Pohon kapuk randu merupakan tumbuhan tempat tropis, tepatnya di dataran rendah pada ketinggian dibawah 500 m. Daun pohon randu berwarna hijau dan bentuknya menjari menyerupai daun singkong. Buah randu yang berbentuk lonjong, ketika masih muda berwarna hijau. Bila sudah tua, buahnya mengering berubah warna menjadi coklat. Biasanya sesudah diambil seratnya kulit kapuk hanya dipakai sebagai kayu bakar atau dibuang begitu saja. Berkat kecerdasan seorang siswi Sekolah Menengan Atas PGRI II Kayen ternyata kulit kapuk bisa diolah menjadi Bio fungisida. Fungsi bio fungisida hasil olahan bubuk kulit kapuk ternyata bisa melawan jamur yang kerap menyerang tanaman. Bio fungisida dari bubuk limbah kapuk sangat membantu petani lantaran sanggup menekan biaya produksi.
Untuk mendapat kulit kapuk kedua siswa tersebut tidak mengalami kesulitan lantaran kulit kapuk sanggup diperoleh di Desa Karaban, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, yang semenjak 1970-an dikenal sebagai pusat kapuk. Sebagian besar warga Desa Karaban yaitu pembuat dan pedagang kasur serta pengodol kapuk. Limbah kulit kapuk ini, benar-benar sanggup dioptimalkan untuk kepentingan kemajuan pertanian. Kegunaannya tidak terbatas untuk tumbuhan cabai, tapi lebih luas untuk pertanian lain.
Setiap hal di dunia ini bermanfaat bagi insan dan lingkungan kalau insan bisa mengambil manfaat dengan cara yang benar. Seperti yang dilakukan dua siswa Sekolah Menengan Atas di Kayen tersebut, limbah bubuk cangkang kapuk yang semula dibuang begitu saja, sesudah diteliti ternyata bisa dimanfaatkan sebagai pembunuh jamur pada tumbuhan cabai. Banyak temuan dari siswa Sekolah Menengan Atas yang tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya, tetapi juga bermanfaat bagi penemu sendiri semisal bisa mendapat penghargaan dan akreditasi tingkat nasional serta internasional.
Abu Cangkang Kapuk Pembunuh JamurNo. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Pernyataan Umum | Kecamatan Kayen merupakan pusat penghasil kapuk di Pati, Jawa Tengah. Masyarakat mengakibatkan kapuk sebagai materi bantal dan kasur. Sementara kulit buah kapuk dimanfaatkan sebagai materi pembakaran kerikil bata dan genting, bubuk sisa pembakaran cangkang kapuk itu dibuang begitu saja. |
2. | Urutan sebab-akibat 1 | Aprilliyani Sofa Marwaningtyaz, siswa kelas XII, jurusan IPA, Sekolah Menengan Atas PGRI 2 Kayen, tak sengaja melihat bubuk kulit kapuk teronggok di rerumputan dan beberapa hari kemudian rumput mati. Padahal, ketika dibuang, bubuk sudah dingin. Ia penasaran, kemudian meneliti hubungan antara bubuk kulit kapuk dan rumput yang mati. Bersama dengan teman sekolahnya, Ika Puji Anggraeni, ia mengakibatkan bubuk kapuk sebagai materi penelitian dengan guru pendamping Muhammad Rouf. |
3. | Urutan sebab-akibat 2 | Aprillyani dan Ika berasumsi, bubuk kulit kapuk sanggup membunuh jamur dan kalau dipakai berlebihan mengakibatkan tumbuhan mati. Untuk memudahkan penelitian, bubuk kapuk diekstraksi. Abu yang sudah diayak dilarutkan dalam air dengan rasio 1:2. Larutan dipanaskan sampai 60 derajat Celcius. Setelah larut, cairan disaring dengan kertas saring. Abu yang telah diekstraksi sehingga menjadi kristal itu disebut soda-Q. |
3. | Hubungan sebab-akibat 3 | Untuk diuji efektivitasnya, soda-Q dioleskan pada empat potong tempe. Sebagai pembanding, disediakan pula empat potong tempe tanpa diolesi soda-Q. Tiga hari kemudian tempe yang diolesi tak berjamur, sedangkan pada tempe yang tak diolesi soda-Q jamur berkembang menyelimuti tempe. “Kesimpulannya, bubuk kulit kapuk bisa membunuh jamur,” kata Aprilliyani ketika ditemui Tempo, 4 Desember lalu. |
4. | Urutan sebab-akibat 4 | Aprilliyani dan Ika ingin temuannya sanggup diaplikasikan di bidang pertanian. Ia prihatin terhadap nasib petani cabe di Kayen yang sering merugi lantaran cabainya sering membusuk tanggapan serangan jamur. |
