Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948, Latar Belakang, Tujuan, Upaya Penumpasan - Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah suatu jaminan bahwa warga Negara Indonesia sanggup mencicipi kemerdekaan dengan seutuhnya menyerupai apa yang dijanjikan pada pembukaan UUD 1945. Setelah Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamasikan oleh presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, banyak sekali permasalah yang bermunculan di Negara Indonesia baik dari segi ekonomi, politik, sosial, keamanan dan pertahanan, dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi sesudah proklamasi tersebut diumumkan. Dalam segi perekonomian, pemerintahan RI masih belum sanggup melaksanakan perbaikan yang cukup signifikan secara menyeluruh. Salah satu insiden yang populer di Negara Indonesia ini yaitu Peristiwa Pemberontakan di Madiun.
1. Penyebab / Latar Belakang Terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun
Tidak usang sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 18 September 1948 terjadi insiden pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemerdekaan yang seharusnya dihiasi dengan pembangunan Bangsa, justru malah dikacaukan oleh sekelompok orang yang tidak paham ihwal arti kemerdekaan Indonesia. Kelompok yang satu ini lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya daripada kepentingan nasional yang seharusnya lebih diperhatikan untuk kemajuan bangsa. Pemahaman komunisme tumbuh dibenak orang-orang PKI, sedangkan rakyat biasa menyerupai para petani, buruh dan lain sebagainya tidak tahu apa arti dari paham politik tersebut. Mereka mengikuti para pencetus PKI hanya lantaran ikut-ikutan dan bukan lantaran pemahaman yang baik ihwal komunisme tersebut.
Peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh PKI ini diawali dengan kesepakatan perjanjian Renville, di mana Negara Indonesia berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Kerugian pertama yaitu adanya penyempitan kekuasaan wilayah Indonesia dan hal ini semakin memperlemah posisi Indonesia, lantaran pada ketika itu posisi Negara Indonesia terkurung oleh kekuasaan Belanda. Kerugian kedua yang terjadi di Indonesia yaitu hancurnya sektor perekonomian, dimana masyarakat Indonesia sangat lemah dalam bidang perekonomian lantaran di blokade oleh Negara Belanda. Kerugian ketiga yang dirasakan oleh Negara Republik Indonesia yaitu konflik antara Amir Syariffuddin dan kelompok yang kontra terhadap hasil perjanjian Renville, dimana kelompok ini didominasi oleh Partai Nasional Indonesia dan Masyumi.
Musso. [1] |
Tidak usang sesudah perjanjian Renville, pada bulan Januari 1948, Amir Syariffuddin lengser dari jabatannya, dan lengsernya Amir Syariffuddin disikapi dengan rasa kecewa oleh Muso. Setelah Amir Syariffuddin turun dari jabatannya, Mohammad Hatta ditunjuk untuk membentuk kabinet, dan pada pembentukan kabinet tersebut, Mohammad Hatta mengajak Masyumi, PNI, dan Sayap kiri untuk bergabung dan gotong royong membangun kabinet koalisi dengan proporsi wakil yang seimbang. Dalam perundingannya, Sayap Kiri tidak menolak tawaran tersebut untuk terlibat dengan kabinet koalisi Hatta. Namun, Sayap Kiri menginginkan kedudukan yang lebih strategis dan lebih lebih banyak didominasi dengan mengajukan pengaturan penempatan kedudukan bagi wakil-wakilnya. Amir Syariffuddin menggalang kekuatan dengan kelompok sosialis lainnya seperti, Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosial Indonesia ( PESINDO), Partai Sosialisasi Indonesia (PSI), dan partai buruh. Kelompok tersebut diberi nama usaha Front Demokratik Rakyat (FDR).
2. Tujuan Pemberontakan PKI di Madiun
Tujuan pertama yang dilakukan oleh PKI yaitu dengan melaksanakan propaganda kepada masyarakat untuk mempercayai akan pentingnya Front Nasional. Lewat Front Nasional tersebut dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari masyarakat tani, buruh, dan golongan rakyat miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang terjadi di antara masyarakat tersebut. PKI berencana bahwa sesudah upaya tersebut dilakukan, maka selanjutnya PKI akan berkoalisi dengan tentara. PKI beranggapan bahwa tentara Indonesia harus mempunyai perilaku yang sama menyerupai tentara merah yang berada di Uni Soviet. Tentara yang dipilih oleh PKI harus mempunyai pengetahuan di bidang politik dan dibimbing oleh opsir-opsir politik, serta harus mempunyai pemikiran anti penjajahan. Sebagian besar tentara yang bergabung dengan PKI yaitu tentara yang mempunyai rasa sakit hati akhir adanya acara Rasionalisasi dan Reorganisasi oleh kabinet Hatta dan secara kebetulan mereka juga menemukan persamaan tujuan dengan PKI.
Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun di mulai pada jam 03.00 sesudah terdengarnya tembakan pistol tiga kali sebagai tanda dimulainya gerakan non-parlementer oleh kelompok komunis, kemudian disusul dengan adanya gerakan pelucutan senjata. Selanjutnya, kesatuan PKI menguasai tempat-tempat penting yang berada di kota Madiun, menyerupai tempat penyimpanan uang rakyat (Bank), Kantor Polisi, Kantor Pos, dan Kantor Telepon. Setelah itu, para pasukan PKI melanjutkan aksinya dengan menguasai Kantor Radio RRI dan Gelora Pemuda yang akan dipakai sebagai alat untuk mengumumkan ke seluruh penjuru negeri mengenai penguasaan kota Madiun yang nantinya akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). PKI juga mengumumkan pendirian Sovyet Republik Indonesia dan pembentukan pemerintahan Front Nasional. Proklamasi ini diumumkan oleh Supardi, seorang tokoh FDR dari PESINDO dengan diiringi pengibaran bendera merah. Dengan adanya proklamasi tersebut, maka kota Madiun dan sekitarnya dinyatakan resmi sebagai tempat yang merdeka dan tidak lagi menjadi pecahan dari Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1948, PKI menyatakan bahwa berdirinya Soviet Republik Indonesia tersebut bertujuan untuk mengganti Pancasila (Dasar Negara Indonesia) dengan komunis. Namun, ketika Sovyet Republik Indonesia diumumkan, Amir Syariffuddin dan Muso yang selanjutnya ditunjuk sebagai Presiden dan Wakil Presiden, mereka malah berada luar di kota Madiun. Organisasi-organisasi yang sudah dipersiapkan untuk menjalankan pemberontakan tersebut antara lain: kelompok yang di pimpin oleh Sumantoro (PESINDO), Pasukan Divisi VI Jawa Timur dipimpin oleh Kolonel Djokosujono, dan Letkol Dahlan. Waktu itu, panglima Divisi VI Jawa Timur yaitu seorang Kolonel berjulukan Sunkono. Selain itu, ada juga sebagian Divisi Penembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Sutojo dan Letkon Suadi. Dalam gerakan ini, organisasi PKI telah melaksanakan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang anggota militer. Perebutan wilayah ini berlangsung dengan lancar, dan selanjutnya mereka mengibarkan bendera merah di depan Balai Kota.
Anggota komunis yang dipimpin oleh Sumarsono, Dahlan, dan Djokosujono dengan cepat telah menguasai daerah-daerah yang berada di kota Madiun, lantaran sebagian besar tentara yang berada di kota tersebut tidak melaksanakan perlawanan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh PKI tersebut. Di sisi lain, pertahanan kota Madiun sebelumnya memang lemah sehingga dengan cepat sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121. Pada jam 07.00 pagi, PKI telah berhasil menguasai kota Madiun dengan sepenuhnya.
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun
Pemberontakan PKI yang terjadi di kota Madiun mendorong Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan tindakan tegas terhadap PKI. Presiden RI, Ir. Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan yang berada di bawah komadonya. Ketika dia mendengar informasi bahwa kota Madiun telah dikuasai oleh sekelompok pemberontak dari PKI yang dipimpin Muso, maka pemerintah eksklusif mengadakan Sidang Kabinet Lengkap yang berlangsung pada tanggal 19 September 1948 dan diketuai secara eksklusif oleh Ir. Soekarno. Hasil sidang tersebut mengambil keputusan antara lain:
- Bahwa insiden yang terjadi di kota Madiun yang digerakan oleh PKI yaitu suatu pemberontakan terhadap Pemerintah Indonesia dan memperlihatkan arahan kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
- Memberikan kekuasaan penuh terhadap Jenderal Sudirman untuk melaksanakan kiprah pemulihan keamanan dan ketertiban di Madiun dan daerah-daerah lainnya.
