Ketika agama Islam tiba ke wilayah Nusantara, banyak sekali agama dan kepercayaan ibarat animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah ada di beberapa wilayah kepulauan Nusantara dan juga telah bangun kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Islam lalu menyebar ke seluruh Nusantara. Selain Sumatra dan Jawa, ternyata di Kalimantan juga terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Beberapa Kerajaan Islam yang ada di Kalimantan antara Kesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar (1526-1905), Kesultanan Kotawaringin, Kerajaan Pagatan (1750), Kesultanan Sambas (1671), Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau (1400), Kesultanan Sambaliung (1810), Kesultanan Gunung Tabur (1820), Kesultanan Pontianak (1771), Kesultanan Tidung, dan Kesultanan Bulungan (1731). Berikut ini beberapa kerajaan Islam yang berada di pulau Kalimantan.
Kerajaan-kerajaan yang terletak di kawasan Kalimantan Barat sebelum Kerajaan Pontianak antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan tersebut pernah diberitakan Tome Pires (1512-1551). Tanjungpura dan Lawe berdasarkan isu musafir Portugis sudah memiliki acara dalam perdagangan baik dengan Malaka dan Jawa, bahkan kedua kawasan yang diperintah oleh Pate atau mungkin adipati kesemuanya tunduk kepada kerajaan di Jawa yang diperintah Pati Unus. Tanjungpura dan Lawe menghasilkan komoditi ibarat emas, berlian, padi, dan banyak materi makanan. Pada masa ke-17, kedua kerajaan itu telah berada di bawah efek kekuasaan Kerajaan Mataram terutama dalam upaya perluasan politik dalam menghadapi perluasan politik VOC.
Kesultanan Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada 1771 (1185 H). Pada tahun 1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak sentra pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami Pontianak (kini berjulukan Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang kini terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak. Berikut ini nama-nama Sultan Pontianak
Menurut sejarahnya, Al-Habib Husein berasal dari Negeri Arab yang tiba di Kerajaan Matan (di kawasan Ketapang) untuk membuatkan Islam. Kedatangan Al Habib Hussein di Kerajaan Matan sangat menarik perhatian raja, alasannya ialah tutur bahasanya yang halus dan tingkah lakunya yang sopan, maka kedatangannya diterima baik oleh raja dan rakyat Matan (Tanjungpura). Sejak ketika itu Al Habib Hussein diangkat menjadi penasehat raja dan dinikahkan dengan Nyai Tua salah satu putranya ialah Syarif Abdurrahman dilahirkan pada tahun 1742. Karena tidak sependapat wacana eksekusi mati di kerajaan tersebut Al Habib Husein meninggalkan Kota Matan menuju Kerajaan Mempawah.
Satu tahun sesudah Al Habib Hussein wafat, Syarif Abdurrahman mengajak keluarganya untuk membuka lmbaran gres dengan meninggalkan Kerajaan Mempawah. Mereka mendirikan Kerajaan gres yang lalu kerajaannya dinamakan ibarat nama hantu yang menganggu awak kapalnya, yaitu Pontianak. Setelah menjadi raja, dia menggunakan gelar Sultan Syarif Abdurrahman Alqadri bin Hussein Alqadri.
Kesultanan Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada 1771 (1185 H). Pada tahun 1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak sentra pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami Pontianak (kini berjulukan Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang kini terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak. Berikut ini nama-nama Sultan Pontianak
Menurut sejarahnya, Al-Habib Husein berasal dari Negeri Arab yang tiba di Kerajaan Matan (di kawasan Ketapang) untuk membuatkan Islam. Kedatangan Al Habib Hussein di Kerajaan Matan sangat menarik perhatian raja, alasannya ialah tutur bahasanya yang halus dan tingkah lakunya yang sopan, maka kedatangannya diterima baik oleh raja dan rakyat Matan (Tanjungpura). Sejak ketika itu Al Habib Hussein diangkat menjadi penasehat raja dan dinikahkan dengan Nyai Tua salah satu putranya ialah Syarif Abdurrahman dilahirkan pada tahun 1742. Karena tidak sependapat wacana eksekusi mati di kerajaan tersebut Al Habib Husein meninggalkan Kota Matan menuju Kerajaan Mempawah.
Satu tahun sesudah Al Habib Hussein wafat, Syarif Abdurrahman mengajak keluarganya untuk membuka lmbaran gres dengan meninggalkan Kerajaan Mempawah. Mereka mendirikan Kerajaan gres yang lalu kerajaannya dinamakan ibarat nama hantu yang menganggu awak kapalnya, yaitu Pontianak. Setelah menjadi raja, dia menggunakan gelar Sultan Syarif Abdurrahman Alqadri bin Hussein Alqadri.
