Showing posts with label Ilmu Nutrisi. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Nutrisi. Show all posts

Wednesday, November 20, 2019

Pintar Pelajaran Vitamin A, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Sumplemen, Makanan

Vitamin A, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Sumplemen, Makanan - Vitamin A ialah kelompok nutrisi hidrokarbon tak jenuh, yang mencakup retinol, retinal, asam retinoat, dan beberapa karotenoid provitamin A, di antaranya  adalah beta-karoten yang merupakan karotenoid provitamin A terpenting [1]. Vitamin A mempunyai beberapa fungsi, yaitu; sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta untuk pemeliharaan sistem kekebalan tubuh dan visi/penglihatan  yang baik [2]. Vitamin A dibutuhkan oleh retina mata dalam bentuk retinal. Retinal berkombinasi dengan  protein opsin untuk membentuk rhodopsin yang merupakan molekul menyerap cahaya [3]. Rhodopsin sangat diharapkan untuk menangkap cahaya rendah (visi scotopic) dan penentuan warna yang dilihat oleh mata [4]. Vitamin A juga juga sanggup berfungsi dalam tugas yang berbeda dalam bentuk retinol yang teroksidasi secara irreversibel yang dikenal sebagai asam retinoat. Asam retinoat berperan menyerupai hormon untuk faktor  pertumbuhan bagi sel epitel dan sel-sel lainnya [5].
 Vitamin A ialah kelompok nutrisi hidrokarbon tak jenuh Pintar Pelajaran Vitamin A, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Sumplemen, Makanan
Gambar 1. Trans Retinol. [65]
Pada masakan yang berasal dari hewan, bentuk utama dari vitamin A ialah ester, terutama dalam bentk retinyl palmitate yang kemudian akan dikonversi menjadi retinol (secara kimia ialah alkohol) di usus kecil. Bentuk retinol ini berfungsi sebagai kawasan penyimpanan vitamin, kemudian sanggup dikonversi dari dan menjadi bentuk aldehida visual aktif, berupa retinal. Senyawa asam yang berafiliasi dengan vitamin A berupa retinoic acid, merupakan suatu metabolit yang sanggup disintesis secara irreversibel dari vitamin A dan hanya merupakan sebagian dari acara vitamin A. Retinoic acid ini tidak berfungsi pada siklus penglihatan yang terjadi di retina. Retinoic acid dipakai untuk pertumbuhan dan diferensisasi seluler [6].

Semua bentuk vitamin A mempunyai cincin beta-Ionone dimana terdapat rantai isoprenoid pada cincin tersebut, kelompok ini kelompok retinil. Kedua fitur struktural tersebut sangat penting untuk acara vitamin [7]. Pigmen oranye pada wortel, beta-karoten, sanggup direpresentasikan sebagai dua kelompok retinil yang terhubung, yang dipakai di dalam tubuh untuk berkontribusi terhadap tingkatan vitamin A. Alpha-karoten dan gamma-karoten juga mempunyai kelompok retinil tunggal, yang memperlihatkan mereka beberapa acara vitamin. Tidak satu pun dari karoten jenis lain mempunyai acara vitamin. Karotenoid, beta-cryptoxanthinpossesses, mempunyai kelompok Ionone dan mempunyai acara vitamin pada manusia.

Vitamin A sanggup ditemukan dalam dua bentuk utama di dalam masakan :

Senyawa dan kondisi kimia lingkungannya
Mikrogram retinol yang setara dengan satu mikrogram senyawa pada tabel di samping
retinol
1
Beta-karoten, yang larut dalam minyak
1/2
Beta-karoten, terdapat pada masakan secara umum
1/12
Alpha-karoten, terdapat pada masakan secara umum
1/24
Gamma-karoten, terdapat pada masakan secara umum
1/24
Beta-cryptoxanthin, terdapat pada masakan secara umum
1/24

Retinol ialah bentuk dari vitamin A yang diperoleh ketika mengkonsumsi sumber pangan hewani. Retinol berwarna kuning dan merupakan senyawa yang larut dalam lemak. Oleh sebab dalam bentuk alkohol murni bersifat tidak stabil, vitamin yang ditemukan di dalam jaringan berbentuk ester retinil. Retinol juga diproduksi secara komersial dalam bentuk ester menyerupai retinil asetat atau palmitat [8].

Karoten; alpha-karoten, beta-karoten, gamma-karoten, dan xanthophyll beta-cryptoxanthin (semuanya mengandung cincin beta-Ionone), berfungsi sebagai provitamin A pada binatang herbivora dan omnivora yang mempunyai enzim 15-15'-dioxygenase yang memotong beta-karoten dalam mukosa usus dan mengkonversinya menjadi retinol [9]. Secara umum, karnivora ialah converter yang jelek dari karotenoid yang mengandung ionin. Karnivora murni menyerupai kucing dan musang kekurangan 15-15'-dioxygenase dan tidak sanggup mengkonversi karotenoid menjadi retinal (sehingga menimbulkan tidak ada karotenoid dalam bentuk vitamin A pada spesies ini).

1. Sejarah Vitamin A

Penemuan vitamin A kemungkinan berasal dari penelitian yang dilakukan pada tahun 1816, ketika seorang fisiologis berjulukan Magendie mengamati bahwa anjing kekurangan nutrisi menderita ulkus kornea dan mempunyai tingkat janjkematian yang tinggi [10]. Pada tahun 1912, Frederick Gowland Hopkins memperlihatkan bahwa "faktor aksesori" yang tidak diketahui ditemukan di dalam susu, selain karbohidrat, protein, dan lemak yang diharapkan untuk pertumbuhan pada tikus. Hopkins mendapatkan Hadiah Nobel untuk inovasi ini pada tahun 1929.[11][12] Pada tahun 1917, salah satu zat ini secara independen ditemukan oleh Elmer McCollum dari University of Wisconsin-Madison, dan Lafayette Mendel dan Thomas Osborne Burr dariYale University yang mempelajari tugas lemak di dalam diet. "Faktor aksesori" diberi istilah "larut dalam lemak (fat-soluble)" pada tahun 1918 dan kemudian diberi nama "vitamin A" pada tahun 1920. Pada tahun 1919, Harry Steenbock (University of Wisconsin) mengusulkan relasi antara pigmen tumbuhan berwarna kuning (beta-karoten) dengan vitamin A. Pada tahun 1931, seorang kimiawan dari Swiss berjulukan Paul Karrer menggambarkan struktur kimia vitamin A. [13] Vitamin A pertama kali disintesis pada tahun 1947 oleh dua kimiawan asal Belanda; David Adriaan van Dorp dan Jozef Ferdinand Arens.

2. Nilai Ekuivalen dari Retinoid dan Karotenoid

Beberapa jenis karotenoid sanggup dikonversi menjadi vitamin A. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memilih berapa banyak nilai dari kandungan karotenoid di dalam masakan yang setara dengan jumlah retinol tertentu, sehingga perbandingan dari manfaat masakan yang berbeda sanggup dibuat. Selama bertahun-tahun, sistem international unit (IU) yang dipakai ialah satu IU setara dengan 0,3 ug retinol, 0,6 ug β-karoten, atau 1,2 mg provitamin A karotenoid [14] Kemudian, satuan lainnya yang disebut retinol equivalent (RE) diperkenalkan. Sebelum tahun 2001, satu RE setara dengan: 1 mg retinol, 2 mg β-karoten yang larut dalam minyak (pada kebanyakan pil suplemen hanya sebagian yang larut, sebab tingkat kelarutan sangat rendah pada medium apapun), 6 mg β-karoten pada masakan normal (karena tidak diserap ketika dalam minyak), dan 12 ug α-karoten, γ-karoten, atau β-cryptoxanthin di dalam makanan.

Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa, penyerapan provitamin-A karotenoid hanya setengah dari jumlah yang diperkirakan sebelumnya. Sebagai hasilnya, pada tahun 2001, US Institute of Medicine mengeluarkan satuan gres yaitu, retinol activity equivalent (RAE). Satu μg RAE setara dengan 1 μg retinol, 2 μg β-carotene di dalam minyak,12 μg "dietary" beta-carotene, dan 24 μg 3 “dietary” provitamin-A karotenoid lainnya [15].

Oleh sebab konversi retinol dari provitamin karotenoid oleh tubuh insan secara aktif diatur oleh jumlah retinol yang tersedia di dalam tubuh, konversi berlaku ketat hanya untuk insan yang mengalami defisiensi/kekurangan  vitamin A. Penyerapan provitamin sangat tergantung pada jumlah lipid yang tertelan bersamaan dengan provitamin tersebut; lipid meningkatkan serapan dari provitamin. [16].

Kesimpulan yang sanggup ditarik dari penelitian terbaru, adalah, bahwa buah-buahan dan sayuran tidak  begitu berkhasiat untuk mendapatkan vitamin A, menyerupai yang diperkirakan sebelumnya, dengan kata lain, IU yang dilaporkan terkandung pada masakan ini bernilai jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah dari IU yang terkandung di dalam minyak yang larut dalam lemak dan (sampai batas tertentu) suplemen . Hal ini penting untuk vegetarian, dimana rabun senja lazim terjadi pada negara-negara yang sedikit menyediakan masakan atau dagin yang diperkaya dengan vitamin A .

