Friday, July 31, 2020

Membandingkan Teks Ulasan

Teks ulasan yakni teks yang berisi tinjauan suatu karya baik berupa film, buku, maupun karya lainnya untuk mengetahui kualitas, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki karya tersebut yang ditujukan untuk pembaca atau pendengar khalayak ramai. Ulasan atau resensi/review biasa dilakukan atas suatu karya disekitar sebagai umpan balik dari rasa kritis terhadap hal tersebut. Ulasan yang berbentuk teks disebut sebagai teks ulasan. Seorang kritikus dalam mengulas sebuah film atau drama harus bersikap jujur mengungkapkan pendapat dan pandangannya terhadap apa yang telah disaksikannya. Jujur di sini artinya bersikap terbuka dalam mengemukakan kelebihan dan kekurangan pertunjukan itu.

Pada kepingan ini kita akan mencoba membandingkan tiga teks ulasan, yaitu dua teks ulasan film dan satu teks ulasan drama, yang masing-masing berjudul “Belajar Ikhlas dari ‘Hafalan Shalat Delisa’”, “Gara-Gara Kemben, Film ‘Gending Sriwijaya’ Diprotes Budayawan”, dan “’Mengapa Kau Culik Anak Kami?’ Pertanyaan Itu Belum Terjawab”. Kegiatan membandingkan teks merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menemukan perbedaan dan persamaan antara beberapa teks. Pada aktivitas ini dibutuhkan nantinya sanggup membandingkan teks ulasan baik dari segi struktur maupun isi teks. Struktur teks ulasan terdiri dari orientasi^tafsiran isi^evaluasi^rangkuman. Berikut ketiga struktur teks ulasan tersebut.

