Menunggu Godot yaitu naskah karya sastrawan Irlandia berjulukan Samuel Beckett (1906-1989). Karya ini bercerita wacana penantian dua sahabat karib, Vladimir dan Estragon. Keduanya tak lagi sanggup mengingat apakah telah menunggu seharian, seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan puluhan tahun. Cerita berakhir dengan tragedi. Saat waktu terus berlalu, wajah dua sahabat itu makin keriput dan rambutnya memutih. Adapun Godot yang ditunggu tak kunjung tiba. Menunggu Godot tak hanya menunggu ketidakpastian, tetapi juga merupakan kesia-siaan atau penantian penuh kekonyolan. Dari sini muncullah istilah ‘Menunggu Godot’.
Naskah drama ini terdiri dari dua babak. Babak I dan babak II menawarkan setting daerah dan waktu yang sama, yaitu di suatu jalan di desa pada suatu senja. Pada jalan itu terdapat sebuah pohon. Pada babak I, pohon itu tanpa daun, dan pada babak II sudah muncul beberapa helai daun. Tokoh yang terdapat dalam naskah ini hanya lima orang, yakni Vladimir, Estragon, Pozzo, Lucky, serta Boy. Namun dalam obrolan yang diucapkan oleh para tokoh tersebut muncul nama Godot, ialah tokoh yang mereka nantikan. Godot tidak muncul dalam teks drama dalam artian hanya ada nama tokoh dan obrolan tetapi hanya dalam ucapan tokoh tokoh yang membicarakannya.
Sementara Menunggu Godot
Karya : Samuel Beckett Terjemahan : B. Very Handayani Editor naskah : Yudi Ahmad Tajuddin Editor : Amien Wangsitalaja Penerbit buku : Tarawang Pemain: Estragon (Gogo) Vladimir (Didi) Pozzo Lucky Adegan 1 Sebuah jalan desa. Sebatang pohon. Petang hari Estragon duduk di sebuah gundukan, sedang mencoba melepaskan sepatu bootnya. Dia menarik kedua tangannya, kemudian terengah-engah. Dia menyerah, Nampak sangat lelah, istirahat dan mencobanya lagi ibarat sebelumnya. Masuk Vladimir. | ||
Estragon | : | (menyerah lagi) Sia-sia! |
Vladimir | : | (Maju dengan langkah pendek, berjalan kaki, kedua kakinya melangkah lebar) Aku mulai oke dengan pendapat itu. sepanjang hidup saya mencoba menjauhkannya dariku dengan berkata; Vladimir cobalah berpikir, kau bahkan belum mencoba semuanya. Dan saya terus berjuang. (Dia termenung, memikirkan perjuangannya. Lalu berpaling pada Estragon). Kaprikornus kau di sini lagi. |
Estragon | : | Memang |
Vladimir | : | Aku bahagia melihatmu lagi. Aku kira kau telah pergi untuk selamanya |
Estragon | : | Aku juga. |
Vladimir | : | Bersama lagi, akhirnya! Kita harus merayakannya. Tapi bagaimana caranya? (dia berpikir) Bangunlah dan saya akan memelukmu. |
Estragon | : | Aku juga. |
Vladimir | : | Bersama lagi, akhirnya! Kita harus merayakannya. Tapi bagaimana caranya? (dia berpikir) Bangunlah dan saya akan memelukmu. |
Estragon | : | (dengan marah) Jangan sekarang. Jangan sekarang. |
Vladimir | : | (terluka, dengan dingin) Bolehkah hamba tahu di manakah tuan puteri menghabiskan malamnya? |
Estragon | : | Di selokan. |
Vladimir | : | (Dengan kagum) Selokan? Di mana? |
Estragon | : | (tanpa isyarat) Di sana. |
Vladimir | : | Dan mereka tidak memukulmu? |
Estragon | : | Memukulku? Tentu saja mereka memukulku. |
Vladimir | : | Gerombolan yang sama? |
Estragon | : | Sama? Aku tidak tahu. |
Vladimir | : | Jika saya memikirkan hal itu… selama ini… apa jadinya kau tanpa aku…. (dengan tegas) pada ketika itu, kau tidak lain hanya seoonggok tulang. Aku yakin akan hal itu. |
Estragon | : | Lantas?. |
Vladimir | : | (dengan muram) Itu keterlaluan untuk seorang insan (Pause. Dengan ceria) tapi sebaliknya, apa untungnya ketika ini putus asa, itu yang saya katakan. Kita seharusnya memikirkan hal itu jutaan tahun yang lalu. Pada kurun ke-19. |
Estragon | : | Ah, hentikan ocehanmu dan bantu saya menyingkirkan barang rongsokan ini. |