Contoh dari pola makan seorang vegetarian selama satu hari yang menyediakan vitamin A yang cukup telah diterbitkan oleh Food and Nutrition Board (halaman 120 [15]). Di sisi lain, nilai teladan untuk retinol atau persamaannya yang disediakan oleh National Academy of Sciences telah menurun. RDA (untuk pria) pada tahun 1968 ialah 5000 IU (1500 mg retinol). Pada tahun 1974, RDA ditetapkan sebesar 1000 RE (1000 ug retinol), sedangkan satt ini Dietary Reference Intake sebesar 900 RAE (900 mg atau 3000 IU retinol). Nilai itu setara dengan 1.800 mg suplemen β-karoten (3000 IU) atau 10800 ug β-karoten di dalam masakan (18000 IU).

3. Asupan Vitamin A Harian yang Disarankan Berdasarkan Dietary Reference Intake : [17]

Umur
RDA
Adequate intakes (AI*)
μg/hari
Ambang batas
μg/day
bayi
0–6 bulan
7–12 bulan

400
500

600
600
Anak-anak
1–3 tahun
4–8 tahun

300
400

600
900
Pria
9–13 tahun
14–18 tahun
19 – >70 tahun

600
900
900

1700
2800
3000
Wanita
9–13 tahun
14–18 tahun
19 – >70 tahun

600
700
700

1700
2800
3000
Wanita Hamil
<19 tahun
19 – >50 tahun

750
770

2800
3000
Masa Menyusui
<19 tahun
19 – >50 tahun

1200
1300

2800
3000


(Ambang batas pada tabel di atas ialah untuk retinol sintetis dan alami berbentuk ester dari vitamin A. bentuk karoten yang bersumber dari masakan tidak beracun. [18] [19])

Menurut Institute of Medicine of the National Academies, "RDA ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan dari hampir semua (97-98%) individu dalam suatu kelompok. Untuk bayi sehat yang disusui, nilai AI ialah asupan rata-rata. Sedangkan AI untuk kelompok lainnya diyakini sanggup menutupi kebutuhan semua individu dalam kelompok, namun kurangnya data mencegah untuk sanggup meyakinkan jumlah persentase individu yang tercakup oleh asupan ini. "[20]

4. Makanan Sumber-Sumber Vitamin A

Vitamin A ditemukan secara alami pada banyak sekali jenis masakan :
  • minyak hati ikan cod (30000 μg)
  • hati (kalkun) (8058 μg)
  • hati (sapi, ikan) (6500 μg 722%)
  • hati (chicken) (3296 μg)
  • dandelion (5588 IU 112%)[21]
  • wortel (835 μg 93%)
  • daun brokoli (800 μg 89%) – menurut database dari USDA database bunga brokoli mengandung lebih sedikit vitamin A.[22]
  • ubi jalar (709 μg 79%)
  • mentega (684 μg 76%)
  • kubis (681 μg 76%)
  • bayam (469 μg 52%)
  • labu (400 μg 41%)
  • daun collard (333 μg 37%)
  • keju cheddar (265 μg 29%)
  • melon (169 μg 19%)
  • telur (140 μg 16%)
  • aprikot (96 μg 11%)
  • pepaya (55 μg 6%)
  • mangga (38 μg 4%)
  • kacang (38 μg 4%)
  • brokoli (31 μg 3%)
  • susu (28 μg 3%)
  • tomat
  • rumput laut
Catatan: Data yang diambil dari basis data USDA yang berada di dalam kurung ialah retinol activity equivalences (Raes) dan persentase RDA pada laki-laki dewasa, per 100 gram dari materi masakan (rata-rata). Konversi karoten ke retinol bervariasi bagi tiap individu dan ketersediaan karoten secara alami pada masakan bervariasi. [23][24]

5. Manfaat Vitamin A

5.1. Fungsi Metabolik vitamin A

Vitamin A mempunyai banyak fungsi dan peranan bagi tubuh, beliau antaranya ialah :

a. Penglihatan
b. Transkripsi gen
c. Perkembangan dan reproduksi embrionik
d. Metabolisme tulang
e. Haematopoiesis
f. Aktivitas antioksidan