Struktur teks “ berguru tulus dari “ Hafalah Sholat Delisa”
No.Struktur TeksKalimat
1.Orientasi 1Pagi hari dalam sebuah ruang sekolah di Lhok Nga, desa kecil di Pantai Aceh, pada 26 Desember 2004, Delisa (Chantiq Schagerl) berupaya khusyu
menjalankan praktik shalat di depan Ustad Rahman dan Ustazah Nur yang mengujinya. Ibunya, Ummi Salamah (Nirina Zubir), bersama beberapa ibu lainnya menyaksikan dari luar jendela. Ucapan Sang Ustad sebelumnya biar ia tetap fokus pada shalat meski apapun yang terjadi di sekelilingnya benarbenar ditaati gadis kecil itu. Termasuk juga gempa yang mengguncang dan plafon atap mulai berjatuhan. Bahkan ketika ustad Rahman dan guru penguji lain lari keluar dan teriakan panik ibunya tidak membuatnya beranjak. Dia tetap membaca doa shalat yang dihafalnya. Air bah tsunami pun meluluhlantakkantempat itu dan menenggelamkan Delisa.
2.Tafsiran isi 1Scene yang dahsyat dari film “Hafalan Shalat Delisa” jangan bandingkan dengan teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan tsunami tersebut-membuat saya terhenyak. Seandainya saja saya yang shalat pada dikala terjadi bencana, apakah saya akan lari atau tetap shalat dengan risiko mati dalam keadaan shalat sulit dibayangkan. Film berlatar belakang peristiwa tsunami yang melanda Aceh dan banyak sekali daerah di Asia Tenggara ini menewaskan ratusan ribu jiwa dan meninggalkan sedih yang mendalam.
3.Tafsiran isi 2Film ini dibuka dengan beberapa adegan manis dua hari sebelum malapetaka itu. Delisa tinggal bersama Ummi dan tiga kakaknya, Fatimah (Ghina Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi). Abi Usman, ayahnya (Reza Rahadian), bekerja di sebuah kapal tangker absurd nun jauh dari daerah tinggal mereka. Delisa digambarkan sulit melaksanakan hafalan shalat, dibangunkan shalat subuh juga susah. Umminya hingga menjanjikan sebuah kalung berhuruf D yang dibeli dari toko milik Koh Acan (dimainkan dengan menarik oleh Joe P Project), kalau Delisa lulus ujian praktik shalat. Seperti bawah umur kecil umumnya, Delisa bahagia bermain. Dia ingin berguru bersepeda dari Tiur dan bermain bola dengan Umam. Saya suka dengan akting Nirina Zubir yang bisa menghidupkan spontanitas seorang ibu ketika Aisyah cemburu pada Delisa atau Delisa sedang sedih. Ia juga menjadi imam ketika shalat bersama putri-putrinya. Awalnya akting bawah umur ini agak kaku, namun Nirina bisa menciptakan suasana hidup. Segmen ini milik Nirina.
4.Tafsiran isi 3Setelah tsunami menghantam, Delisa diselamatkan seorang ranger (tentara) Amerika Serikat berjulukan Smith (Mike Lewis). Sayang, kaki Delisa harus diamputasi. Dia juga dikenalkan dengan Sophie, relawan absurd lainnya yang bersimpati pada Delisa. Delisa tahu bahwa ketiga kakaknya sudah pergi ke surga, juga Tiur dan ibunya, serta ustazah Nur. Semua digambarkan dengan surealis melintas sebuah gerbang di lepas pantai menunju negeri dengan mesjid yang indah. Namun keberadaan ibunya masih misteri. Melihat keadannya, Smith ingin mengadopsi Delisa. Lelaki itu ingat putrinya yang mati dalam kecelakaan bersama ibunya. Namun kemudian ayahnya datang. Dia kemudian harus membangun hidupnya kembali bersama putrinya sebagai single parent.
 Teks ulasan yakni teks yang berisi tinjauan suatu karya baik berupa film Membandingkan Teks Ulasan
5.Tafsiran Isi 4“Hafalan Shalat Delisa” tidak terjebak dengan melodrama yang klise. Ada kesedihan yang menciptakan air mata keluar, tetapi hidup tetap harus berjalan. Delisa dengan kaki satu berupaya tegar, termasuk juga membangkitkan semangat Umam yang remuk dengan bermain bola. Gadis ini juga memberi inspirasi pada ustad Rahman yang sempat patah semangat. Percakapan ustad Rahman dengan Sophie di kamp pengungsi menjadi adegan menyentuh lainnya. “Mengapa Allah menurunkan peristiwa ini?” Kira-kira demikian keluhan ustad itu. Sophie menjawab, “Coba tanya Delisa. Dia kehilangan tiga kakaknya, ibunya, sebelah kakinya, tetapi ia ingin bermain bola.”
6.Tafsiran isi 5Pada segmen ini, akting Chantiq Schagerl memukau. Aktingnya mengingatkan pada Gina Novalista dalam “Mirror Never Lies” yang menjadi nominasi artis terbaik FFI 2011. Dia bisa mengimbangi akting Reza Rahadian yang memang gemilang sebagai seorang ayah yang sempat remuk hatinya. Scene ketika ayahnya membawa Delisa di reruntuhan rumah mereka sangat menggigit. “Abi akan bangun rumah kita lagi!” dengan tegas ayahnya berkata. Adegan ketika Usman gagal menciptakan nasi goreng yang seenak buatan Ummi juga menarik. Betapa susahnya menjadi single parent bagi seorang laki-laki. Termasuk ketika air mata saya tidak bisa dibendung lagi melihat adegan Delisa memeluk ayahnya, “Delisa cinta Abi lantaran Allah!”
7.
Tafsiran isi 6
Kehadiran Koh Acan juga menghidupkan suasana. Hal ini merupakan human interest dalam film ini. Ketika ia memperlihatkan bakmi buatannya pada Delisa di kamp pengungsian menyampaikan kesegaran. Begitu juga ia menengok Delisa yang sakit lantaran kehujanan. Tentunya membawakan bakmi kesukaannya.
8.EvaluasiFilm ini menuju sebuah ending apakah umminya selamat atau setidaknya ditemukan tubuhnya. Hal ini juga begitu menggetarkan. Namun, apapun itu Delisa digambarkan sebagai sosok yang ikhlas. Tentunya ia juga bertekad menuaikan janjinya menuntaskan hafalan shalatnya. “Delisa shalat bukan demi kalung, tetapi ingin shalat yang benar.”
9.RangkumanFilm yang diangkat dari novel laku karya Tere Liye ini merupakan film simpulan tahun dan sekaligus juga film menyambut awal tahun 2012 yang manis. Cocok diputar untuk menyambut peringatan tsunami sekaligus juga hari ibu.
(Sumber: http://hiburan.kompasiana.com)