Vladimir | : | Pada awalnya, saling bergandengan di puncak menara Eiffel. Kita sangat anggun pada saat-saat itu. Akan tetapi, kini sudah terlambat. Mereka bahkan tak akan pernah membiarkan kita naik lagi. (Estragon membuka sepatunya) Apa yang akan kau lakukan? |
Estragon | : | Mencopot sepatu bootku. Apa kau tidak pernah melakukannya? |
Vladimir | : | Sepatu harus dilepas setiap hari. Aku telah menyampaikan hal itu padamu. Kenapa kau tidak mencoba mendengarku? |
Estragon | : | (dengan lemah) Bantu aku! |
Vladimir | : | Sakitkah? |
Estragon | : | Sakit! Dia ingin tahu apakah ini menyakitkan? |
Vladimir | : | (dengan marah) Tak ada orang yang menderita selain kau, saya tidak termasuk. Aku ingin dengar apa yang akan kau katakan kalau tahu apa yang saya alami. |
Estragon | : | Sakitkah? |
Vladimir | : | Sakit! Dia ingin tahu apakah itu menyakitkan! |
Estragon | : | (menuding) Kau mungkin mengancingkannya. Sama saja. |
Vladimir | : | (membungkuk) Benar (dia mengancingkan tutup luarnya) jangan pernah remehkan hal-hal kecil kehidupan. |
Estragon | : | Apa yang kau harapkan, kau selalu menunggu hingga ketika terakhir. |
Vladimir | : | (Termenung) Saat terakhir…. (dia merenung) Harapan yang tertunda memang menyakitkan. Siapakah yang mengatakannya? |
Estragon | : | Kau tidak menolongku? |
Vladimir | : | Kadang-kadang saya merasa semuanya menjadi sama saja. Lalu, saya merasa semuanya menggelikan. (dia melepaskan topinya, menatap tajam ke dalamnya menggoncanggoncangkannya, kemudian memakainya lagi) Bagaimana saya mengatakannya? Lega dan pada ketika yang bersamaan… (dia mencari kata yang tepat)…ngeri. (dengan penekanan) Ngeri (dia melepaskan topinya lagi, menatap tajam ke dalamnya) Lucu (dia mengetuk-ngetuk serpihan atasnya seakan-akan mengusir serpihan yang asing. Melihat serpihan dalamnya lagi, memakainya kembali) Sia-sia saja. (Estragon dengan kekuatan penuh berhasil menarik sepatu bootnya. Dia melihat serpihan dalamnya, menggoncang-goncangnya, melihat ke tanah untuk memastikan apakah ada sesuatu yang keluar dari sepatunya, tidak menemukan apa-apa, merogoh dalamnya lagi. Menatap Vladimir dengan pandangan yang kabur). Bagaimana? |
Estragon | : | Tak ada. |
Vladimir | : | Perlihatkan |
Estragon | : | Tak ada yang perlu diperlihatkan |
Vladimir | : | Coba pakailah lagi |
Estragon | : | (memeriksa kakinya) Aku akan mengangin-anginkannya sebentar. |
Vladimir | : | Ada banyak orang sepertimu. Menyalahkan sepatunya, padahal kakinya yang salah. (Dia melepas topinya lagi melihat ke dalamnya, merabanya, mengetuk serpihan atasnya, meniupnya dan memakainya lagi) hal ini mulai mengkhawatirkan (Hening, Vladimir berpikir keras, Estragon menarik-narik jari-jari kakinya) Salah satu pencuri itu diselamatkan. (pause) Bagian yang masuk akal. (pause) Gogo. |
Estragon | : | Apa? |
Vladimir | : | Seandainya kita bertobat |
Estragon | : | Bertobat apa? |
Vladimir | : | Oh…(dia berpikir) kita tidak perlu membahas detilnya |
Estragon | : | Tentang kelahiran kita? (Vladimir tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, tetapi dengan segera ia menjadi sesak napas, tangannya menekan serpihan bawah tubuhnya, wajahnya menyeringai kesakitan.) |
Martin Esslin mengemukakan bahwa dalam mengkaji sebuah pementasan drama ada tujuh tanda yang harus dicermati: pertama, ikon, indeks, dan simbol dalam drama; kedua, pembingkaian; ketiga, aktor; keempat, visual dan desai; kelima, kata/teks; keenam, musik dan bunyi; dan ketujuh, panggung dan layar. Jadi, drama merupakan karya multidimensional yang sanggup dikaji dari banyak sisi. Naskah drama tersebut sesudah dikonversi menjadi sebuah teks ulasan ibarat di bawah ini.