- Sultan Syarif Abdurrahman Alqadri bin Al Habib Hussein Alqadri, memerintah dari tahun 1771 hingga 1808.
- Sultan Syarif Kasim Alqadri Bin Syarif Abdurrahman Alqadri, memerintah dari tahun 1808 hingga tahun 1819.
- Sultan Syarif Usman Alqadri bin Syarif Abdurrahman Alqadri memerintah dari tahun 1819 hingga tahun 1855.
- Sultan Syarif Hamid Alqadri bin Syarif Usman Alqadri memerintah dari tahun 1855 hingga tahun 1872.
- Sultan Syarif Yusuf Alqadri bin Syarif Hamid Alqadri memerintah dari tahun 1872 hingga tahun 1895.
- Sultan Syarif Muhammad Alqadri bin Syarif Yusuf Alqadri memerintah dari tahun 1895 hingga tahun 1944.
- Sultan Syarif Thaha Alqadri bin Syarif Usman Alqadri hanya memerintah selama 1 tahun yaitu hingga tahun 1945.
- Sultan Syarif Hamid II bin Sultan Syarif Muhammad Alqadri memerintah dari tahun 1945 hingga tahun 1950.
b. Kerajaan Banjar (Banjarmasin)
Kerajaan Banjar (Banjarmasin) terdapat di kawasan Kalimantan Selatan yang muncul semenjak kerajaan-kerajaan bercorak Hindu yaitu Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang berpusat di kawasan hulu Sungai Nagara di Amuntai. Kerajaan Nagara Dipa pernah mengadakan relasi dengan Kerajaan Majapahit. Hubungan tersebut juga dibuktikan dalam dongeng Hikayat Banjar dan Kronik Banjarmasin. Pada waktu menghadapi peperangan dengan Daha, Raden Samudera minta santunan Kerajaan Demak sehingga menerima kemenangan. Sejak itulah Raden Samudera menjadi pemeluk agama Islam dengan gelar Sultan Suryanullah.
Sejak pemerintahan Sultan Suryanullah (Raden Samudera), Kerajaan Banjar atau Banjarmasin meluaskan kekuasaannya hingga Sambas, Batanglawai Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan. Berikut ini ialah penguasa Kerajaan Banjar.
- 1526-1545: Pangeran Samudra yang lalu bergelar Sultan Suryanullah, Raja pertama yang memeluk Islam
- 1545-1570: Sultan Rahmatullah
- 1570-1595: Sultan Hidayatullah
- 1595-1620: Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton ke Kayutangi, Martapura, alasannya ialah keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612.
- 1620 -1637: Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah.
- 1637-1642: Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
- 1642-1660: Adipati Halid memegang jabatan sebagai wali Sultan, alasannya ialah anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus kesuma belum dewasa.
- 1660-1663: Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, lalu Pangeran Adipati anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin.
- 1663-1679: Pangeran Adipati Anum sesudah merebut kekuasaan memindahkan sentra pemerintahan ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung.
- 1679-1700: Sultan Tahlilullah berkuasa
- 1700-1734: Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning.
- 1734-1759: Pangeran Tamjid bil Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah.
- 1759-1761: Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
- 1761-1801: Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putra Sultan Muhammad Aliuddin yang belum sampaumur tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah.
- 1801-1825: Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
- 1825-1857: Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman
- 1857-1859: Pangeran Tamjidillah
- 1959-1862; Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina
- 1862-1905: Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar.
Pada masa ke-17 di Kerajaan Banjar ada seorang ulama besar yang berjulukan Muhammad Arsyad ibn Abdullah al-Banjari (1710-1812) lahir di Martapura. Atas biaya kesultanan masa Sultan Tahlil Allah (1700-1745) pergi berguru ke Haramayn. Sekembalinya dari Haramayn ia mengajarkan fikih atau syariah, dengan kitabnya Sabîl al-Muhtadîn. Ia hebat di bidang tasawuf dengan karyanya Khaz al-Ma’rifah. Sejak wafatnya Sultan Adam, pada 1 November 1857, pergantian sultan-sultan mulai dicampuri oleh kepentingan politik Belanda sehingga terjadi pertentangan-pertentangan antara keluarga raja, terlebih sesudah dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda. Perlawanan-perlawanan terhadap Belanda itu terus-menerus dilakukan terutama antara tahun 1859-1863, antara lain oleh Pangeran Antasari, Pangeran Demang Leman, Haji Nasrun dan lainnya. Perlawanan terhadap penjajah Belanda itu bekerjsama terus dilakukan hingga tahun-tahun selanjutnya.
No comments:
Post a Comment