebiasaan di masyarakat, akan memudahkan seseorang untuk bersosialisasi dan berinteraksi.

Bisa digambarkan bahwa objek sosiologi menyerupai seseorang yang memancing. Ikan, pancing dan cara-cara memancing sudah diberitahukan sebelumnya. Orang tersebut tinggal memakai cara-cara dan pancing untuk mendapatkan ikannya. Kaprikornus objek sosiologi terdiri atas masyarakat dan nilai-nilai aturan yang sudah ada.

B. Konsep Dasar dan Metode Penelitian Sosiologi


Sebagai ilmu, sosiologi mempunyai teori-teori yang telah dibangun dari konsep-konsep dasar dan metode ilmiah wacana insan dalam kehidupan masyarakat. Pembahasan ini akan dimulai dengan uraian mengenai konsep-konsep dasar sosiologi.

2.1. Konsep Dasar dalam Sosiologi


Setiap bidang ilmu pengetahuan memerlukan konsep-konsepnya tersendiri supaya sanggup membuat dan membentuk suatu rujukan atau contoh yang dijadikan sebagai alat penelitian, analisis, dan perbandingan hasil-hasil penelitiannya. Kesalahan dalam penggunaan konsep sanggup menjadikan kerancuan dan salah pengertian.

Konsep ialah kata, atau istilah ilmiah yang menyatakan suatu wangsit atau pikiran umum wacana sifat-sifat suatu benda, peristiwa, gejala, atau istilah yang mengemukakan wacana hubungan antara satu tanda-tanda dan tanda-tanda lainnya. Dari beberapa definisi sosiologi yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa istilah ilmiah atau konsep dasar yang sering dipakai dalam sosiologi, yaitu sebagai berikut.
  1. Struktur sosial ialah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial.
  2. Proses sosial ialah efek timbal balik antara aneka macam segi kehidupan bersama, contohnya efek timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan aturan dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi, serta yang lainnya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur sosial.
  3. Perubahan sosial ialah perubahan yang meliputi seluruh lapisan dalam struktur sosial dan jalinan hubungan dalam masyarakat.
  4. Organisasi sosial ialah aspek kolaborasi yang mendasar, yang menggerakkan tingkah laris para individu pada tujuan sosial dan ekonomi tertentu.
  5. Institusi sosial ialah suatu sistem yang memperlihatkan bahwa peranan sosial dan norma-norma saling berkaitan dan telah disusun guna memuaskan suatu kehendak atau fungsi sosial.
Berikut ini beberapa pengertian dasar yang dianggap berkhasiat untuk memahami sosiologi yang disajikan dalam buku ini. Beberapa pengertian tersebut ialah sebagai berikut.

a. Individu

Individu bekerjasama dengan orang-perorangan atau pribadi, yang berarti individu bertindak sebagai subjek yang melaksanakan sesuatu hal; subjek yang mempunyai pikiran; subjek yang mempunyai keinginan; subjek yang mempunyai kebebasan; subjek yang memberi arti (meaning) pada sesuatu; subjek yang bisa menilai tindakannya sendiri dan tindakan orang lain.

b. Masyarakat

Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society, dan dalam bahasa latin yaitu socius, yang berarti kawan, sedangkan istilah masyarakat dalam bahasa Arab, yaitu syakara yang artinya turut serta. Masyarakat ialah sekumpulan insan yang saling bergaul atau saling berinteraksi secara tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.

c. Hubungan Individu dan Masyarakat

Hubungan antar individu sanggup terjadi antara dua orang yang bersahabat. Mereka secara rutin bertemu, baik dalam permainan maupun di sekolah. Kebiasaan yang mereka lakukan akan mengikat dua orang tersebut menjadi bersamaan. Begitu pula halnya bila hubungan tersebut melibatkan lebih banyak individu, sehingga akan terjadi hubungan yang lebih luas lagi. Seperti antar tetangga, antar individu di aneka macam tempat, dan lain-lain. Di antara mereka biasanya terdapat suatu aturan tertentu yang disebut norma.

d. Kelompok

Kelompok merupakan himpunan dari beberapa orang individu yang satu sama lain saling bekerjasama secara teratur, saling memperhatikan dan menyadari akan adanya manfaat kebersamaan. Ciri yang fundamental dari kelompok yaitu dengan adanya sesuatu hal yang dianggap milik bersama.

e. Komunitas (Community)

Kesatuan hidup insan yang menempati wilayah tertentu, lazimnya disebut community, contohnya desa petani di wilayah “X”, tempat warga petani mempunyai hubungan dan ikatan yang kuat. Mereka berada di suatu tempat dengan batas wilayah yang jelas. Interaksi sosial yang sering mereka lakukan biasanya dengan rekan-rekan tetangga.

Semua konsep-konsep tersebut dijadikan dasar untuk mempelajari keluarga, kampung, dan komunitas-komunitas. Demikian juga dalam mempelajari wilayah-wilayah tertentu, insan dari zaman tradisional hingga peradaban masa kini.

Objek material sosiologi ialah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antar insan yang memengaruhi kesatuan hidup insan itu sendiri. Adapun objek formalnya lebih ditekankan pada hubungan antar insan serta proses yang timbul dari hubungan insan di dalam masyarakat.

Modernisasi merupakan salah satu bentuk perubahan sosial. Modernisasi pada awalnya dimaknai sebagai perubahan teknik produksi dari tradisional ke mesin-mesin. Westernisasi ialah masuknya kebudayaan barat ke dalam suatu kebudayaan non-Barat.

Nama “sosiologi” merupakan hasil ciptaan Auguste Comte. Dikisahkan bahwa Comte semula bermaksud memperlihatkan nama social physics, bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya lantaran istilah tersebut telah dipakai oleh seorang tokoh lain, Saint Simon. (Sumber: Pengantar Sosiologi, 2000)

2.2. Metode-Metode Sosiologi


Setelah mendapatkan citra dari pokok-pokok wacana ruang lingkup yang menjadi kajian objek sosiologi, perlu dijelaskan wacana cara atau metode sosiologi dalam mempelajari objek-objeknya. Untuk mempelajari objek yang menjadi kajiannya, sosiologi mempunyai cara kerja atau metode yang terbagi atas dua jenis, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.

2.2.1. Metode Kualitatif

Metode kualitatif ialah metode yang mengutamakan materi atau hasil pengamatan yang sukar diukur dengan angka atau ukuran yang matematis meskipun kejadian itu nyata dalam masyarakat. Beberapa metode yang termasuk dalam metode kualitatif ialah sebagai berikut.
  1. Metode historis, ialah metode pengamatan yang menganalisis peristiwa-peristiwa masa silam untuk merumuskan prinsipprinsip umum.
  2. Metode komparatif, ialah metode pengamatan dengan membandingkan
  3. bermacam-macam masyarakat serta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan sebagai petunjuk wacana sikap suatu masyarakat pada masa kemudian dan masa mendatang.
  4. Metode studi kasus, adalah suatu metode pengamatan wacana suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat, lembaga-lembaga, ataupun individu-individu. Alat-alat yang dipakai dalam studi masalah ialah wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan atau kuesioner (questionaire), daftar pertanyaan, dan teknik keterlibatan si peneliti dalam kehidupan sehari-hari dari kelompok sosial yang sedang diamati (participant observer technique).
2.2.2. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif ialah metode statistik yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti hubungan antar insan dalam masyarakat secara kuantitatif. Pengolahan data secara statistik banyak dilakukan para jago ilmu sosial untuk data yang bersifat angka (data kuantitatif). Pengolahan data dengan memakai statistik tidak berarti menuntut seseorang menjadi jago statistik. Penggunaan statistik dalam sosiologi tidak harus memakai teknik statistik tinggi. Pengolahan data statistik sanggup dilakukan secara sederhana. Kemampuan untuk mencari nilai rata-rata (mean, mode, median) atau dengan memakai tabel Distribusi Frekuensi, telah sanggup dan biasa Anda lakukan. Di sekolah, Anda juga telah berguru keterampilan matematis yang berkhasiat untuk membantunya dalam mengolah data secara statistik.

Di samping metode-metode tersebut, masih ada beberapa metode lain, yaitu sebagai berikut.
  1. Metode deduktif, adalah metode yang dimulai dari kaidah-kaidah yang berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus.
  2. Metode induktif, adalah metode yang mempelajari suatu tanda-tanda khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih luas atau bersifat umum.
  3. Metode empiris, adalah suatu metode yang mengutamakan keadaan-keadaan nyata di dalam masyarakat.
  4. Metode rasional, adalah suatu metode yang mengutamakan penalaran dan logika daypikir untuk mencapai pengertian wacana duduk kasus kemasyarakatan.
  5. Metode fungsional, adalah metode yang dipakai untuk menilai kegunaan lembaga-lembaga sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat.

2.3. Hakikat Sosiologi


Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, antara lain sebagai berikut.
  1. Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari atau bekerjasama dengan gejala-gejala kemasyarakatan.
  2. Dalam sosiologi, objek yang dipelajari ialah apa yang terjadi kini dan bukan apa yang seharusnya terjadi pada dikala ini. Karena itu, sosiologi disebut pula ilmu pengetahuan normatif.
  3. Dilihat dari segi penerapannya, sosiologi sanggup digolongkan ke dalam ilmu pengetahuan murni (pure science) dan sanggup pula menjadi ilmu terapan (applied science).
  4. Sosiologi ialah ilmu pengetahuan yang aneh dan bukan pengetahuan yang konkret. Berarti yang menjadi perhatiannya ialah bentuk dan pola-pola kejadian dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya kejadian itu sendiri.
  5. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum insan dan masyarakatnya. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi insan serta sifat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat.
  6. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum, bukan khusus, artinya mempelajari gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antar manusia.

2.4. Manfaat Sosiologi


Pada hakikatnya ilmu pengetahuan timbul lantaran adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu tadi timbul lantaran banyak sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan insan ingin mengetahui kebenaran dari kegelapan tersebut. Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain, teori-teori yang ada dalam sosiologi mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran dari aneka macam fenomena, gejala, dan duduk kasus sosial. Ditinjau dari aspek aksiologi, sosiologi mempunyai nilai guna dalam menganalisis fenomena-fenomena sosial yang ada di masyarakat.

Keragaman budaya seharusnya menyadarkan kita bahwa sangat penting memahami latar belakang sosial budaya yang berasal dari masyarakat lain. Kajian wacana fenomena sosial budaya tidak bermaksud untuk memperlihatkan evaluasi suatu budaya baik atau buruk, cocok atau tidak cocok bagi suatu masyarakat. Sosiologi tidak bertujuan untuk memperlihatkan evaluasi bahwa suatu kebudayaan lebih tinggi atau lebih rendah dari kebudayaan masyarakat lain. Namun, kita diajak untuk memahami keragaman budaya sebagai sesuatu yang sanggup memperkaya kebudayaan dalam suatu masyarakat.

Dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang multietnis, multikultural, sosiologi berperan untuk mewujudkan integrasi atau persatuan nasional. Pemanfaatan kedua ilmu itu yang lebih mudah sifatnya bisa dilihat pada penggunaannya untuk memperlancar proyek pembangunan, penyuluhan terhadap masyarakat mirip jadwal keluarga berencana, ancaman narkoba, dan penegakan hukum.

C. Konsep-Konsep Realitas Sosial


Apa yang dipelajari sosiologi terhadap sifat-sifat insan ialah pola-pola hubungan dalam masyarakat dan mencari pengertian-pengertian umum secara rasional dan empiris. Oleh lantaran itu, sosiologi umumnya mempelajari gejala-gejala atau fenomena masyarakat dan kebudayaannya yang normal atau teratur. Sebagai kumpulan makhluk yang dinamis, masyarakat cenderung untuk melaksanakan perubahan sehingga tidak selamanya gejala-gejala itu tetap dalam keadaan yang normal. Gejala-gejala tersebut dikenal sebagai realitas sosial budaya di masyarakat.

Realitas sosial budaya ialah isi dasar sosiologi, yaitu kenyataan kehidupan sosial mirip adanya masyarakat, kelompok, dan para individu.

Realitas sosial budaya merupakan objek dari sosiologi. Emile Durkheim menggambarkan hal tersebut sebagai fakta sosial.

3.1. Konsep Masyarakat


Anda tentu sudah mengenal sebelumnya wacana pengertian dari masyarakat. Masyarakat ialah sekumpulan insan yang saling bergaul atau saling berinteraksi secara tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Literatur lain memperlihatkan pengertian wacana masyarakat sebagai sistem sosial, yaitu sebagai organisme yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung lantaran mempunyai fungsinya masing-masing dalam keseluruhan. Bagian-bagian yang dimaksud, berdasarkan Emile Durkheim merupakan suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

Pengertian lain wacana masyarakat, juga dikemukakan Paul B. Horton. Menurutnya masyarakat ialah sekumpulan insan yang secara relatif mandiri, yang hidup tolong-menolong cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan yang sama dan melaksanakan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada kepingan lain, Horton mengemukakan bahwa masyarakat ialah suatu organisasi insan yang saling bekerjasama satu dengan lainnya.

Berikut ini dijelaskan ciri-ciri dari konsep wacana masyarakat.
  1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
  2. Bercampur atau bergaul dalam waktu cukup lama. Berkumpulnya insan akan menjadikan manusia-manusia baru. Sebagai akhir hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.
  3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
  4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menjadikan kebudayaan lantaran mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.
  5. Melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.
Adakah insan yang hidup sendiri? Mengapa Anda memerlukan orang lain? Untuk memperlihatkan alasannya, marilah kita bahas wacana terbentuknya masyarakat.

Masyarakat terbentuk lantaran insan memakai pikiran, perasaan, dan keinginannya dalam memperlihatkan reaksi terhadap lingkungannya. Hal ini didasari lantaran insan mempunyai dua keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan insan lainnya, dan keinginan untuk menyatu dengan lingkungan alamnya. Manusia mempunyai naluri untuk selalu bekerjasama dengan sesamanya.

Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan mengenai kebaikan dan keburukan. Pandangan-pandangan tersebut merupakan nilai-nilai insan yang kemudian sangat besar lengan berkuasa terhadap cara dan pola perilakunya.

Untuk terbentuknya suatu masyarakat, paling sedikit harus terpenuhi beberapa unsur berikut.
  1. Terdapat sekumpulan orang.
  2. Berdiam atau bermukim di suatu wilayah dalam waktu yang relatif sama atau kemampuan bertahan yang melebihi masa hidup seorang anggotanya.
  3. Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
  4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
  5. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama.
  6. Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang usang itu menghasilkan kebudayaan berupa sistem nilai, sistem ilmu pengetahuan dan kebudayaan kebendaan.
Suatu masyarakat sanggup dikatakan sebagai community (masyarakat setempat) apabila mempunyai syarat-syarat sebagai berikut.
  1. Adanya beberapa rumah atau rumah tangga yang terkonsentrasi di suatu wilayah geografis tertentu.
  2. Warganya mempunyai taraf interaksi sosial yang terintergrasikan.
  3. Adanya rasa kebersamaan, yang tidak perlu didasarkan pada hubungan kekerabatan.
Kesatuan masyarakat setempat lama-kelamaan akan bertambah besar maka frekuensi interaksi antar anggotanya akan semakin berkurang dan menurun, hasilnya menjadi masyarakat secara umum. Sistem sosial itu sendiri merupakan organisme yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung antara satu dan yang lainnya, disebabkan masing-masing mempunyai fungsi dalam satu sistem. Bagian-bagian tersebut merupakan elemen-elemen sosial yang terdiri atas tindakan-tindakan sosial yang dilakukan individu-individu untuk mengadakan interaksi satu dengan lainnya. Dari individu-individu yang berinteraksi dan bersosialisasi, kemudian muncul proses sosial atau hubungan sosial yang terjadi sehingga membentuk struktur sosial yang nantinya bisa dilihat karakteristik masyarakat tersebut.