Setelah Peresiden memperlihatkan Komando kepada Angkatan perang untuk memulihkan keamanan di kota Madiun, dengan segera Angkatan Perang mengadakan penangkapan terhadap provokator yang membahayakan Negara dan diadakan penggerebegan di tempat-tempat yang dianggap perlu untuk diamankan. Untuk melaksanakan intruksi presiden tersebut dengan sebagik-baiknya, maka Markas Besar Angkatan Perang segera menunjuk dan mengangkat Kolonel Sungkono, Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang selanjutnya menerima kiprah untuk memimpin pasukan dari arah timur untuk menumpas Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI Musso dan mengamankan kembali seluruh tempat di Jawa Timur dari ancaman pemberontak.
Setelah menerima perintah tersebut, Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad untuk bergerak menuju kota Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh seorang Mayor berjulukan Jonosewojo. Pembagian pasukan terdiri atas Batalyon Sabirin Mucthar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan yang dipimpin oleh Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun, sedangkan Batalyon Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan.
Selain itu, pasukan Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letkol Sadikin juga berusaha untuk menguasai Madiun. Untuk kiprah operasi ini, Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan dari 8 Batalyon, yang di antaranya adalah: Batalyon Achmad Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas (Pengganti dari Batalyon Umar), Batalyon Daeng, Batalyon Nasuhi, Batalyon Kusno Utomo (dipimpin Letkol Kusno Utomo yang juga memegang dua Batalyon), dan Batalyon Sambas yang kemudian diganti dengan Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosahi Batalyon Kemal Idris. Di sisi lain, pasukan penembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Selamet Ryadi, Pasukan Perang Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi, dan pasukan dari Banyumas yang dipimpin oleh Mayor Surono. Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A. Kosashi yang di datangkan dari Yogyakarta bergerak dari arau utara dengan tujuan Pati. Batalyon Daeng bergerak dari Utara menuju Cepu dan blora. Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad Wiranatakusuma bergerak ke arah selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon Lukas dan Batalyon darsono bergerak ke arah Madiun. Sedangkan untuk pasukan Panembahan Senopati bergerak ke arah utara dan Pasukan Tentara Pelajar yang dikomandoi oleh Mayor Achmadi bergerak ke Madiun melalui Sarangan.
Musso yang melarikan diri ke tempat Ponorogo jadinya tertembak mati oleh Brigade S yang di pimpin oleh Kapten Sunandar pada tanggal 32 Oktober 1948. Penembakan ini terjadi sewaktu Kapten Sunandar sedang melaksanakan patroli. Sedangkan pada tanggal 20 November 1948, pasukan Amir Syariffuddin yang berusaha menuju Tambakromo terlihat sangat menyedihkan. Banyak diantara pasukan Amir ingin melarikan diri, tetapi warga selalu siap untuk menangkap mereka. Banyak mayit para pemberontak ditemukan lantaran kelaparan atau sakit, dan jadinya Amir Syariffuddin menyerahkan diri beserta sisa pasukannya pada tanggal 29 November 1948.
Gerakan Operasi Militer yang dilancarkan oleh pasukan yang taat dan patuh kepada pemerintah Republik Indonesia berjalan dengan singkat. Hanya dalam waktu 12 hari, Madiun beserta daerah-daerah di sekitarnya sanggup dikuasai kembali, tepatnya pada tanggal 30 September 1948. Setelah Madiun sanggup direbut kembali oleh pasukan TNI, keamanan kota Madiun-pun mulai terkendali dan setiap rumah yang berada di sekitarnya mengibarkan bendera Merah Putih.
4. Dampak dari Pemberontakan PKI di Madiun
Terjadinya pemberontakan di kota Madiun menciptakan keamanan di tempat tersebut tidak stabil sehingga meresahkan warga yang berada di tempat tersebut. Akibat pemberontakan tersebut, acara warga biasa menyerupai petani dan buruh terganggu. Kelancaran untuk membangun bangsa pada ketika itu menjadi terganggu dan hal ini merugikan masyarakat Indonesia. Dampak lain yang disebabkan oleh pemberontakan PKI yakni, banyaknya korban jiwa yang baik dari anggota Tentara Nasional Indonesia maupun anggota PKI, tidak sedikit pasukan kedua pihak yang terluka dan mati. Pasukan PKI juga banyak yang meninggal lantaran kelaparan dan penyakit. Pemberontakan PKI ini melibatkan setidaknya 8 Batalyon dan pasukan Militer Indonesia yang harus bertempur melawan para pemberontak yang bahwasanya juga merupakan rakyat Indonesia.
(Disarikan dari aneka macam sumber)
Sumber Gambar :
Semoga artikel mengenai Pemberontakan PKI di Madiun menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment