Jika kita dasarkan informasi Tome Pires, maka ketiga Kerajaan Kampar, Indragiri dan Siak senantiasa melaksanakan perdagangan dengan Malaka bahkan memperlihatkan upeti kepada Kerajaan Malaka. Ketiga kerajaan di pesisir Sumatra Timur ini dikuasai Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (wafat 1477). Bahkan pada masa pemerintahan putranya, Sultan Ala’uddin Ri’ayat Syah (wafat 1488) banyak pulau di Selat Malaka (orang laut) termasuk Lingga-Riau, masuk kekuasaan Kerajaan Malaka.
Kerajaan Siak
Kerajaan Siak merupakan kerajaan melayu Islam yang terletak di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada masa ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Kerajaan Siak menghasilan padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan apotek, dan banyak emas.
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Siak Sri Indrapura antara lain sebagai berikut:
- Raja Abdullah (Sultan Khoja Ahmad Syah). Saat itu Kerajaan Siak masih berada di bawah kekuasaan Malaka.Raja Abdullah yaitu raja yang ditunjuk oleh Sultan Johor untuk memimpin dan memerintah Kerajaan Siak.
- Raja Hasan Putra Ali Jalla Abdul Jalil. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil menguasai Malaka.Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC.
- Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1748). Beliau akran juga disebut Raja Kecik.Raja Kecik yaitu anak dari Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II dengan Encik Pong. Beliaulah yang mendirikan Kerajaan Siak yang berdaulat, bukan di bawah kekuasaan Malaka lagi. Ia meluaskan daerah kekuasaannya sambil terus memerangi VOC.
- Sultan Said Ali (1784-1811). Pada masa pemerintahannya, Ia berhasil mempersatukan kembali wilayah-wilayah yang memisahkan diri. Pada tahun 1811, ia mengundurkan diri dan digantikan oleh anaknya, Tengku Ibrahim.
- Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864). Pada masa pemerintahannya, Siak mengalami kemunduran dan semakin banyak dipengaruhi politik penjajahan Hindia- Belanda.
- Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908). Pada masa pemerintahannya, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Setelah wafat, ia digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia, yaitu Sultan Syarif Kasim II.
- Syarif Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II (1915-1945). Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia, ia pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.
Kerajaan Siak Sri Indrapura sangat kaya dengan hasil alam yang melimpah. Sayangnya pada awal mula munculnya, kerajaan ini dikuasai oleh Kerajaan Malaka. Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk oleh Raja Johor untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut. Pada tahun 1641, Belanda berhasil menguasai Malaka. Dengan demikian, Kerajaan Siak terikat politik ekonomi perdagangan VOC. Semua timah yang dihasilkan Siak harus dijual ke VOC. Namun pada masa pemerintahan Raja Kecik, rakyat Siak hidup makmur alasannya yaitu tidak harus menyerahkan hasil alamnya kepada Malaka maupun VOC. Bahkan pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Sultan Syarif Hasyim mulai menjalin hubungan dengan luar negri.
Siak Sri Inderapura hingga kini tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-olang yang pernah menerima kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga nama Siak masih menempel merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yang bermuara pada daerah timur pulau Sumatera.
Kerajaan Indragiri
Kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kerajaan Indragiri berdiri semenjak tahun 1298, kerajaan ini didirikan oleh Raja Kecik Mambang atau Raja Merlang. Kerajaan ini tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam pada masa ke 15. Menurut Berita Tome Pires, Kerajaan Siak menghasilkan padi, madu, timah, dan emas. Pada awalnya, kerajaan Siak merupakan kerajaan bawahan Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Beberapa raja yang pernah memerintah Indragiri yaitu sebagai berikut.
- 1298-1337: Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I.
- 1337-1400: Raja Iskandar alias Nara Singa I.
- 1400-1473: Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya.
- 1473-1532: Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan NaraSinga II bergelar Zirullah Fil Alam.
- 1532-1557: Sultan Usulluddin Hasansyah.
- 1557-1599: Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah.
- 1559-1658: Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah.
- 1658-1669: Sultan Jamalluddin Suleimansyah.
- 1669-1676: Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah.
- 1676-1687: Sultan Usulluddin Ahmadsyah.
- 1687-1700: Sultan Abdul Jalilsyah.
- 1700-1704: Sultan Mansyursyah.
- 1704-1707: Sultan Modamadsyah.
- 1707-1715: Sultan Musafarsyah.
- 1715-1735: Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin
- 1735-1765: Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah.
- 1765-1784: Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan.
- 1784-1815: Sultan Ibrahim.