5. | Hubungan sebab-akibat 5 | Kedua pelajar ini berpikir bagaimana temuannya itu bisa menjadi pengusir jamur pada tanaman. “Formulanya harus dalam bentuk cair sehingga bisa disemprotkan,” kata Aprilliyani. |
6. | Urutan sebab-akibat 6 | Agar cairan bisa melekat pada tanaman, air harus mengandung sabun dengan konsentrasi 0,5 persen. Seliter air sabun dengan 10 gram soda-Q dianggap yang paling ideal. |
7. | Urutan sebab-akibat 7 | Formula disemprotkan ke tumbuhan cabe pada usia 7 hari, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 75 hari, dan 90 hari menjelang usia panen. Hasilnya, panen cabe pun maksimal, tak membusuk tanggapan jamur. |
8. | Urutan sebab-akibat 8 | Hasil uji di laboratorium Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menunjukkan, larutan pembunuh jamur itu mengandung natrium hidroksida (NaOH) 26,28 persen, natrium karbonat (Na2Co3) 0,9 persen, dan kalium karbonat (K2CO3) 23,11 persen. “Ketiga senyawa itu mempunyai sifat basa tinggi sehingga bisa membunuh jamur,” kata Muhammad Rauf dari ITS. |
9. | Urutan sebab-akibat 9 | Aprilliyani menyatakan formulanya lebih ramah lingkungan, murah, dan gampang diaplikasikan petani. Ramah lingkungan lantaran bersifat organik tanpa mengandung unsur kimia berbahaya. Berbeda dengan fungisida nonorganik, yang bersifat karsinogen—dapat memicu kanker— serta membunuh organisme lain secara berlebihan. |
10. | Hubungan sebab-akibat 10 | Formula Aprilliyani relatif murah, lantaran harga bubuk kulit kapuk per karung di Kayen hanya Rp2.000,00. harga sebotol fungisida nonorganik Rp80.000,00 untuk dipakai seperempat hektare tumbuhan cabai. Dengan formula itu, hanya diharapkan dua kilogram soda-Q, yang pembuatannya menghabiskan ongkos Rp20.000,00. |
11. | Urutan sebab-akibat 11 | Pada Oktober 2012 temuan ini diikutkan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kapuk sebagai Bahan Utama Biopestisida”. Penelitian dua siswi ini menjadi juara ketiga. Dewan juri menyarankan kata biopestisida diganti dengan biofungisida. |
12. | Urutan sebab-akibat 12 | Pada 23--25 Oktober kemudian penelitian ini diikutkan dalam Mostra International de Ciencia e Technologia, Brasil, dengan judul “Utilization of Kapok Pods Waste as Biofungicide” (“Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kapuk sebagai Bahan Utama Biofingisida”). Penelitian ini meraih gelar juara pertama dan dinobatkan sebagai penelitian terbaik, mengalahkan penerima dari 32 negara. Sumber: Tempo, 15 Desember 2013, hlm. 16 |
Teks Cerita Ulang
No. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Orientasi | Aprilliyani Sofa Marwaningtyaz, siswa kelas XII, jurusan IPA, Sekolah Menengan Atas PGRI 2 Kayen, tak sengaja melihat bubuk kulit kapuk teronggok di rerumputan dan beberapa hari kemudian rumput mati. Padahal, ketika dibuang, bubuk sudah dingin. Ia penasaran, kemudian meneliti hubungan antara bubuk kulit kapuk dan rumput yang mati. Bersama dengan teman sekolahnya, Ika Puji Anggraeni, ia mengakibatkan bubuk kapuk sebagai materi penelitian dengan guru pendamping Muhammad Rouf. |
2. | Urutan Peristiwa | Aprillyani dan Ika berasumsi, bubuk kulit kapuk sanggup membunuh jamur dan kalau dipakai berlebihan mengakibatkan tumbuhan mati. Untuk memudahkan penelitian, bubuk kapuk diekstraksi. Abu yang sudah diayak dilarutkan dalam air dengan rasio 1:2. Larutan dipanaskan sampai 60 derajat Celcius. Setelah larut, cairan disaring dengan kertas saring. Abu yang telah diekstraksi sehingga menjadi kristal itu disebut soda-Q. Untuk diuji efektivitasnya, soda-Q dioleskan pada empat potong tempe. Sebagai pembanding, disediakan pula empat potong tempe tanpa diolesi soda-Q. Tiga hari kemudian tempe yang diolesi tak berjamur, sedangkan pada tempe yang tak diolesi soda-Q jamur berkembang menyelimuti tempe. Aprilliyani ketika ditemui Tempo, Pada tanggal 4 Desember kemudian ketika ditemui Tempo Aprilliyani menyimpulkan bahwa, bubuk kulit kapuk bisa membunuh jamur. Aprilliyani dan Ika ingin temuannya sanggup diaplikasikan di bidang pertanian. Ia prihatin