5.2. Peran Vitamin A untuk Penglihatan

Peran vitamin A untuk penglihatan sangat berafiliasi dengan bentuk dari retinol. Pada mata, 11-cis retinal melekat pada protein yang disebut “opsin” untuk kemudian membentuk rhodopsin pada batang mata dan iodopsin (cones) pada residu lysine yang ada di mata. Pada dikala cahaya mengenai mata, 11-cis retinal terisomerasi menjadi bentuk “–trans”. Retinal yang berbentuk “–trans” ini kemudian terpisah dari opsin melalui serangkaian tahapan yang disebut photo-bleaching. Proses isomerasi ini menginduksi sinyal syaraf di sepanjang syaraf penglihatan menuju sentra penglihatan yang ada di otak. Setelah terpisah dengan opsin, retinal yang berbentuk “–trans” tadi kemudian di “daur ulang” kembali menjadi bentuk 11-cis retinal oleh serangkaian reaksi enzimatik. Beberapa bentuk retinal “–trans” sanggup dikonversi menjadi bentuk retinol “–trans” dan ditransfer memakai interphotoreceptor retinol-binding protein (IRBP) menuju ke sel epitel pigmen. Proses eseterifikasi lebih lanjut menjadi ester retinil “-trans” memungkinkan penyimpanan retinol “-trans” di dalam sel epitel pigmen sanggup dipakai kembali ketika dibutuhkan. [26] Tahap terakhir ialah konversi dari 11-cis retinal akan menempel/terikat kembali pada opsin untuk kembali membentuk rhosdopsin (visual purple) pada retina. Rhodopsin diharapkan untuk sanggup melihat pada intensitas cahaya rendah dan pada dikala malam. Kuhne, memperlihatkan bahwa, regenerasi dari rhodopsin hanya terjadi pada dikala retina melekat pada retinal pigmented epithelial (RPE). [25] Dari proses yang sudah dijabarkan, sanggup diambil kesimpulan bahwa, kekurangan vitamin A akan menghambat pembentukan rhodopsin dan sanggup menimbulkan salah satu tanda-tanda penyakit berupa rabun senja / rabun ayam. [27]

5.3. Peran Vitamin A untuk Transkripsi Gen

Vitamin A di dalam bentuk asam retinoat, memainkan tugas penting dalam transkripsi gen. Setelah retinol telah diambil oleh sel, retinol tersebut sanggup dioksidasi menjadi retina (retinaldehid) oleh enzim retinol dehydrogenase dan kemudian retinaldehid sanggup dioksidasi menjadi asam retinoat oleh enzim retinaldehid dehydrogenase. [28] Konversi retinaldehid menjadi asam retinoat merupakan langkah yang irreversibel, hal ini berarti bahwa produksi asam retinoat diatur secara ketat, sebab sehubungan dengan aktivitasnya sebagai ligan untuk reseptor inti sel. [26] Bentuk fisiologis dari asam retinoat (asam -trans-retinoat) mengatur transkripsi gen dengan mengikat reseptor inti sel yang dikenal sebagai reseptor asam retinoat (RAR) yang terikat pada DNA sebagai heterodimer dengan retinoid "X" reseptor (RXR).  RAR dan RXR harus di dimerisasi sebelum sanggup terikat pada DNA. RAR akan membentuk sebuah heterodimer dengan RXR (RAR-RXR), tetapi tidak gampang membentuk suatu homodimer (RAR-RAR). RXR, di sisi lain, sanggup membentuk suatu homodimer (RXR-RXR) dan akan membentuk heterodimer dengan banyak reseptor inti sel lainnya, termasuk hormon tiroid reseptor (RXR-TR); Vitamin D3 reseptor (RXR-VDR); peroxisome proliferator-activated reseptor (PPAR-RXR) dan liver "X" reseptor (RXR-LXR). [29] Heterodimer RAR - RXR mengenali elemen respon asam retinoat (Rares) pada DNA sedangkan homodimer RXR - RXR mengenali retinoid " X " elemen respon ( RXREs ) pada DNA. Meskipun beberapa Rares yang bersahabat dengan gen sasaran telah memperlihatkan kemampuan untuk mengontrol proses fisiologis, [28] namun hal ini belum diketahui pada RXREs. Heterodimer dari RXR dengan reseptor inti sel selain RAR (yaitu TR , VDR , PPAR , LXR) terikat pada banyak sekali elemen respon yang berbeda dari DNA untuk mengontrol proses yang tidak diregulasi oleh vitamin A. [26] Setelah penempelan asam retinoat pada komponen RAR dari RAR - RXR heterodimer, reseptor mengalami perubahan konformasi yang mengakibatkan co- represor terpisah dari reseptor. Co-activators kemudian sanggup mengikat reseptor kompleks, yang sanggup membantu untuk melonggarkan struktur kromatin dari histon atau sanggup berinteraksi dengan proses transkripsi. [29] Hal ini sanggup meningkatkan (atau menurunkan) mulut gen sasaran , termasuk gen Hox serta gen yang mengkode reseptor itu sendiri (misalnya, RAR-beta pada mamalia). [26] 