Masyarakat merupakan sebuah sistem sosial yang di dalamnya terkandung unsur-unsur yang saling berhubungan. Berikut ini dijelaskan unsur-unsur dalam sistem sosial tersebut.

a. Kepercayaan dan Pengetahuan

Unsur kepercayaan dan pengetahuan merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, lantaran sikap anggota dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh hal yang mereka yakini dan hal yang mereka ketahui wacana kebenaran, sistem religi, dan cara-cara penyembahan kepada sang Pencipta Alam Semesta.

b. Perasaan

Perasaan ialah keadaan jiwa insan yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu, yang bila hingga pada tingkat tertentu, harus dikuasai supaya tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan. Perbedaan latar belakang budaya suatu masyarakat akan membedakan keadaan kejiwaan masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial.

c. Tujuan

Sebagai makhluk sosial, dalam setiap tindakannya, insan mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan itu sendiri ialah hasil final atas tindakan dan sikap seseorang yang dicapai melalui perubahan-perubahan atau dengan cara mempertahankan suatu keadaan yang sudah mantap.

d. Kedudukan (status) dan Peran (role)

Kedudukan (status) seseorang dalam masyarakat ditentukan berdasarkan pergaulan, prestasi, hak, dan kewajiban dalam interaksinya dengan orang lain. Di dalam setiap sistem sosial dijumpai majemuk kedudukan, baik yang diperoleh secara turun-temurun, perjuangan sendiri, maupun kedudukan yang diberikan sebagai penghargaan dari lingkungan. Adapun kiprah (role) ialah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan kedudukannya. Kedudukan memilih sesuatu yang harus diperbuatnya bagi masyarakat dan tidak harus mempunyai hierarki.

e. Kaidah atau Norma

Norma ialah pemikiran wacana sikap yang diharapkan atau pantas berdasarkan kelompok atau masyarakat. Kadang-kadang bisa juga disebut peraturan sosial. Norma-norma sosial merupakan patokan tingkah laris yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan insan dalam sistem sosial. Norma-norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata-pranata sosial yang menyusun sistem itu sendiri.

f. Kekuasaan

Kekuasaan ialah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak-pihak lain. Seseorang yang mempunyai kekuasaan biasanya diikuti oleh wewenang apabila kekuasaannya tersebut mendapatkan dukungan dan diakui oleh masyarakat.

g. Sanksi

Sanksi ialah suatu bentuk imbalan atau jawaban yang diberikan terhadap seseorang atas perilakunya. Sanksi sanggup berupa hadiah (reward) dan sanggup pula berupa eksekusi (punishment). Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laris para masyarakat supaya sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Setiap masyarakat akan menerapkan hukuman kepada anggotanya, baik yang positif maupun hukuman yang negatif. Akan tetapi, wujud dan tingkatan hukuman yang diberikan sangat bergantung pada peradaban masyarakat tersebut.

h. Fasilitas

Fasilitas (sarana) ialah semua bentuk cara, metode, benda-benda yang dipakai insan untuk membuat tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian, fasilitas di sini sama dengan sumber daya material atau kebendaan dan sumber daya immaterial berupa wangsit atau gagasan.

Apakah yang dimaksud dengan konsep struktur sosial dalam realitas sosial budaya? Struktur sosial ialah suatu rangkaian yang kompleks dari relasi-relasi sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat. Di dalamnya terdapat unsur-unsur sosial yang tersusun secara teratur guna membentuk suatu kesatuan yang sistematik.

Dasar yang penting dalam struktur sosial ialah relasi-relasi sosial untuk membantu pemahaman wacana tingkah laris insan dalam kehidupan sosial. Apabila hubungan atau hubungan sosial tidak dilakukan, masyarakat itu tidak berwujud lagi.

Bagaimana bekerjsama unsur-unsur sosial itu terbentuk, berkembang, dan dipelajari oleh individu dalam masyarakat? Semua itu sanggup dilakukan melalui proses-proses sosial. Proses sosial itu sendiri ialah hubungan timbal-balik antara bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat dan memahami norma-norma yang berlaku. Konsep struktur sosial juga sanggup dilihat dari segi status, peranan, nilai-nilai, norma, dan institusi sosial dalam suatu sistem relasi.

3.2. Organisasi Sosial


Negara dan bangsa merupakan salah satu contoh bentuk kelompok sosial yang mempunyai jumlah anggota terbesar. Kelompok sosial atau organisasi sosial merupakan pokok perhatian utama sosiologi pandai balig cukup akal ini. Setiap individu ialah anggota masyarakat dalam suatu organisasi sosial. Organisasi sosial ialah cara-cara sikap anggota masyarakat yang terorganisasi secara sosial. Dalam organisasi sosial terdapat tindakan yang saling terkait dan tertata melalui acara sosial, susunan kerja suatu masyarakat, dan aspek kolaborasi yang menggerakkan tingkah laris para individu pada tujuan sosial dan ekonomi tertentu. Dengan demikian, dalam organisasi sosial terdapat unsur-unsur, mirip kelompok dan perkumpulan, lembaga-lembaga sosial, peranan-peranan, dan kelas-kelas sosial.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa kelompok merupakan himpunan dari beberapa orang individu yang satu sama lain saling bekerjasama secara teratur, saling memperhatikan, dan secara sadar adanya manfaat bersama. Sebagai ciri yang fundamental dari kelompok yaitu dengan adanya sesuatu hal yang dianggap milik bersama. Kenyataannya dalam kehidupan masyarakat, kita sanggup menemukan majemuk jenis kelompok sosial, mulai dari keluarga, masyarakat desa, masyarakat kota, hingga bangsa dan lainnya.

Dalam organisasi sosial atau kelompok sosial, juga dikenal adanya forum sosial. Di dalam sosiologi yang dimaksud dengan forum sosial (institusi sosial) ialah suatu sistem yang memperlihatkan bahwa peranan sosial dan norma-norma saling berkaitan yang telah disusun guna mencapai suatu tujuan atau kegiatan dan oleh masyarakat dianggap penting. Jadi, forum ialah proses-proses yang tersusun untuk melaksanakan aneka macam kegiatan tertentu, contohnya forum agama. Lembaga agama tersebut bukan sekelompok orang, melainkan suatu sistem gagasan, kepercayaan, praktik, dan hubungan. Lembaga sekolah bukan sekelompok siswa, melainkan mendidik para anggota suatu kelompok dan melestarikan warisan budaya dalam kehidupan
suatu masyarakat. Lembaga perkawinan berfungsi kontrol terhadap pola hubungan sek dan melahirkan generasi baru.

3.3. Dinamika Sosial


Secara umum, tidak ada masyarakat yang bersifat statis (tetap). Dihadapkan pada salah satu kebutuhan primer saja, contohnya kebutuhan untuk makan, maka insan harus bekerja. Dinamika sosial merupakan telaah terhadap adanya perubahan-perubahan dalam realitas sosial yang saling bekerjasama satu dengan lainnya. Beberapa konsep yang bekerjasama dengan dinamika sosial ialah sebagai berikut.

a. Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial atau gerak sosial didefinisikan sebagai perpindahan orang atau kelompok dari strata sosial ke strata yang lain dan dari satu lapisan ke lapisan sosial lain. Dengan kata lain, seseorang mengalami perubahan kedudukan (status) sosial dari suatu lapisan ke lapisan lain, baik menjadi lebih tinggi atau menjadi lebih rendah dari sebelumnya atau hanya berpindah kiprah tanpa mengalami perubahan kedudukan. Dengan demikian, perpindahan ini mempunyai dua arah, yaitu ke arah atas (upward mobility) dan ke arah bawah (downward mobility).

b. Penyimpangan Sosial

Baik dalam proses maupun hasil dari perubahan, tidak selamanya sesuai dengan hal yang diinginkan masyarakat atau terjadi penyimpangan. Penyimpangan sosial merupakan sikap yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.

c. Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial atau disebut pula “pengawasan sosial” yaitu segenap cara dan proses yang ditempuh oleh masyarakat sehingga para anggotanya sanggup bertindak sesuai dengan cita-cita masyarakat itu sendiri. Sikap dan sikap tiap individu bisa diselaraskan dengan sikap sosial atau akad yang ada dalam masyarakat.

Negara atau bangsa sudah niscaya mempunyai kebijakan atau aturan. Aturan tersebut dibuat oleh institusi yang berwenang. Institusi yang berwenang ialah Pemerintah. Pemerintahan terdiri atas Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif. Ketiga elemen ini yang menjadi sumber utama bergeraknya suatu roda bangsa. Jika salah satu saja dari ketiga elemen ini rusak, rusaklah seluruh bangsa. Bayangkan bila ketiga institusi ini rusak, sangatlah tidak berkhasiat adanya pemerintahan dalam suatu bangsa atau negara.

3.4. Konsep Perubahan Sosial


Semua konsep yang kita perlukan apabila kita ingin menganalisis proses-proses dinamika serta perubahan masyarakat dan kebudayaan antara lain internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation), difusi (diffusion), akulturasi (acculturation), asimilasi (assimilation), pembaruan atau penemuan (inovation), dan penemuan gres (discovery atau invention).

a. Internalisasi, ialah proses panjang semenjak seorang individu dilahirkan hingga ia hampir meninggal. Dalam proses ini, ia berguru menanamkan segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang diharapkan selama hidup dalam kepribadiannya.
b. Sosialisasi, adalah proses seorang individu dari masa belum dewasa hingga masa tuanya untuk mempelajari pola-pola tindakan dan berinteraksi dengan aneka macam macam individu di sekelilingnya, dalam menempati posisi dan peranan sosial di masyarakat.
c. Enkulturasi, adalah proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini sudah dimulai semenjak kecil di dalam lingkungan keluarga dan sahabat sepermainan atau di sekolah. Seringkali ia berguru dengan menjiplak aneka macam tindakan, kemudian dari tindakan tersebut diinternalisasikan dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru, tindakannya menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
d. Difusi, adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dan sejarah ke seluruh dunia bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok insan di muka bumi.
e. Akulturasi, adalah proses sosial yang timbul apabila bertemu suatu kebudayaan tertentu dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan aneh sehingga unsur-unsur kebudayaan aneh itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa mengakibatkan hilangnya kepribadian budaya tersebut.
f. Asimilasi, adalah proses perpaduan dua kebudayaan. Proses ini sanggup terjadi apabila ada hal-hal seperti:
  1. golongan-golongan insan dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda;
  2. saling bergaul pribadi secara intensif untuk waktu yang lama;
  3. kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
g. Inovasi atau penemuan, adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan gres dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi gres yang semua akan mengakibatkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk yang baru. Inovasi biasanya berkaitan dengan pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi.

D. Hubungan Masyarakat dan Lingkungan


Sosiologi mempelajari pola-pola hubungan dalam masyarakat dan lingkungannya serta mencari pengertian-pengertian umum secara rasional dan empiris. Oleh lantaran itu, sosiologi umumnya mempelajari gejala-gejala (fenomena) masyarakat yang normal atau teratur dalam lingkungannya. Akan tetapi, tidak selamanya keadaan gejala-gejala menjadi normal mirip yang dikehendaki masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala sosial yang tidak sesuai antara hal yang diinginkan dengan hal yang telah terjadi dinamakan masalah
sosial. Sebagai kumpulan makhluk yang dinamis, kita akan senantiasa menemukan masalah-masalah sosial di dalam masyarakat.

Di lingkungan masyarakat Indonesia banyak dijumpai masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terus-menerus. Akibatnya, terjadi kerusakan atau keretakan organisasi sosial (disorganisasi) di masyarakat. Dalam menghadapi hal ini diharapkan suatu perencanaan sosial untuk mengatasinya. Untuk itu, lebih dahulu harus dipelajari secara mendalam realitas sosial yang sedang dihadapi masyarakat dengan melaksanakan perencanaan sosial.

4.1. Masalah Sosial


Sebuah duduk kasus sosial sesungguhnya merupakan akhir dari interaksi sosial antar individu, antara individu dan kelompok, atau antara suatu kelompok dan kelompok lain. Dalam keadaan normal terdapat integrasi (keterpaduan) serta keadaan yang sesuai pada hubungan antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila antar unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan, hubungan-hubungan sosial akan terganggu sehingga memungkinkan terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.

Ada banyak faktor yang menjadi sumber duduk kasus sosial di dalam masyarakat dan lingkungannya, antara lain ialah faktor ekonomis, biologis, psikologis, dan kebudayaan setempat. Semua faktor tersebut memunculkan kekurangan-kekurangan dalam diri insan atau kelompok sosial. Setiap kelompok masyarakat mempunyai norma sendiri yang menjadi ukuran kesejahteraan, kesehatan, serta penyesuaian diri, baik individu maupun kelompok. Soerjono Soekanto membedakan duduk kasus sosial menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
  1. Masalah sosial lantaran faktor ekonomis, contohnya kemiskinan, dan pengangguran.
  2. Masalah sosial lantaran faktor biologis, contohnya penyakit menular.
  3. Masalah sosial lantaran faktor psikologis, contohnya goncangan jiwa (gila).
  4. Masalah sosial lantaran faktor kebudayaan, contohnya kenakalan remaja, atau konflik ras.
Penyebab lain yang memunculkan duduk kasus sosial di antaranya:
  1. kepincangan warisan fisik yang diakibatkan oleh pengurangan atau pembatasan-pembatasan sumber daya alam;
  2. warisan sosial, contohnya pertumbuhan dan berkurangnya penduduk, pembatasan kelahiran, migrasi, angka cita-cita hidup, kualitas hidup, pengangguran, depresi, pendidikan, politik, dan supremasi hukum;
  3. kebijakan pemerintah, contohnya perencanaan ekonomi, dan perencanaan sosial.

2.2. Kriteria Masalah Sosial


Para sosiolog telah menyusun ukuran-ukuran atau kriteria yang termasuk ke dalam duduk kasus sosial sebagai berikut.

a. Kriteria Utama

Unsur utama dari duduk kasus sosial ialah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dan kondisi nyata kehidupan di masyarakat. Artinya, adanya ketidakcocokan antara anggapan-anggapan masyarakat wacana sesuatu yang seharusnya terjadi dengan yang telah terjadi dalam kenyataan pergaulan hidup.

Tingkat perbedaan tersebut berbeda-beda bagi setiap masyarakat, dan bergantung pada nilai-nilai yang mereka anut bersama. Jadi, agak sukar untuk memilih apakah suatu ketidakcocokan itu merupakan duduk kasus sosial atau bukan, alasannya ialah masyarakat akan menilainya berdasarkan kebiasaan nilai dan norma yang mereka anut.

b. Sumber Masalah Sosial

Masalah-masalah sosial tidak hanya muncul dari kondisi sosial atau proses sosial yang berlangsung di masyarakat, tetapi juga berasal dari tragedi alam, contohnya gempa bumi, kemarau panjang, atau banjir. Memang sanggup dimengerti bahwa kegagalan panen bukanlah duduk kasus sosial akhir kemarau panjang, tetapi akhir jangka panjang mirip kemiskinan dan kelaparan tentu akan menjadi duduk kasus sosial. Dalam hal ini, sosiolog akan tertantang untuk menelaah atau mempelajari lebih jauh hal yang mengakibatkan kemiskinan di suatu daerah, apakah ada faktor-faktor lainnya selain kegagalan panen tersebut.

c. Penetapan Masalah Sosial

Pada masyarakat manapun mustahil setiap anggota memilih sendiri nilai-nilai sosial untuk kemudian dilebur menjadi satu pendapat. Hal ini disebabkan setiap individu sesuai dengan kedudukannya dan peranannya di dalam masyarakat mempunyai nilai dan kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda. Untuk itu, sangat masuk akal bila sekelompok kecil individu yang mempunyai kekuasaan dan wewenang lebih besar daripada orang lain, memilih apakah sesuatu dianggap duduk kasus sosial atau bukan.

4.3. Masalah Sosial Penting


Terdapat beberapa duduk kasus sosial penting yang muncul lantaran hubungan antara insan atau masyarakat dan lingkungannya. Beberapa duduk kasus sosial ini merupakan kajian dalam sosiologi, mirip berikut ini.

a. Kemiskinan

Dewasa ini, perbedaan kedudukan ekonomi masyarakat ditentukan secara terperinci lantaran berkembangnya nilai-nilai sosial gres wacana kedudukan yang berkenaan dengan pemilikan benda-benda bernilai ekonomi. Nilai-nilai gres ini berkembang semenjak dimulainya perdagangan ke seluruh dunia, nilai-nilai yang berkembang di masyarakat lain cenderung diakui pula sebagai nilai oleh suatu masyarakat, terutama apabila berasal dari kelompok masyarakat yang tingkat peradabannya diyakini lebih tinggi daripada masyarakat setempat. Oleh alasannya ialah itu, tingkat kepemilikan harta menjadikan duduk kasus sosial baru, yaitu kemiskinan.