Gara-Gara Kemben, Film “Gending Sriwijaya” Diprotes Budayawan
No.Struktur TeksKalimat
1.Orientasi 1Film Gending Sriwijaya yang disutradarai Hanung Bramantyo menuai kontroversi. Sejumlah budayawan dan peneliti sejarah di Sumatera Selatan protes lantaran menilai alur dongeng (plot) film menyimpang dari sejarah Kerajaan Sriwijaya. Pakaian songket dan kemben yang dikenakan bintang film itu juga dianggap keliru. “Harus direvisi sebelum ditayangkan lantaran bisa jadi pembiasan sejarah,” tegas Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti, Minggu (21/10/2012).
2.Orientasi 2Film Gending Sriwijaya digarap Hanung Bramantyo bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memakai dana APBD senilai Rp11 miliar. Dalam anggaran disebutkan film yang akan dibentuk berjenis film dokumenter. Setelah selesai film ini dikelola Badan Aset Daerah. Tender film dimenangi Putar Production pada April 2012. Ini kolaborasi kedua sesudah film “Mengejar Angin”.
3.Tafsiran Isi 1Nurhadi menilai kelemahan film Gending Sriwijaya terletak pada dongeng kontradiksi dan perebutan tahta oleh dua anak raja (dalam film disebut Raja Dapunta Hyang Srijayanasa. Nama Dapunta Hyang terukir di Prasasti Kedukan Bukit, 864 Masehi). Menurut Nurhadi, dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya tidak pernah terjadi pertentangan. Kehancuran Sriwijaya yang pernah menjadi kerajaan laut terbesar di Nusantara disebabkan faktor eksternal, tidak ada sejarah yang mengisahkan perebutan tampuk kekuasaan di antara keturunan raja.
4.Tafsiran isi 2“Pertentangan dan kehancuran kerajaan diriwayatkan terjadi lantaran ada serangan dari luar kerajaan,” tegas Nurhadi. Ketua Yayasan Kebudayaan Tandipulau, Erwan Suryanegara, protes lebih keras. “Saya berani pasang leher untuk menentang film ini,” katanya.
5.Tafsiran isi 3Budayawan yang menerima Magister Seni Rupa dan Desain dari Institut Teknologi Bandung ini mengatakan, kisah yang diceritakan terkesan mengadaada lantaran menggabungkan Gending Sriwijaya dengan dongeng Kerajaan Sriwijaya. Dua hal ini merupakan objek yang berbeda. Gending Sriwijaya merupakan nama tarian yang diciptakan pada tahun 1943 ketika zaman penjajahan Jepang sebagai tarian penyambut petinggi Jepang ketika itu. Tari ini diciptakan Sukainah Arozak, syair diciptakan A. Muhibat. Sementara Kerajaan Sriwijaya dikisahkan dalam sejarah mengalami kejayaan pada periode ke-7 hingga ke-13 masehi. “Dua hal ini merupakan kisah yang berbeda, tidak sanggup disatukan. Selisih waktu di antara keduanya jauh, berabad-abad,” jelasnya.
6.EvaluasiErwin mempermasalahkan riset yang dilakukan sutradara dan penulis skenario film lantaran menurutnya film ini tidak didukung riset yang cukup akan latar belakang sejarah Sriwijaya. Kekeliruan riset juga ditunjukkan dengan kostum yang dikenakan para pemain tidak sesuai pada masanya. Para pemain mengenakan pakaian yang tidak bercirikan pakaian Melayu ketika itu. “Kemben yang digunakan itu bukan pakaian sehari-hari masyarakat ketika itu. Bagi kami, pakaian itu merupakan pakaian khusus untuk ke sungai kalau hendak mandi,” ungkap budayawan yang juga menjadi pengajar di Palembang ini.
7.RangkumanSama menyerupai Nurhadi, kudeta antara kedua anak raja kerajaan
yang diceritakan dalam film ini juga dipertanyakan Erwin. Sinopsis film Gending Sriwijaya mengisahkan perebutan tahta kerajaan antara dua orang anak Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa (diperankan Slamet Rahardjo), yakni Awang Kencana (Agus Kuntjoro) dan Purnama Kelana (Syahrul Gunawan). “Tidak ada sejarah yang mengisahkan kudeta oleh dua anak raja Kerajaan Sriwijaya,” tegasnya.
(Sumber: www.tribunnews.com)

Disebutkan oleh penulis teks ulasan “Gara-Gara Kemben, Film “Gending Sriwijaya” Diprotes Budayawan”, Ilm, bahwa film “Gending Sriwijaya” ini menuai kontroversi. Mengapa? Karena beberapa budayawan dan peneliti sejarah Sumatra Selatan tidak srek (protes) dengan adanya film tersebut. Hal ini disebabkan lantaran alur dongeng film menyimpang dari sejarah Kerajaan Sriwijaya.

Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti, menyampaikan film ini bisa menjadikan pembiasan sejarah. Apa maksudnya? Maksud pembiasan sejarah yakni salah mengartikan atau salah pemahaman perihal sejarah yang sebenarnya, sehingga mengakibatkan pembaca tidak mengetahui yang sebenarnya, lantaran film tersebut mengandung isi yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Tahukah kalian kebenaran sejarah yang melatarbelakangi kehancuran Kerajaan Sriwijaya? Kehancuran Sriwijaya dilatarbelakangi oleh faktor eksternal, yaitu serangan dari kerajaan luar.

Apa pula maksud kemben yang disebut-sebut dalam teks ulasan tersebut? Kemben yakni pakaian tradisional menyerupai jarik yang digunakan hingga ke kepingan dada. Yang biasanya digunakan ke sungai ketika hendak mandi.

Termasuk corak apakah teks ulasan di atas? Mengapa? Termasuk corak kritik penilaian lantaran ulasan tersebut memindai kerangka cerita, premis, dan tema dari sejarah Kerajaan Sriwijaya .

Teks “’Mengapa Kau Culik Anak Kami?’ Pertanyaan Itu Belum Terjawab
No.Struktur TeksKalimat
1.Orientasi 1“Apa orang-orang itu tidak punya seorang ibu yang setidak-tidaknya pernah
memperkenalkan kasih sayang, kelembutan cinta....”
“Apa kau pikir orang-orang itu dilahirkan oleh seorang ibu?”
“Apa mereka lahir dari batu?”
“Mereka dilahirkan oleh rahim kekejaman.”