5.4. Dermatologi 

Vitamin A, khususnya asam retinoat, mempunyai kemampuan untuk menjaga kesehatan kulit normal dengan mengaktifkan gen dan mendiferensiasi keratinosit (sel kulit yang belum matang) menjadi sel epidermis dewasa.[30] Mekanisme niscaya mengenai latar belakang digunakannya terapi retinoid sebagai biro farmakologis dalam pengobatan penyakit dermatologis masih terus diteliti. Pada pengobatan untuk jerawat, obat retinoid paling yang paling diresepkan ialah 13-cis retinoic acid (isotretinoin). Obat ini mengurangi ukuran dan sekresi kelenjar sebaceous. Isotretinoin akan mengurangi jumlah basil di dalam saluran dan permukaan kulit. Hal ini terjadi sebagai tanggapan dari pengurangan sebum (sumber nutrisi bagi bakteri). Isotretinoin mengurangi peradangan melalui penghambatan respon chemotactic dari monosit dan neutrofil.[26] Isotretinoin juga telah diketahui sanggup memulai “renovasi” kelenjar sebasea; hal ini memicu perubahan pada mulut gen yang secara selektif menginduksi apoptosis. [31] Isotretinoin merupakan teratogen (agen yang mempunyai potensi membuat kelainan perkembangan fisiologis) dengan sejumlah potensi imbas samping, oleh sebab itu penggunaannya membutuhkan pengawasan medis.

5.5. Retina / Retinol vs Asam Retinoat 

Tikus yang kehilangan/kekurangan vitamin A sanggup mempunyai kondisi kesehatan yang baik dengan suplementasi asam retinoat. Hal ini membalikkan imbas terhambatnya pertumbuhan tanggapan kekurangan vitamin A, serta tahap awal xerophthalmia. Namun, tikus tersebut memperlihatkan infertilitas (baik laki-laki dan perempuan) dan terus menerus mengalami degenerasi pada retina. Hal ini memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi ini membutuhkan retina atau retinol, yang bersifat intraconvertable dimana hal tersebut tidak sanggup dipulihkan kembali hanya dengan memakai asam retinoat yang teroksidasi. Kebutuhan retinol untuk menyembuhkan reproduksi pada tikus yang kekurangan vitamin A sanggup diketahui sebab vitamin A dibutuhkan sebagai persyaratan untuk sintesis lokal asam retinoat dari retinol pada testis dan embrio [32] [33].

6. Defisiensi / Kekurangan Vitamin A

Kekurangan vitamin A diperkirakan terjadi pada sekitar sepertiga dari anak di bawah usia lima tahun di seluruh dunia. [34] Hal ini diperkirakan telah merenggut kehidupan dari 670.000 balita per tahun. [35] Sekitar 250.000-500.000 anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahunnya sebab kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara dan Afrika. [36]

Kekurangan vitamin A sanggup terjadi baik secara primer maupun sekunder. Kekurangan vitamin A primer terjadi di antara anak-anak dan orang cukup umur yang tidak mengkonsumsi asupan karotenoid provitamin A pada jumlah yang cukup dari buah-buahan dan sayuran serta vitamin A dari binatang dan produk susu. Penyapihan ASI yang terlalu awal juga sanggup meningkatkan risiko kekurangan vitamin A.

Defisiensi vitamin A sekunder dikaitkan dengan malabsorpsi kronis lipid/lemak, gangguan metabolism empedu, dan paparan kronis terhadapa oksidan (radikal bebas), menyerupai asap rokok dan kecanduan alkohol kronis. Vitamin A ialah vitamin larut lemak dan tergantung pada solubilitas miselar untuk terdispersi ke dalam usus kecil, oleh sebab itu acara vitamin A akan sangat rendah kalau melaksanakan diet rendah lemak. Defisiensi zinc juga sanggup mengganggu penyerapan, transportasi, dan metabolisme vitamin A sebab senyawa ini dipakai pada sintesis protein pembawa vitamin A dan sebagai kofaktor proses konversi retinol menuju retina. Pada populasi yang kekurangan gizi, asupan vitamin A dan zinc yang rendah meningkatkan tingkat keparahan defisiensi vitamin A sehingga mengarah pada gejala-gejala fisiologis tanggapan defisensi. [26] Sebuah studi di Burkina Faso memperlihatkan penurunan morbiditas malaria yang signifikan dengan memperlihatkan anak-anak suplementasi adonan antara vitamin A dan zinc. [37]