- 1815-1827: Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu.
- 1827-1838: Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal.
- 1838-1876: Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah.
- 1876: Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah.
- 1877-1883: Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah.
- 1887-1902: Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah.
- 1902-1912: Raja Uwok. Sebagai Raja Muda Indragiri.
- 1912-1963: Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah.
Kerajaan Kampar
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan (1725 M-1946 M) yang kini terletak di Kabupaten Pelalawan, Riau. Periode pemerintahan di Pelalawan dibagi menjadi dua: periode pra Islam dan pasca Islam. Pada era pra Islam, kerajaan ini masih berjulukan Pekantua. Sementara pada era Islam, ada tiga kali pergantian nama, dari Pekantua Kampar, kemudianTanjung Negeri, dan terakhir Pelalawan. Kerajaan ini eksis dari tahun 1380 hingga 1946.
Kerajaan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah (1459-1477 M) menyerang Kerajaan Pekantua, dan kerajaan Pekantua sanggup dikalahkan. Kemudian Sultan mengangkat Munawar Syah sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penebalan, diumumkan bahwa kerajaan Pekantua bermetamorfosis "kerajaan Pekantuan Kampar"
Ketika kerajaaan Johor dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Syah II, Raja Kampar), Tun Megat di Kerajaan Pekantua Kampar meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi raja. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1590-1630 M). selanjutnya ia memindahkan sentra kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua ke Bandar Tolam.
Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M). Tak usang kemudian ia pun mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), selanjutnya digantikan puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Pada masa pemerintahan Maharaja Lela Utama, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Sungai Nilo. Kerajaan ini dinamakan Kerajaan Tanjung Negeri. Setelah ia mangkat digantikan Maharaja Wangsa Jaya.
Ketika Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M) mangkat digantiakn oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), yang kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). Pada masa maharaja Dinda II sekitar tahun 1725 M terjadi pemidahan sentra kerajaan Pekantua Kampar ke Sungai Rasau, salah satu anak sungai Kampar,dan nama kerajaan "Pekantua Kampar" diganti menjadi kerajaan "Pelalawan". sesudah ia mangkat, digantikan puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang berhasil menciptakan hubungan dagang dengan daerah sekitarnya.
Kemudian kerajaan tersebut tunduk kepada Kerajaan Siak, dan pada 4 Februari 1879 dengan terjadinya perjanjian pengakuannya Kampar berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Kerajaan Indragiri sebelum 1641 yang berada di bawah Kemaharajaan Malayu berafiliasi dekat dengan Portugis, tetapi sesudah Malaka diduduki VOC, mulailah berafiliasi dengan VOC yang mendirikan kantor dagangnya di Indragiri berdasarkan perjanjian 28 Oktober 1664.
Berikut ini urutan penguasa di Pelalawan, semenjak era Islam:
Kerajaan Pekantua Kampar (1505-1675)
- Munawar Syah (1505-1511)
- Raja Abdullah (1511-1515)
- Sultan Mahmud Syah I (1526-1528 )
- Raja Ali/Sultan Alauddin Riayat Syah II (1528-1530)
- Tun Perkasa/ Raja Muda Tun Perkasa (1530-1551)
- Tun Hitam (1551-1575)
- Tun Megat (1575-1590)
- Raja Abdurrahman/Maharaja Dinda (1590-1630)
- Maharaja Lela I/Maharaja Lela Utama (1630-1650)
- Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 ).
Kerajaan Tanjung Negeri (1675-1725)
- Maharaja Lela Utama (1675-1686)
- Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691)
- Maharaja Muda Lela (1691-1720)
- Maharaja Dinda II (1720-1725).
Kerajaan Pelalawan (1725-1946)
- Maharaja Dinda II/Maharaja Dinda Perkasa/Maharaja Lela Dipati (1725-1750)
- Maharaja Lela Bungsu (1750-1775)
- Maharaja Lela II (1775-1798)
- Sayid Abdurrahman/Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822)
- Syarif Hasyim (1822-1828)
- Syarif Ismail (1828-1844)
- Syarif Hamid (1844-1866)
- Syarif Jafar (1866-1872)
- Syarif Abubakar (1872-1886)
- Tengku Sontol Said Ali (1886-1892 )
- Syarif Hasyim II (1892-1930)
- Tengku Sayid Osman/Pemangku Sultan (1930-1940)
- Syarif Harun/Tengku Sayid Harun (1940-1946).
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun (1940-1946), yaitu masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah Indonesia.
No comments:
Post a Comment