Dialog itu diucapkan tokoh Ibu dan Bapak yang diperankan Niniek L. Karim dan Landung Simatupang dalam drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” Drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” ditulis dan disutradarai oleh Seno Gumira Ajidarma. Banyak penonton berkaca-kaca matanya menyaksikan pementasan drama sepanjang 75 menit itu, yang selama itu pula suasana dicekam oleh kepiawaian akting dua bintang film hebat itu, yang satu dari Jakarta dan satu lagi dari Yogyakarta.
2.Orientasi 2Drama ini dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 6—8 Agustus 2001, dan sesudah itu digelar di Societeit, Taman Budaya, Yogyakarta, 16—18 Agustus. Pertunjukan diproduksi oleh Perkumpulan Seni Indonesia bekerja sama dengan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
3.Orientasi 3Panggung diisi oleh garapan artistik dari tokoh yang juga jarang muncul, yakni Chalid Arifin, lulusan Institut Des Hautes Etudes Cinematographiques, Perancis. Suasananya serba minimalis, hingga ke tata lampu maupun garapan musik oleh Tony Prabowo yang dimainkan oleh Budi Winarto dengan saksofon soprannya.
4.Orientasi 3Drama tersebut diilhami oleh insiden penculikan pelopor di era Orde Baru-
Soeharto. Drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” berwujud obrolan antara tokoh suami dan istri yang anaknya diculik dan belum kembali. Obrolan terjadi menjelang tengah malam. Bapak mengenakan sarung dan berkaus oblong, sedangkan Ibu bergaun panjang.
5.Orientasi 4Kalau dilihat secara sederhana, obrolan terbagi dua fase: fase pertama menyangkut tindak kekejaman secara umum yang dilakukan oleh tentara, fase kedua memfokuskan pada kehidupan Ibu-Bapak itu, yang anaknya, Satria (diperankan oleh korban penculikan yang sebenarnya, pelopor Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi, Nezar Patria) hilang diculik penguasa.
6.Tafsiran isi 1Berlatarkan pada situasi politik kini yang cenderung ingin melupakan korban-korban penculikan yang hingga kini tak tertangkap berair rimbanya, drama ini serentak menemukan relevansi sosialnya. Dengan eksklusif menunjuk peristiwa-peristiwa kekerasan yang pernah terjadi di Indonesia termasuk pada tahun 1965, drama ini sendiri kemudian menyerupai berada di wilayah “kesenian kontemporer” dengan sifat khasnya: meleburnya batas antara kesenian dan kehidupan nyata; antara ruang pribadi dan ruang publik; dan seterusnya. Apa yang dialami si Ibu-Bapak Niniek dan Simatupang, yakni juga pengalaman sehari-hari sekian orangtua yang kehilangan anak-anaknya, anak yang kehilangan bapaknya, diculik oleh genderuwo penguasa politik.
7.Tafsiran isi 2“Ini hanya sebuah kopi dramatik dari insiden yang sebenarnya,” kata Seno Gumira. Seno sendiri yang lebih dikenal khalayak sebagai penulis cerpen bergotong-royong juga pernah menggauli penulisan naskah drama. Ia pernah bergabung dengan Teater Alam, Yogyakarta, pimpinan Azwar A.N. pada pertengahan 1970-an. Ia pernah menggelar drama karyanya berjudul “Pertunjukan Segera Dimulai” pada 1976. Belakangan, ia mementaskan “Tumirah Sang Mucikari” (1998) yang diilhami oleh huru-hara politik di Tanah Air.
8.Tafsiran isi 3“Mengapa Kau Culik Anak Kami?” sendiri, dari segi naskah dan taktik pementasan, boleh jadi oleh penulis dan sutradaranya tidak eksklusif diparadigmakan dalam gagasan-gagasan yang mendasari peleburan batas kesenian dan kehidupan menyerupai diwacanakan oleh seni kontemporer. Suasana penantian, misalnya, mungkin masih menyerupai mengacu pada “modernisme” Becket, taruhlah dalam Waiting for Godot.
9.EvaluasiNamun, para pendukung, katakanlah Niniek, Simatupang, serta tidak ketinggalan penata musik, Tony Prabowo, dengan kematangannya telah menjembatani apa yang bisa dicapai naskah tersebut dengan publiknya. Ini masih didukung adegan sekilas yang menjadi penting, ketika Nezar Patria tiba-tiba muncul di panggung beberapa detik. Sementara saksofon yang melengkingkan blues oleh Budi Winarto yang menandai pergantian babak, setiap dikala menggarisbawahi, betapa pahit dan mengenaskan sebetulnya hidup di republik ini. Itulah yang menciptakan hati banyak orang teriris dan sebagian menjadi sembab matanya ketika keluar dari gedung pertunjukan.
10.RangkumanDi panggung, Niniek berujar, “Sudah setahun lebih. Setiap malam saya berdoa mengharapkan keselamatan Satria, hidup atau mati. Aku hanya ingin kejelasan....” Sementara Simatupang berdiri, maju ke ujung panggung dan bermonolog, “Mengapa kau culik anak kami? Apa bisa pertanyaan ini dijawab oleh seseorang yang merasa memberi perintah menculiknya?” Pertanyaan itu belum terjawab di atas pentas. Juga di luar pentas.