Sehubungan dengan fungsi yang unik dari retina sebagai kromofor visual, salah satu manifestasi awal dan spesifik dari defisiensi vitamin A ialah gangguan penglihatan, terutama pada intensitas cahaya yang rendah (rabun senja) . Defisiensi yang terjadi secara terus menerus menimbulkan serangkaian perubahan, yang paling dahsyat terjadi pada mata. Beberapa perubahan okular lainnya disebut xerophthalmia. Hal yang terjadi pertama kali ialah terjadi kekeringan pada konjungtiva (xerosis), ketika lacrimalis normal dan mukus yang mensekresi epitel digantikan oleh epitel yang terkeratinasi. Hal ini diikuti dengan pembentukan serpihan keratin di dalam plak kecil yang berwarna buram (bintik Bitot) dan, pada akhirnya, terjadi abrasi pada permukaan kornea yang garang dengan terjadinya pelunakan dan kerusakan kornea (keratomalacia), sehingga mengakibatkan kebutaan total. [38] Perubahan lainnya berupa; gangguan imunitas (peningkatan risiko jerawat telinga, jerawat saluran kemih, penyakit meningokokus), hiperkeratosis (benjolan putih pada folikel rambut), keratosis pilaris dan metaplasia skuamosa pada epitel yang melapisi saluran pernapasan atas dan kandung kemih yang menjelma epitel yang terkeratinasi. Pada hubungannya dengan bidang kedokteran gigi, kekurangan vitamin A sanggup mengakibatkan enamel hipoplasia.

Asupan yang cukup dan tidak berlebihan dari vitamin A, sangat penting bagi perempuan hamil dan menyusui untuk perkembangan janin yang normal dan kualitas ASI yang baik. Kekurangan/defisiensi vitamin A tidak sanggup dikompensasi/digantikan oleh suplementasi sesudah melahirkan. [39][40] Kelebihan vitamin A, tanggapan suplementasi vitamin A takaran tinggi, sanggup mengakibatkan cacat lahir, sehingga dihentikan melebihi nilai harian yang direkomendasikan. [28]

Gangguan metabolisme vitamin A yang terjadi tanggapan dari mengkonsumsi alkohol selama masa kehamilan, ditandai oleh teratogenik (perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang mengakibatkan kerusakan pada embrio) yang hampir sama dengan ibu hamil yang mengalami defisiensi vitamin A. [41]

7. Suplementasi Vitamin A

Upaya global yang dilakukan untuk mendukung pemerintah nasional dalam mengatasi kekurangan vitamin A dipimpin oleh Global Alliance for Vitamin A (GAVA), yang merupakan sebuah kerjasama informal antara A2Z, Canadian International Development Agency, Helen Keller International, the Micronutrient Initiative, UNICEF, USAID, and the World Bank. Kegiatan dari GAVA dikoordinasikan oleh forum Micronutrient Initiative.

Pada dikala penggunaan beberapa taktik untuk mendapatkan asupan vitamin A melalui kombinasi ASI dan asupan makanan, penggunaan suplemen takaran tinggi secara oral tetap menjadi taktik utama untuk meminimalkan kekurangan vitamin A. [42] Sebuah meta-analisis dari 43 penelitian memperlihatkan bahwa, suplementasi vitamin A bagi anak-anak di belum dewasa lima tahun yang beresiko mengalami defisiensi vitamin A sanggup mengurangi persentase janjkematian hingga 24%. [43] Sekitar 75% dari vitamin A yang dibutuhkan untuk kegiatan suplementasi di negara-negara berkembang disuplai oleh Micronutrient Initiative dengan dukungan dari Canadian International Development Agency. [44] Pendekatan berupa fortifikasi pangan menjadi semakin meningkat, [45] tetapi tingkat cakupannya belum sanggup dipastikan. [42]

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa suplementasi vitamin A telah mencegah 1,25 juta janjkematian tanggapan kekurangan vitamin A di 40 negara semenjak tahun 1998. [46] Pada tahun 2008 diperkirakan bahwa investasi tahunan sebesar US $ 60 juta pada kombinasi vitamin A dan suplementasi zinc akan menghasilkan laba lebih dari US $ 1 miliar per tahun, dimana setiap dolar yang dihabiskan menghasilkan laba lebih dari US $ 17. [47] Upaya ini diberi peringkat oleh Konsensus Kopenhagen pada tahun 2008 sebagai pengembangan investasi terbaik di dunia. [47]

8. Toksisitas / Hypervitaminosis A (Kelebihan Vitamin A)

Oleh sebab vitamin A larut dalam lemak, membuang segala kelebihan vitamin A yang terjadi tanggapan diet, memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan vitamin B dan vitamin C yang larut dalam air. Hal ini sanggup mengakibatkan tingkat toksiksitas dari vitamin A menumpuk.