No. | Struktur Teks | Kalimat |
1. | Orientasi 1 | “Menunggu Godot” merupakan naskah drama karya Samuel Backett. Naskah ini ditulisnya semenjak 9 Oktober 1948 hingga 29 Januari 1949. “Menunggu Godot” pertama kali dipentaskan di Paris pada 5 Januari 1953. Naskah ini ditulis dalam bahasa Prancis dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, termasuk Indonesia. Satu tokoh yang tidak muncul dalam obrolan yaitu Godot. Godot merupakan sosok yang sangat ditunggu oleh para tokoh lain. Ia merupakan simbol dari keberadaan dari ketiadaan. Wujudnya tidak pernah ada, tetapi namanya dibicarakan terus-menerus; ia tidak muncul. Tanpa kehadiran fisiknya, Godot tetap mempunyai kemampuan untuk menawarkan kekuasaannya kepada Vladimir dan Estragon untuk tetap menunggunya kedatangannya. |
2. | Tafsiran Isi | Kisah “Menunggu Godot” ini yaitu kisah yang menggambarkan keinginan yang tidak kunjung berakhir. Aktor dalam kisah ini termasuk Vladimir, Estragon, Pozzo, Lucky, dan Boy. Mereka yaitu sekawanan teman-teman yang sangat setia pada kedatangan Godot. Bahkan, Godot tidak akan pernah datang. Ia berbicara terus-menerus, tapi beliau tidak muncul. Ketidakhadirannya telah membuatnya menjadi sentra perhatian dan itu yaitu cara beliau menawarkan kekuasaannya dalam hal Vladimir dan Estragon untuk terus menunggu Godot. Penantian kedua tokoh itu, Vladimir dan Estragon, menjadi sebuah penantian panjang. Selama itu mereka melewatkan waktu dengan memperdebatkan hal-hal di sekitar mereka, di antaranya sepatu, topi, pohon, peristiwa penyaliban, atau kisah penyelamatan. Tokoh lain yang kemudian hadir di tengah kisah yaitu Pozzo dan Lucky, sang tuan dan budaknya, serta seorang utusan Godot yang beberapa kali tiba dan menyampaikan hal yang sama bahwa Godot tidak bisa tiba sekarang, tetapi besok. Selama waktu berjalan, peristiwa yang sama berulang kembali dan Godot tidak pernah menampakkan dirinya hingga simpulan cerita. |
3. | Evaluasi | Pementasan drama Menunggu Godot menuai sukses di mana-mana. Mendapat sambutan menghebohkan dari khalayak, dan lebih-lebih liputan luas dari media massa dengan segala pro dan kontranya. Segala aspek dalam drama ini menyimpan pesan moral yang dalam. Adanya tokoh Godot yang tidak kunjung tiba juga menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Apakah beliau manusia, hewan, dewa, ratu adil, uang ataukah kemenangan. Namun sayangnya, citra kehidupan dalam kisah ini cukup menyedihkan. Berulang-ulang dan beku. Kehilangan makna, tujuan dan mengisahkan penderitaan yang terus menerus. Setiap abjad dalam naskah ini terlihat ibarat hidup dalam penjara ciptaan sendiri. Setiap mereka terkurung dalam ketidakmampuan untuk bertindak. |
4. | Rangkuman | Secara keseluruhan, drama "Menunggu Godot" sangat menarik alasannya mengandung pesan moral yang mendalam. Godot hanyalah sebuah alasan bagi Vladimir dan Estragon untuk tetap menjalani hidup. Mereka menunggu Godot yang mereka tidak tahu siapa, dan belum tentu juga Godot akan tiba menemui mereka. |
No comments:
Post a Comment