Kemiskinan ialah suatu keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak bisa memanfaatkan tenaga mental ataupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Pada masyarakat yang bersahaja, kemiskinan identik dengan kesulitan memenuhi kebutuhan primer (sandang dan pangan). Inilah yang mengakibatkan kemiskinan menjadi duduk kasus sosial. Kemiskinan mengakibatkan orang-orang tidak sanggup memperoleh pendidikan yang layak sehingga kualitas hidupnya rendah. Selain itu, kemiskinan mengakibatkan orang-orang melaksanakan tindakan yang melanggar norma dan nilai, contohnya mencuri, melacur, atau korupsi. Ini semua disebabkan kurang berfungsinya lembaga-lembaga ekonomi sehingga taraf kehidupan irit masyarakat tidak sanggup diangkat ke taraf yang lebih baik.

b. Kejahatan

Kondisi-kondisi dan proses-proses sosial menghasilkan aneka macam sikap sosial di masyarakat, termasuk sikap kejahatan. Kejahatan dianggap sebagai duduk kasus sosial alasannya ialah sanggup merugikan anggota masyarakat lainnya. Kejahatan terbentuk melalui proses imitasi, pelaksanaan kiprah sosial, diferensiasi, kompensasi, identifikasi dan kekecewaan yang agresif. Perilaku jahat itu dipelajari melalui pergaulan yang dekat dengan pelaku kejahatan sebelumnya, ditambah efek media komunikasi, mirip buku, koran, radio, dan film yang juga mendorong orang untuk berperilaku jahat atau sebaliknya menjauhinya.

c. Peperangan

Peperangan dipandang sebagai bentuk kontradiksi yang dahsyat sehingga merugikan dan menjadikan disorganisasi, baik di pihak yang menang maupun di pihak yang kalah. Peperangan sanggup dipandang sebagai forum kemasyarakatan alasannya ialah sehabis peperangan biasanya diikuti dengan fasilitas yang melahirkan bentuk-bentuk kolaborasi gres antarnegara atau masyarakat yang terlibat konflik.

d. Masalah Kependudukan

Penduduk merupakan sumber daya bagi keberadaan suatu negara. Negara yang penduduknya banyak berarti mempunyai sumber daya yang besar untuk membangun. Akan tetapi, bila jumlah banyak tersebut tidak diimbangi dengan kualitas yang baik tentu akan menjadi beban atau duduk kasus dalam meningkatkan taraf ekonominya. Selain itu, pertumbuhan yang cepat dan persebaran yang tidak merata juga sanggup menjadi duduk kasus sosial.

Terdapat pula jenis permasalahan sosial yang muncul dalam konteks lingkungan masyarakat dan cakupan yang berbeda, di antaranya:

1. Disorganisasi Keluarga

Keluarga ialah unit kelompok terkecil di dalam masyarakat sehingga segala permasalahan yang terjadi dalam keluarga akan memengaruhi masyarakat secara umum. Sebaliknya, keharmonisan hubungan dalam keluarga akan menjadi modal terbentuknya suatu masyarakat yang stabil. Namun, disorganisasi (keretakan) keluarga sebagai unit terkecil di tengah-tengah masyarakat sulit dihindari lantaran anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan peranan sosialnya. 

Adapun bentuk-bentuk keretakan keluarga (broken home) tersebut, di antaranya ialah sebagai berikut.
  1. Keluarga yang tidak lengkap muncul akhir dari hubungan di luar nikah. Misalnya, anak tanpa ayah, anak tidak mengetahui ayahnya, atau istri tanpa suami. Dengan demikian, dalam hal ini ayah kandung gagal dalam mengisi kiprah sosialnya, begitu pula keluarga pihak ayah dan ibu anak yang bersangkutan.
  2. Keluarga yang mengalami pisah ranjang atau perceraian.
  3. Buruknya komunikasi di dalam keluarga.
  4. Hilangnya pimpinan rumah tangga atau orang yang berkedudukan sebagai pimpinan lantaran meninggal, dihukum, atau bertugas ke luar kota dalam jangka waktu lama.
  5. Terganggunya keseimbangan jiwa (gila) salah satu anggota keluarga, terutama bila menimpa ayah dan ibu.
2. Masalah Remaja

Di dalam masyarakat modern sekalipun, selalu dijumpai kontradiksi antara cowok dan orang tua. Pemuda umumnya merasa telah pandai balig cukup akal secara fisik (biologis). Akan tetapi, para orang bau tanah selalu menganggap mereka belum pandai balig cukup akal sehingga dihentikan memikul peran-peran orang dewasa. Hal ini sanggup dimengerti alasannya ialah banyak kiprah yang tidak hanya memerlukan syarat kematangan fisik (usia), tetapi juga memerlukan syarat pengalaman pendidikan, dan keahlian tertentu.

Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa labil/transisi lantaran pada periode itu seseorang meninggalkan tahap kehidupan belum dewasa menuju tahap kedewasaan. Pada masa ini, remaja dianggap sedang mencari jati diri dengan mencoba hal-hal baru. Dengan demikian, kiprah serta orangtua dan institusi pendidikan menjadi faktor pendorong terbentuknya kepribadian remaja. Metode pendidikan yang sempurna diharapkan bisa mencetak remaja-remaja yang berkepribadian baik.

3. Pelanggaran terhadap Norma

Pelanggaran terhadap norma sanggup dimengerti melalui dua contoh, yaitu pelacuran dan penyimpangan seksual.

  1. Pelacuran ialah suatu pekerjaan mengalah kan diri secara fisik kepada umum untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan seksual dengan mengharapkan imbalan uang/harta benda. Pelacuran merupakan warisan dari masyarakat usang alasannya ialah kegiatan melanggar norma ini telah terjadi semenjak ribuan tahun yang lalu.
  2. Penyimpangan seksual ialah satu tindakan/hasrat seksual yang dilampiaskan dengan cara-cara paksaan, kekerasan, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai. Bentuk penyimpangan ini mirip pencabulan yang dilakukan orang pandai balig cukup akal terhadap anak (ayah terhadap anak perempuannya atau paman terhadap keponakannya).
Contoh Soal (SPMB 2003) :

Untuk menanggulangi kemiskinan, pemerintah melaksanakan jadwal “Raskin” (beras untuk keluarga miskin), tetapi belum juga berhasil menghilangkan kemiskinan lantaran ....

a. sering terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap pertolongan tersebut
b. sikap masyarakat tidak tahu berterima kasih
c. sikap ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah
d. penggunaan pertolongan yang kurang tepat
e. jumlah pertolongan yang diberikan kurang memadai

Jawaban: a

Kemiskinan muncul di seluruh bidang kehidupan. Miskin materi, atau ketidakmampuan di bidang ekonomi menjadi faktor utama yang mengakibatkan miskinnya faktor dalam diri manusia. Karena miskin material, insan menjadi miskin moral. Hal ini yang mengakibatkan banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan.

Rangkuman :
  1. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari insan dalam kehidupan bermasyarakat.
  2. Objek sosiologi ialah masyarakat dilihat dari sudut hubungan antar insan dan proses yang timbul akibat
  3. dari hubungan tersebut.
  4. Tujuan sosiologi ialah meningkatkan daya atau kemampuan insan dalam mengikuti keadaan dengan lingkungan hidupnya. Melalui pengembangan pengetahuan mengenai gejala-gejala kemasyarakatan yang sanggup dimanfaatkan secara efektif, diupayakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial (problem solving).
  5. Sosiologi mempunyai cara kerja atau metode yang terbagi atas dua jenis, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
  6. Sosiologi mempelajari pola-pola hubungan dalam masyarakat dan lingkungannya serta mencari pengertian-pengertian umum secara rasional dan empiris.
  7. Realitas sosial budaya ialah isi dasar sosiologi, yaitu kenyataan kehidupan sosial mirip adanya masyarakat, kelompok, dan para individu.
  8. Ada banyak faktor yang menjadi sumber duduk kasus sosial di dalam masyarakat dan lingkungannya, antara lain ialah faktor ekonomis, biologis, psikologis, dan kebudayaan setempat.
Anda kini sudah mengetahui Sosiologi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Waluya, B. 2009. Sosiologi 1 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 138.

Pintar Pelajaran Pengertian Nilai Dan Norma Sosial Di Masyarakat, Macam-Macam, Ciri-Ciri, Klasifikasi, Contoh, Fungsi, Jenis-Jenis, Sosiologi

Pengertian Nilai Sosial dan Norma Sosial di Masyarakat, Macam-macam, Ciri-ciri, Klasifikasi, Contoh, Fungsi, Jenis-jenis, Sosiologi - Setiap masyarakat akan menjunjung tinggi nilai dan norma yang berlaku dan yang telah disepakati bersama. Nilai dan norma menjadi suatu hal yang menempel di dalam masyarakat secara turun temurun, serta dianggap sebagai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Nilai yaitu suatu bentuk abnormal dari hal-hal yang bersifat ideal dan disepakati bersama dalam masyarakat. Norma lebih bersifat aturan umum yang ada di masyarakat. Antara nilai dan norma tersebut terwujud dalam kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu.

Nilai yaitu sesuatu yang dianggap tinggi dan menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai sosial yaitu hasil dari anggapan-anggapan masyarakat terhadap sikap individu.

Dalam penggalan ini Anda akan mempelajari konsep-konsep nilai dan norma sosial. Jika dianalogikan, nilai yaitu aroma yang muncul dari harumnya bunga, sedangkan norma diibaratkan sebagai cara kita menumbuhkan bunga tersebut, memelihara, dan menjaganya. Dengan demikian, nilai dan norma bergabung menjadi satu dalam sebuah kebudayaan yang ada di masyarakat. Kebudayaan mempunyai aneka macam macam unsur di dalamnya, termasuk nilai dan norma tersebut.