Secara umum, toksisitas akut terjadi pada takaran 25.000 IU (International Units) / kg berat badan, dengan toksisitas kronis terjadi pada 4.000 IU / kg berat tubuh setiap harinya selama 6-15 bulan. [48] Namun, toksisitas pada hati sanggup terjadi pada tingkat paling rendah sebesar 15.000 IU per hari hingga 1,4 juta IU per hari, dengan rata-rata takaran toksik harian 120.000 IU per hari, terutama dengan konsumsi alkohol yang berlebihan. Pada orang dengan penyakit gagal ginjal, nilai 4000 IU sanggup mengakibatkan kerusakan besar. Selain itu, asupan alkohol yang berlebihan sanggup meningkatkan toksisitas. Anak-anak sanggup mengalami keracunan pada 1.500 IU / kg berat badan. [49]

Konsumsi vitamin A yang berlebihan sanggup mengakibatkan rasa mual (nausea), iritabilitas, anoreksia (nafsu makan berkurang), muntah, penglihatan kabur, sakit kepala, kerontokan rambut, nyeri otot dan perut, mengantuk, dan perubahan status mental. Pada masalah seperti; rambut rontok, kulit kering, pengeringan selaput lendir, demam, insomnia, kelelahan, penurunan berat badan, patah tulang, anemia, dan diare, sanggup dijadikan sebagai bukti dari gejala-gejala yang berafiliasi dengan tingkat toksisitas yang tidak begitu serius.[50] beberapa gejala-gejala ini juga umum terjadi tanggapan pengobatan jerawat dengan memakai Isotretinoin. Dosis tinggi yang kronis dari vitamin A dan retinoid hasil sintesis menyerupai 13-cis asam retinoat, sanggup menimbulkan sindrom pseudotumor cerebri. [51] Gejala-gejala yang terjadi tanggapan sindrom ini ialah sakit kepala, kaburnya penglihatan dan kebingungan yang terkait dengan peningkatan tekanan intraserebral. Gejala-gejala tersebut sanggup diatasi dengan menghentikan asupan zat dari senyawa yang terkait. [52]

Asupan kronis sebesar 1500 RAE dari turunan vitamin A sanggup berafiliasi dengan osteoporosis dan patah tulang pinggul, sebab sanggup menekan proses pembentukan tulang sekaligus merangsang kerusakan tulang. [53].

Asupan vitamin A dalam takaran tinggi telah dikaitkan dengan patah tulang yang terjadi secara impulsif pada hewan. Penelitian mengenai kultur sel telah memperlihatkan relasi antara peningkatan resorpsi tulang dan penurunan pembentukan tulang dengan asupan vitamin A yang tinggi. Interaksi ini sanggup terjadi sebab vitamin A dan D sanggup bersaing sebagai reseptor yang sama dan kemudian berinteraksi dengan hormon paratiroid, yang mengatur kalsium. [49] Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Forsmo et al., memperlihatkan relasi antara kepadatan mineral tulang yang rendah dengan asupan vitamin A yang terlalu tinggi. [54]

Efek racun dari vitamin A telah terbukti secara signifikan mensugesti perkembangan janin. Dosis terapi yang dipakai untuk pengobatan jerawat telah terbukti mengganggu acara sel saraf cephalic. Janin sangat sensitif terhadap keracunan vitamin A selama periode organogenesis. [26] Keracunan ini hanya terjadi tanggapan preformed / turunan (retinoid) vitamin A (misalnya yang bersumber dari hati). Bentuk karotenoid (seperti beta-karoten menyerupai yang ditemukan dalam wortel), tidak memperlihatkan tanda-tanda tersebut, kecuali dengan suplemen dan kecanduan alkohol kronis. Namun asupan masakan yang mengandung beta-karoten berlebihan sanggup mengakibatkan carotenodermia, yang mengakibatkan perubahan warna oranye-kuning pada kulit. [55][56][57]

Perokok dan pecandu alkohol kronis telah diamati mempunyai peningkatan risiko janjkematian tanggapan kanker paru-paru, kanker kerongkongan, kanker gastrointestinal dan kanker usus besar. [41] Melalui sebuah penelitian, cedera pada hepatik (hati) telah ditemukan pada insan dan hewan, di mana konsumsi alkohol dipasangkan dengan takaran tinggi vitamin A dan suplemen beta-karoten.