terhadap nasib petani cabe di Kayen yang sering merugi lantaran cabainya sering membusuk tanggapan serangan jamur. Kedua pelajar ini berpikir bagaimana temuannya itu bisa menjadi pengusir jamur pada tanaman. Aprilliyani menyampaikan bahwa formulanya harus dalam bentuk cair sehingga bisa disemprotkan, Agar cairan bisa melekat pada tanaman, air harus mengandung sabun dengan konsentrasi 0,5 persen. Seliter air sabun dengan 10 gram soda-Q dianggap yang paling ideal. Formula disemprotkan ke tumbuhan cabe pada usia 7 hari, 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 75 hari, dan 90 hari menjelang usia panen. Hasilnya, panen cabe pun maksimal, tak membusuk tanggapan jamur. Hasil uji di laboratorium Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menunjukkan, larutan pembunuh jamur itu mengandung natrium hidroksida (NaOH) 26,28 persen, natrium karbonat (Na2Co3) 0,9 persen, dan kalium karbonat (K2CO3) 23,11 persen. Mohammad Rauf dari ITS menyampaikan bahwa ketiga senyawa itu mempunyai sifat basa tinggi sehingga bisa membunuh jamur, Aprilliyani menyatakan formulanya lebih ramah lingkungan, murah, dan gampang diaplikasikan petani. Ramah lingkungan lantaran bersifat organik tanpa mengandung unsur kimia berbahaya. Berbeda dengan fungisida nonorganik, yang bersifat karsinogen-dapat memicu kanker serta membunuh organisme lain secara berlebihan. Formula Aprilliyani relatif murah, lantaran harga bubuk kulit kapuk per karung di Kayen hanya Rp2.000,00. harga sebotol fungisida nonorganik Rp80.000,00 untuk dipakai seperempat hektare tumbuhan cabai. Dengan formula itu, hanya diharapkan dua kilogram soda-Q, yang pembuatannya menghabiskan ongkos Rp20.000,00. Pada Oktober 2012 temuan ini diikutkan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kapuk sebagai Bahan Utama Biopestisida”. Penelitian dua siswi ini menjadi juara ketiga. Dewan juri menyarankan kata biopestisida diganti dengan biofungisida. Pada 23-25 Oktober kemudian penelitian ini diikutkan dalam Mostra International de Ciencia e Technologia, Brasil, dengan judul “Utilization of Kapok Pods Waste as Biofungicide” (“Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kapuk sebagai Bahan Utama Biofingisida”). Penelitian ini meraih gelar juara pertama dan dinobatkan sebagai penelitian terbaik, mengalahkan penerima dari 32 negara. |
3. | Reorientasi | Kulit buah kapuk yang sebelumnya hanya dimanfaatkan sebagai materi pembakaran kerikil bata dan genting, bubuk sisa pembakaran cangkang kapuk itu dibuang begitu saja. Ternyata melalui penelitian yang dilakukan oleh Aprilliyani dan Ika siswi SMA PGRI 2 Kayen bubuk kulit kapuk sanggup diubah menjadi biofungisida yang sanggup diaplikasikan dalam bidang pertanian. |
Pada paragraf kedua yang menjadi asal musabab dilakukannnya penelitian terhadap bubuk cangkang kapuk. Aprillyani dan Ika berasumsi, bubuk kulit kapuk sanggup membunuh jamur dan kalau dipakai berlebihan mengakibatkan tumbuhan mati. Untuk memudahkan penelitian, bubuk kapuk diekstraksi. Abu yang sudah diayak dilarutkan dalam air dengan rasio 1:2. Larutan dipanaskan sampai 60 derajat Celcius. Setelah larut, cairan disaring dengan kertas saring. Abu yang telah diekstraksi sehingga menjadi kristal itu disebut soda-Q.
Penelitian tersebut sangat luar biasa tentunya, zaman kini banyak generasi muda yang sudah tidak perduli lagi dengan lingkungan sementara Aprilliyani Sofa Marwaningtyaz dan Ika Puji Anggraeni masih perduli terhadap lingkungan dengan membuat sebuah penemuan gres yaitu biofungisida dari cangkang kapuk. Inovasi ini selain ramah lingkungan juga ramah kantung bagi penggunanya.
Melakukan pembiasaan sosial dengan lingkungan sekitar, menyerupai yang dilakukan oleh dua siswi Sekolah Menengan Atas di Kayen dengan menemukan penemuan untuk membantu petani membasmi hama jamur di lahan cabe mereka, merupakan satu bentuk teladan pembiasaan sosial yang bisa dilakukan untuk lingkungan sekitar kalian.
No comments:
Post a Comment