A. Nilai dan Nilai Sosial


1.1. Pengertian Nilai dan Nilai Sosial


Apa yang dimaksud dengan nilai? Secara sederhana, nilai merupakan suatu hal yang dianggap baik atau jelek bagi kehidupan. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat. Contohnya, orang menganggap menolong bernilai baik dan mencuri bernilai buruk. Adapun nilai sosial yaitu penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang terbukti mempunyai daya guna fungsional bagi kehidupan bersama. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laris dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap penghargaan akan berbeda, bergantung pada besar atau kecilnya fungsi seseorang, contohnya presiden mendapat nilai sosial yang lebih luas dibandingkan dengan bupati lantaran fungsi presiden lebih luas dibandingkan dengan bupati. Pesawat terbang akan mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan bus atau kereta api lantaran fungsinya yang memperlihatkan ketepatan waktu dan jasa pelayanannya. Demikian juga untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, harus melalui proses menimbang. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Akibatnya, antara masyarakat yang satu dan yang lain terdapat perbedaan tata nilai.

Masyarakat perkotaan umumnya lebih menyukai nilai persaingan, lantaran dalam persaingan akan muncul pembaruan-pembaruan. Pada masyarakat pedesaan atau masyarakat tradisional, persaingan cenderung dihindari lantaran dalam persaingan sanggup mengganggu keharmonisan dan tradisi yang sifatnya turun-temurun.

Nilai sosial sanggup pula berupa gagasan dari pengalaman yang berarti ataupun tidak, bergantung pada penafsiran setiap individu atau masyarakat yang memperlihatkan atau menerimanya. Pengalaman baik akan menghasilkan nilai positif sehingga nilai yang bersangkutan dijadikan pegangan, mirip menepati janji, sempurna waktu, dan disiplin.

Adapun pengalaman jelek akan menghasilkan nilai negatif sehingga nilai yang demikian akan dihindari. Misalnya, seseorang mengalami pengalaman buruk, lantaran dibohongi orang lain, akan menghindari orang tersebut. Hal ini disebabkan oleh pengalaman negatif akan menghasilkan nilai negatif. Dengan demikian, nilai akan menjadi kaidah yang mengatur kepentingan hidup pribadi ataupun kepentingan hidup bersama sehingga nilai sanggup dijadikan etika.

1.2. Klasifikasi atau Macam-macam Nilai

  1. Nilai Sosial yaitu sesuatu yang sudah menempel di masyarakat yang berafiliasi dengan sikap dan tindakan manusia. Contohnya, setiap tindakan dan sikap individu di masyarakat, selalu mendapat perhatian dan aneka macam macam penilaian.
  2. Nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur kebijaksanaan insan (rasio, budi, dan cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak sebagai suatu hal yang kodrati. Tuhan memperlihatkan nilai kebenaran melalui kebijaksanaan pikiran manusia. Contohnya, seorang hakim yang bertugas memberi sangsi kepada orang yang diadili.
  3. Nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada unsur rasa insan (estetika). Keindahan bersifat universal. Semua orang memerlukan keindahan. Namun, setiap orang berbeda-beda dalam menilai sebuah keindahan. Contohnya, sebuah karya seni tari merupakan suatu keindahan. Akan tetapi, tarian yang berasal dari suatu tempat dengan tempat lainnya mempunyai keindahan yang berbeda, bergantung pada perasaan orang yang memandangnya.
  4. Nilai kebaikan atau nilai moral adalah nilai yang bersumber pada kehendak atau kemauan (karsa, etik). Dengan moral, insan sanggup bergaul dengan baik antar sesamanya. Contohnya, berbicara dengan orang yang lebih bau tanah dengan tutur bahasa yang halus, merupakan etika yang tinggi nilainya.
  5. Nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada hidayah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Melalui nilai religius, insan mendapat petunjuk dari Tuhan wacana cara menjalani kehidupan. Contohnya, untuk sanggup berafiliasi dengan Tuhan, seseorang harus beribadah berdasarkan agamanya masing-masing. Semua agama menjunjung tinggi nilai religius. Namun, tata caranya berbeda-beda. Hal ini lantaran setiap agama mempunyai keyakinan yang berbeda-beda.
Nilai-nilai tersebut menjadi kaidah atau patokan bagi insan dalam melaksanakan tindakannya. Misalnya, untuk menentukan masakan yang baik bagi kesehatan tubuh, kita harus berdasar pada nilai gizi dan higienis dari kuman. Namun, ada nilai lain yang masih harus dipertimbangkan mirip halal tidaknya suatu masakan tertentu. Dengan demikian, nilai berperan dalam kehidupan sosial sehari-hari, sehingga sanggup mengatur pola sikap insan dalam kehidupan bermasyarakat.

1.3. Ciri-Ciri Nilai Sosial


Sesuai dengan keberadaannya, nilai-nilai sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
  1. Hasil dari proses interaksi antar insan secara intensif dan bukan bawaan semenjak lahir. Contohnya, seorang anak yang bisa mendapatkan “nilai” menghargai waktu lantaran didikan orangtuanya yang mengajarkan disiplin semenjak kecil.
  2. Ditransformasikan melalui proses berguru meliputi sosialisasi, akulturasi, dan difusi. Contohnya, nilai “menghargai kerja sama” dipelajari anak dari sosialisasi dengan teman-teman sekolahnya.
  3. Berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Contohnya, nilai memelihara ketertiban lingkungan menjadi ukuran tertib tidaknya seseorang, sekaligus menjadi aturan yang wajib diikuti.
  4. Berbeda-beda pada tiap kelompok insan atau bervariasi antara kebudayaan yang satu dan yang lain. Contohnya, di negara-negara maju manusianya sangat menghargai waktu, keterlambatan sulit ditoleransi. Sebaliknya di Indonesia, keterlambatan dalam jangka waktu tertentu masih sanggup dimaklumi.
  5. Setiap nilai mempunyai efek yang berbeda-beda bagi tindakan manusia. Contohnya, nilai mengutamakan uang di atas segalanya menciptakan orang berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, kalau nilai kebahagiaan dipandang lebih penting daripada uang, orang akan lebih mengutamakan hubungan baik dengan sesama.
  6. Mempengaruhi perkembangan kepribadian individu sebagai anggota masyarakat, baik positif maupun negatif. Contohnya, nilai yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi akan melahirkan individu yang egois. Adapun nilai yang lebih mengutamakan kepentingan bersama akan menciptakan individu tersebut lebih peka secara sosial.
Dari ciri-ciri tersebut, nilai merupakan suatu kebutuhan insan yang dipakai untuk pedoman hidup wacana suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan atau suatu perbuatan yang seharusnya dihindari. Pengalaman seseorang akan menjadi sebuah nilai yang sanggup bersifat positif dan negatif bagi dirinya.

Berdasarkan ciri-ciri nilai tersebut, nilai sosial sanggup diklasifikasikan lagi menjadi nilai mayoritas dan nilai yang mendarah daging (internalized value). Adapun pengertian dari nilai mayoritas yaitu nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai-nilai lainnya. 

Suatu masyarakat yang menganggap suatu nilai mayoritas atau tidak, didasarkan pada aneka macam pertimbangan, yaitu sebagai berikut.
  1. Banyaknya orang yang menganut suatu nilai. Contohnya di zaman reformasi dikala ini, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki adanya perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, mirip ekonomi, politik, hukum, dan sosial.
  2. Masyarakat telah memegang nilai tersebut dalam waktu yang lama. Contohnya, semenjak dulu masyarakat Yogyakarta melaksanakan tradisi “sekatenan” untuk memperingati maulid Nabi Muhammad saw.
  3. Tinggi rendahnya perjuangan orang untuk melaksanakan suatu nilai. Contohnya, “pulang kampung” sudah menjadi tradisi masyarakat di Indonesia dikala menjelang hari lebaran dan natal.
  4. Adanya pujian dari orang yang melaksanakan suatu nilai. Contohnya mempunyai kendaraan beroda empat glamor sanggup memperlihatkan pujian tersendiri.
Adapun “nilai yang mendarah daging” yaitu nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai demikian telah tersosialisasi dan terbentuk semenjak kecil. Jika nilai ini tidak dilakukan, akan muncul rasa aib atau rasa bersalah. Contohnya, seorang siswa yang mempunyai kebiasaan rajin berguru akan merasa aib dan bersalah apabila beliau gagal dalam mengikuti ujian. Berbeda halnya dengan siswa yang malas, beliau tidak akan aib atau merasa bersalah kalau gagal ujian.