Teks di atas mengulas sebuah drama berjudul “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” Sebelum penulis teks masuk pada kepingan orientasi, terdapat obrolan antara tokoh Ibu dan Bapak. Apa yang mereka bicarakan?Mereka membicarakan perihal kekejaman seseorang yang telah menculik anaknya tanpa alasan apapun (belum ada kejelasan). Mereka selalu berdoa mengharapkan keselamatan anaknya (Satria).

Ada berapa paragrafkah orientasi yang terlihat pada teks tersebut? Pada teks tersebut terdapat 4 paragraf orientasi yaitu paragraf 1 hingga dengan 4 didalam paragraph-paragraf tersebut terdapat citra umum mengenai drama tersebut dan terdapat paparan perihal nama,kegunaan dan sebagainya.

Apa tema yang diangkat dalam drama yang ditulis dan disutradarai Seno Gumira Ajidarma ini? “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” mengangkat tema politik. Dalam drama tersebut bercerita mengenai keadaan politik dan insiden kekerasan yang terjadi pada tahun 1965 dan seterusnya dimana tidak adanya kejelasan dan hentinya hingga akhir-akhir ini, politik Negara yang carut-marut.

Mengapa banyak mata penonton yang berkaca-kaca sesudah menyaksikan pementasan drama tersebut? Karena suasana dongeng sanggup mencengkam oleh kepiawaian acting dua actor handal(sebagai ibu dan bapak).

Termasuk corak apa teks ulasan di atas? Mengapa? Dalam teks ulasan tersebut merupakan corak kritik apresiasi  dimana sang pengulas menyampaikan jawaban positif terhadap film ini.

Memang kekurangan merupakan dorongan atas penulisan kritik, tetapi kalian mesti membuka diri untuk melihat bagian-bagian positifnya untuk dikemukakan kepada khalayak dalam ulasan yang kalian bangun. Apabila memungkinkan, dalam mengulas sebuah karya dari sisi negatifnya, kalian menyampaikan jalan keluarnya. Kritikus yang demikian akan disegani dan dihormati serta didengar pendapatnya lantaran kritiknya jujur, benar, dan bermanfaat.

Pada ketiga teks ulasan tersebut, terdapat kelebihan, kekurangan, dan jalan keluar yang diberikan penulisnya pada kolom di bawah ini
No.Judul Teks UlasanKelebihanKekuranganJalan Keluar
1.Belajar Ikhlas dari hafalan shalat Delisa
  1. Kemunculan tokoh yang sanggup menghidupkan suasana cerita. 
  2. Bukan sebuah drama yang terlalu mendramatisir dan klise. 
  3. Banyak mengandung nilai moral. 
  4. Akting pemain yang memukau. 
  5. Adegan-adegan tidak berlebihan.
  1. Penggambaran tsunami tidak maksimal 
  2. Beberapa akting bawah umur yang masih kaku 
  3. Penggambaran keikhlasan yang berlebihan 
  4. Beberapa adegan terlihat menyerupai dipaksakan 
  5. Kisah tidak mengesankan berlatar belakang Aceh
  1. Pembawaan akting nirina yang bisa membantu akting bawah umur yang masih kakub) 
  2. Film simpulan tahun yang manis dan layak untuk disaksikan 
  3. Adegan yang tepat 
  4. Kecanggihan teknologi harus diperbaiki 
  5. Jangan menciptakan tugas berlebihan
2.Gara-gara Kemben Film Gending Sriwijaya
  1. Kisah padat dan tidak bertele-tele 
  2. Film yang dengan leluasa menyindir politik Indonesia 
  3. Akting pemain memukau
  4.  Musik yang mendukung suasana 
  5. Koreografi adu yang apik
  1. Harus direvisi dulu sebelum ditayangkan
  2. Kelemahan terletak pada cerita 
  3. Kisah terlalu berlebihan dan mengada-ada 
  4. Riset sejarah tidak mendukung 
  5. Penggunaan kostum tidak sesuai dengan kisah atau sejarah
  1. Perlu diadakannya riset yang jelas 
  2. Harus melaksanakan revisi sebelum ditayangkan 
  3. Harus menampilkan kisah yang sesuai dengan keadaan orisinil sejarah 
  4. Mencari sumber yang jelas. 
  5. Mengklarifikasi kesalahan film
3.“Mengapa Kau Culik Anak Kami” Pertanyaaan Itu Belum Terjawab
  1. Banyak penonton berkaca-kaca menyaksikannya 
  2. Akting para pemain yang andal 
  3. Penggarapan artistik yang memukau 
  4. Sound yang menggambarkan kesedihan dengan apik
  5. Kisah dari kehidupan sehari-hari
  1. Kisah tidak digambarkan secara langsung
  2. Suasana terlalu modernism
  1. Cerita harus to the point
  2. Menggambarkan suasana sebagaimana mestinya

Huruf miring dalam cetakan digunakan untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: Berita itu muncul dalam harian Kompas. Tanda petik (“...”) digunakan untuk mengapit judul puisi, karangan, atau kepingan buku yang digunakan dalam kalimat. Misalnya: Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 5 buku itu. Oleh lantaran itu, penulisan judul film atau drama yang digunakan dalam kalimat memakai tanda petik (“...”), sedangkan judul novel dituliskan dengan abjad miring.

Pada ketiga teks ulasan tersebut terdapat beberapa kesalahan penulisan judul film dan drama. Bacalah sekali lagi secara saksama ketiga teks ulasan itu, terutama pada penulisan judul film dan drama.
No.KalimatBenarSalah
1.Scene yang dahsyat dari film “Hafalan Shalat Delisa” membuat saya terhenyak.-
2.Aktingnya mengingatkan pada Gina Novalista dalam Mirror Never Lies yang menjadi nominasi artis terbaik FFI 2011.-
3.
Drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” ditulis dan disutradarai oleh Seno Gumira Ajidarma.
-
4.
Ia pernah menggelar drama karyanya berjudul Pertunjukan Segera Dimulai pada 1976.
-
5.
Belakangan, ia mementaskan Tumirah Sang Mucikari(1998) yang diilhami oleh huru-hara politik di Tanah Air.
-
6.
Film Gending Sriwijaya yang disutradarai Hanung Bramantyo menuai kontroversi.
-
7.
Ini kolaborasi kedua sesudah film “Mengejar Angin”.
-
8.
Film Gending Sriwijaya digarap Hanung Bramantyo bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memakai dana APBD.
-
9.
Film “Hafalan Shalat Delisa” diangkat dari novel yang berjudul sama, Hafalan Shalat Delisa.
-
10.
Nurhadi menilai kelemahan film “Gending Sriwijaya” terletak pada dongeng kontradiksi dan perebutan tahta oleh dua anak raja
-

No comments:

Post a Comment