1.4. Fungsi Nilai


Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku, dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Kehidupan bersama di masyarakat memerlukan pengertian yang harus diperhatikan, yaitu pembentukan pribadi insan sebagai warga masyarakat. Dengan demikian kemajuan masyarakat dan perkembangan sosial budaya sanggup tercapai. Dari ketiga hal tersebut, ditetapkan fungsi nilai sosial sebagai berikut.

a. Sebagai Faktor Pendorong

Tinggi rendahnya individu dan satuan insan dalam masyarakat bergantung pada tinggi rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini merupakan keinginan untuk menjadi insan yang berbudi luhur dan beradab sehingga nilai sosial ini mempunyai daya perangsang sebagai pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.

b. Sebagai Petunjuk Arah

Nilai sosial memperlihatkan keinginan masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah tergambar dalam teladan berikut ini.
  1. Cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Setiap pendatang gres harus sanggup mengikuti keadaan dan menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat yang didatanginya biar tidak tercela, yang mengakibatkan pandangan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap dirinya. Dengan demikian, pendatang gres sanggup menghindari hal yang dihentikan atau tidak disenangi masyarakat dan mengikuti pola pikir serta pola tindakan yang diinginkan.
  2. Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya dalam menentukan seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi seseorang sesuai dengan kemampuannya.
  3. Nilai sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
  4. Nilai sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.
c. Sebagai Benteng Perlindungan

Pengertian benteng di sini berarti tempat yang kokoh lantaran nilai sosial merupakan tempat santunan yang besar lengan berkuasa dan kondusif terhadap rongrongan dari luar sehingga masyarakat akan senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya. Misalnya, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai Pancasila.

Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan bahwa Pancasila harus tegak dari setiap perjuangan yang akan meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut sanggup dipatahkan.

B. Norma dan Norma Sosial


Di dalam masyarakat, selain terdapat nilai yang dijadikan landasan sikap dalam melaksanakan tindakan dan perilaku, juga terdapat norma yang dijadikan landasan aturan sebagaimana hukum. Norma menjadi pedoman bagaimana individu seharusnya bertindak, bersikap dan menyesuaikan dengan aturan-aturan yang ada. Aturan-aturan ini muncul secara turun-temurun, dan biasanya akan terus menjadi tradisi dari nenek moyang hingga generasi di bawahnya kalau tidak ada efek yang muncul dari luar. Misalnya, kebudayaan barat yang gencar masuk melalui media massa yang ada sekarang.

Norma sosial yang ada pun sudah bergeser kepada bentuk norma sosial lain yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Pembahasan terhadap norma ini terkesan abstrak, namun hal ini sedikit-sedikit bisa kita pahami kalau kita teliti membaca pembahasan selanjutnya.

Seorang pengendara sepeda bermotor melaju di jalan raya dengan kecepatan tinggi, lebih dari 80 km/jam, dan menerobos lampu merah kemudian dihentikan oleh polisi. Pengendara tersebut ditilang lantaran melampaui batas kecepatan di jalan raya dan melanggar rambu-rambu kemudian lintas. Pelanggaran tersebut pada akibatnya bisa ditebus dengan uang.

Bagaimana balasan Anda terhadap masalah tersebut, deskripsikan.

Mengapa polisi melaksanakan tindakan tersebut? Penyebabnya pengendara tadi membahayakan pengguna jalan lainnya, dan penerobosan lampu merah sanggup menimbulkan ukiran dengan kendaraan lain. Selanjutnya, hal itu merupakan pelanggaran terhadap peraturan kemudian lintas sehingga harus diberikan sanksi.

2.1. Pengertian Norma dan Norma Sosial


Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terdapat aturan atau kaidah yang mengatur kehidupan bersama, baik berupa suatu keharusan, anjuran, maupun larangan. Aturan atau kaidah tersebut sering disebut sebagai norma. Norma merupakan pedoman atau patokan bagi sikap dan tindakan seseorang atau masyarakat yang bersumber pada nilai.

Ada hubungan yang dekat antara nilai dan norma. Norma yang ada dalam masyarakat merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut. Jika nilai yaitu sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan oleh masyarakat, norma merupakan aturan bertindak atau berbuat yang dibenarkan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Jika dianalogikan dengan minum kopi, kenikmatan yang diperoleh dari minum kopi merupakan nilainya. Adapun tindakan mencampurkan kopi dan gula secara proporsional untuk mendapatkan kenikmatan tersebut yaitu normanya.

Dengan kata lain, norma yaitu wujud nyata dari nilai yang merupakan pedoman. Norma berisi suatu keharusan bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku. Norma dianggap positif kalau dianjurkan atau diwajibkan oleh lingkungan sosialnya. Adapun norma dianggap negatif kalau tindakan atau sikap seseorang dihentikan dalam lingkungan sosialnya. Oleh lantaran norma sosial merupakan ukuran untuk berperilaku biar individu sanggup mengikuti keadaan dengan norma yang telah di sepakati, maka diharapkan adanya hukuman bagi individu yang melanggar norma.

Norma merupakan standar atau skala yang terdiri atas aneka macam kategori sikap biar terjadi keteraturan di masyarakat. Norma muncul dan tumbuh sebagai hasil dari proses bermasyarakat. Pada mulanya, norma-norma yang terdapat dalam masyarakat terbentuk secara tidak sengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibentuk dengan sadar dan disengaja. Contohnya, dahulu di dalam perjanjian jual-beli, seorang mediator tidak harus diberi penggalan dari keuntungan, tetapi lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa mediator harus mendapat bagiannya. Bahkan, selanjutnya ditentukan siapa yang harus menanggung pembagian tersebut, penjual atau pembeli.

Contoh lain, contohnya dahulu pinjam meminjam uang didasarkan pada saling percaya, tetapi sehabis terjadinya penyelewengan-penyelewengan maka ditetapkan lah perjanjian secara tertulis sebagai jaminannya.

Unsur pokok norma sosial yaitu tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarakat untuk menjalankan norma yang berlaku. Apabila di masyarakat terdapat suatu aturan, tetapi tidak dikuatkan oleh desakan sosial, aturan tersebut tidak sanggup dikatakan sebagai norma sosial. Oleh lantaran itu, aturan sanggup dikatakan sebagai norma sosial apabila mendapat sifat kemasyarakatan yang dijadikan patokan dalam tindakan atau perilaku. Dengan demikian, kalau dilihat dari kebudayaan yang berlaku di masyarakat, akan terdapat dua arti norma yang memungkinkan. Pertama, disebut norma budaya, yaitu aturan terhadap sikap individu atau kelompok yang diharapkan oleh masyarakat. Kedua, disebut norma statis, yaitu suatu ukuran sikap yang sebetulnya berlaku di masyarakat, baik yang disetujui maupun tidak.

2.2. Kekuatan Norma


Norma-norma yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah kekuatan mengikatnya, ada juga yang kuat. Berkenaan dengan hal tersebut dikenal ada empat pengertian norma, yaitu sebagai berikut.
  1. Cara (usage), yaitu penyimpangan kecil terhadap suatu tindakan, namun tidak akan mendapat eksekusi yang berat, ganjarannya bersifat hanya celaan. Contohnya, orang yang makan dengan bersuara, atau cara makan tanpa sendok dan garpu.
  2. Kebiasaan (folkways), yaitu perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dibandingkan dengan cara. Jika tidak dilakukan sanggup dianggap menyimpang dari kebiasaan umum dalam masyarakat. Contohnya, memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua, mendahulukan orang lansia ketika sedang antre, dan sebagainya.
  3. Tata kelakuan (mores), yaitu kebiasaan yang dianggap tidak hanya sebagai perilaku, tetapi diterima sebagai norma-norma pengatur.
  4. Adat istiadat (custom), yaitu tata kelakuan yang menyatu dengan pola-pola sikap masyarakat dan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih. Jika dilanggar, hukuman keras akan didapatkan dari masyarakat.
Keberadaan norma sangat diharapkan oleh masyarakat dalam hubungan antar anggota masyarakat untuk mendukung atau menolak sikap seseorang. Oleh lantaran itu, setiap pola kelakuan yang telah dijadikan sebagai norma mengandung unsur “pembenaran,” artinya tindakan tersebut sanggup dibenarkan atau diterima oleh banyak orang, dan di luar tindakan tersebut dianggap sebagai kesalahan atau tindakan yang kurang baik. Oleh lantaran itu pula, norma selalu diikuti dengan hukuman berupa eksekusi bagi yang melanggarnya. Sanksi ini diberikan dengan tujuan biar orang mematuhinya dan bersamaan dengan itu terjadi perubahan tingkah laris pada orang tersebut. Dengan cara demikian, kehidupan masyarakat sanggup berlangsung tertib dan kondusif sesuai yang diharapkan.

2.3. Klasifikasi atau Macam-macam Norma


Dalam masyarakat dikenal beberapa norma yang mengatur pola sikap setiap individu, yaitu sebagai berikut.

a. Norma tidak tertulis (informal) yaitu norma yang dilakukan masyarakat dan telah melembaga, lambat laun akan berupa peraturan tertulis walaupun sifatnya tidak baku dan bergantung pada kebutuhan dikala itu di masyarakat. Hal ini sanggup juga merupakan adonan dari folkways dan mores, mirip pembentukan keluarga, dan cara membesarkan anak. Dari forum sosial terkecil hingga masyarakat akan mengenal norma perilaku, nilai cita-cita, dan sistem hubungan sosial. Oleh lantaran itu, suatu forum akan mencakup:
  1. seperangkat pola sikap yang telah distandardisasi dengan baik;
  2. serangkaian tata kelakuan, sikap, dan nilai-nilai yang mendukung;
  3. sebuah tradisi, ritual, upacara simbolik dan pakaian adat, serta perlengkapan yang lain.
b. Norma tertulis (formal) yaitu norma yang biasanya dalam bentuk peraturan atau aturan yang telah dibakukan dan berlaku di masyarakat. Norma ini umumnya berafiliasi dengan kepentingan dan ketenteraman warga masyarakat banyak dan lain-lain. Norma tertulis bertujuan mengatur dan menegakkan kehidupan masyarakat biar merasa tenteram dan kondusif dari segala gangguan yang sanggup meresahkannya. Norma ini disebut juga peraturan atau hukum.

Seseorang yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan dan disetujui masyarakat akan dikenakan hukuman sesuai dengan berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, norma tertulis berupa aturan yang berlaku di masyarakat. Norma tersebut sanggup pula berupa peraturan sekolah yang berfungsi untuk mengatur dan menjaga ketertiban di lingkungan sekolah biar proses berguru mengajar sanggup berlangsung dengan baik.

c. Tindakan atau perbuatan yang dilakukan individu atau sekelompok masyarakat berupa perbuatan iseng atau menggandakan tindakan orang lain. Norma ini akan mengaturnya sepanjang perbuatan tersebut tidak menyimpang dari norma masyarakat yang berlaku. Contohnya sebagai berikut.
  1. Individu menggandakan pakaian atau penampilan anggota kelompok musik tertentu yang menjadi idolanya.
  2. Potongan rambut gondrong atau dikuncir.
  3. Hal yang sifatnya berupa peniruan terhadap mode atau fashion yang setiap waktu senantiasa mengalami perubahan (up to date).
Selain berdasarkan pembagian terstruktur mengenai tersebut, ada beberapa norma yang umumnya berlaku dalam kehidupan suatu masyarakat, yaitu sebagai berikut.
  1. Norma kesopanan yaitu norma yang berpangkal pada aturan tingkah laris yang diakui di masyarakat, mirip cara berpakaian, cara bersikap, dan berbicara dalam bergaul. Norma ini bersifat relatif, berarti terdapat perbedaan yang diubahsuaikan dengan tempat, lingkungan, dan waktu. Contohnya, menggunakan pakaian yang minim bagi wanita di tempat umum yaitu tidak sopan, tetapi di kolam renang diharuskan menggunakan pakaian renang yang tentu saja minim.
  2. Norma kesusilaan yaitu norma yang didasarkan pada hati nurani atau watak manusia. Norma ini bersifat universal, yang setiap orang di seluruh dunia mengakui dan menganut norma ini. Akan tetapi, bentuk dan perwujudannya mungkin berbeda. Contohnya, tindakan pembunuhan atau prkosaan tentu banyak ditolak oleh masyarakat di manapun.
  3. Norma agama yaitu norma yang didasarkan pada pedoman atau kepercayaan suatu agama. Norma ini menuntut ketaatan mutlak setiap penganutnya. Contohnya, rukun Islam dan rukun iman dalam agama Islam; menjalankan sepuluh perintah Tuhan dalam agama Katholik dan Protestan; menjalankan Dharma dalam agama Hindu.
  4. Norma aturan yaitu norma yang didasarkan pada perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dengan ketentuan yang sah dan terdapat penegak aturan sebagai pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi. Contohnya, seorang terdakwa yang melaksanakan pembunuhan terpola divonis oleh hakim dengan dikenakan eksekusi minimal 15 tahun penjara.
  5. Norma kebiasaan yaitu norma yang didasarkan pada hasil perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi suatu kebiasaan. Contohnya, pulang kampung di hari raya.
Jika dikaitkan dengan kekuatan mengikatnya, norma kesopanan sanggup dikategorikan ke dalam cara dan kebiasaan. Adapun norma kesusilaan sanggup dikategorikan ke dalam tata kelakuan. Norma aturan tertulis yaitu undang-undang yang dibentuk sengaja oleh forum pembuat undang-undang. Adapun yang tidak tertulis sanggup dikategorikan ke dalam adat istiadat. Di antara kelima norma tersebut yang paling tegas sanksinya yaitu pelanggaran terhadap norma hukum. Untuk hal ini, negara sanggup memaksakan berupa eksekusi pidana atau penjara.

Pada dasarnya, setiap anggota masyarakat mengetahui, mengerti, menghargai, dan menginginkan keberadaan norma yang mengatur pola sikap dalam masyarakat demi terciptanya kehidupan yang tertib dan aman. Namun, dalam pelaksanaannya selalu ada penyimpangan-penyimpangan dengan aneka macam alasan. Oleh lantaran itu, norma harus selalu di sosialisasi kan sehingga tumbuh kesadaran bersama dari seluruh anggota masyarakat untuk menaati norma tersebut.

2.4. Fungsi Norma dan Norma Sosial


Norma yang ada dalam masyarakat intinya yaitu untuk mengatur, mengendalikan, memberi arah, memberi hukuman dan ganjaran terhadap tingkah laris masyarakat. Setiap masyarakat selalu mempunyai aturan yang mengatur kehidupan biar tertib sosial. Untuk itu, diharapkan adanya nilai dan norma sosial. Pada dasarnya, masyarakat mengharapkan dan memaksa anggotanya untuk mengikuti norma sosial yang ada.

Pelaksanaan nilai dan norma akan selalu dilakukan semenjak anak masih kecil. Pada dikala pertama kali anak bersosialisasi dengan orangtuanya, mereka akan diajarkan untuk mengikuti perintah orangtuanya, mirip harus membantu orangtua, tidak boleh berbohong, dan berbuat baik kepada orang lain.

Contoh Soal (UMPTN 1996) :

Perilaku penyimpangan yaitu tindakan pelanggaran individu/ kelompok terhadap ... masyarakat.

a. nilai
b. hukum
c. sistem
d. kaidah
e. struktur

Jawaban: a

Perbuatan menyimpang dianggap sebagai tindakan yang keluar dari nilai-nilai sosial, lantaran nilai merupakan sesuatu yang dijadikan landasan dalam bersikap dan bertingkah laris di masyarakat.

Rangkuman :

a. Nilai merupakan hal yang dianggap baik atau jelek bagi kehidupan bermasyarakat.
b. Nilai sosial yaitu penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang terbukti mempunyai daya guna fungsional bagi kehidupan bersama.
c. Fungsi nilai sosial yaitu:
  1. faktor pendorong,
  2. petunjuk arah,
  3. bentuk perlindungan.
d. Norma merupakan pedoman atau patokan bagi sikap dan tindakan seseorang atau masyarakat yang bersumber pada nilai.
e. Norma yaitu wujud nyata dari nilai yang merupakan pedoman, yaitu berisikan suatu keharusan bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku.
f. Norma masyarakat merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut.
g. Ada beberapa norma yang berlaku dalam kehidupan suatu masyarakat, yaitu norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, norma hukum, dan norma kebiasaan.
h. Norma yang ada dalam masyarakat intinya untuk mengatur, mengendalikan, memberi arah, memberi hukuman dan ganjaran terhadap tingkah laris masyarakat.

Anda kini sudah mengetahui Nilai dan Norma. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Waluya, B. 2009. Sosiologi 1 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 138.