Para peneliti telah berhasil membuat bentuk vitamin A yang larut dalam air, yang dipercaya oleh mereka sanggup mengurangi potensi toksisitas. [58] Namun, sebuah studi pada tahun 2003 menemukan bahwa vitamin A yang larut dalam air diperkirakan 10 kali lebih beracun dibandingkan dengan vitamin A yang larut dalam lemak. [59] Sebuah penelitian pada tahun 2006 menemukan bahwa, anak-anak yang diberi vitamin A dan D yang larut dalam air, menderita asma dua kali lebih banyak kalau dibandingkan kelompok kontrol diberi vitamin A yang larut dalam lemak [60].

Pada beberapa penelitian, penggunaan suplemen vitamin A telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat kematian, [61] tetapi hanya ada sedikit bukti untuk memperlihatkan hal ini [62].

9. Penggunaan Vitamin A dan Turunannya di Bidang Medis

Retinil palmitat telah dipakai di dalam krim kulit, di mana senyawa tersebut dipecah menjadi retinol dan akal-akalan dimetabolisme menjadi asam retinoat, yang mempunyai acara biologis yang kuat, menyerupai yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Retinoid (misalnya, 13-cis-asam retinoat) membentuk suatu kelas senyawa kimia yang secara kimiawi berkaitan dengan asam retinoat, dan dipakai dalam pengobatan untuk memodulasi fungsi gen. Seperti asam retinoat, senyawa terkait ini tidak mempunyai acara vitamin A secara keseluruhan, tetapi mempunyai imbas yang berpengaruh pada mulut gen dan diferensiasi sel epitel [63].

Ilmu farmasi memakai mega takaran turunan asam retinoat alami yang dipakai untuk pengobatan kanker, HIV, dan tujuan dermatologis [64]. Pada takaran yang tinggi, imbas samping yang dihasilkan menyerupai dengan keracunan vitamin A (hypervitaminosis A). Efek samping parah yang berafiliasi dengan keracunan vitamin A, dan penggunaan pada kisaran optimal yang terbatas menjadi kendala utama dalam menyebarkan turunan vitamin A untuk dipakai sebagai terapi.

Referensi :
  1. Fennema, Owen (2008). Fennema's Food Chemistry. CRC Press taylor &Francis Group. pp. 454–455. ISBN 9780849392726.
  2. Tanumihardjo, S.A. (2011). "Vitamin A: biomarkers of nutrition for development". American Journal of Clinical Nutrition 94 (2): 658S–665S. doi: 10.3945/ajcn.110.005777.
  3. Wolf, G. (2001). "The discovery of the visual function of vitamin A". Journal of Nutrition 131 (6): 1647–1650.
  4. "Vitamin A".
  5. News Medical. "What is Vitamin A?". Retrieved 1 May 2012.
  6. Tanumihardjo, S.A (2011). "Vitamin A: biomarkers of nutrition for development". American Journal of Clinical Nutrition 94 (2): 658S–665S. doi: 10.3945/ajcn.110.005777.
  7. Carolyn Berdanier. 1997. Advanced Nutrition Micronutrients. CRC Press, ISBN 0849326648, pp. 22–39
  8. Meschino Health. "Comprehensive Guide to Vitamin A". Retrieved 1 May 2012.
  9. deMan, John (1999). Principles of Food chemistry. Maryland: Aspen Publication Inc. p. 358. ISBN 083421234x
  10. Semba, Richard (2012). "On the 'Discovery' of Vitamin A.". Annals of Nutrition and Metabolism 61 (3): 192–198. doi: 10.1159/000343124.
  11. Semba, Richard (2012). "On the 'Discovery' of Vitamin A.". Annals of Nutrition and Metabolism 61 (3): 192–198. doi: 10.1159/000343124.
  12. Wolf, George (2001-04-19). "Discovery of Vitamin A". Encyclopedia of Life Sciences. doi: 10.1038/npg.els.0003419. ISBN 0-470-01617-5.
  13. Semba, Richard (2012). "On the 'Discovery' of Vitamin A". Annals of Nutrition and Metabolism 61 (3): 192–198. doi: 10.1159/000343124.
  14. Composition of Foods Raw, Processed, Prepared USDA National Nutrient Database for Standard Reference, Release 20 USDA, Feb. 2008
  15. a b Chapter 4, Vitamin A of Dietary Reference Intakes for Vitamin A, Vitamin K, Arsenic, Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum, Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc, Food and Nutrition Board of the Institute of Medicine, 2001
  16. Solomons, NW; Orozco, M (2003). "Alleviation of vitamin A deficiency with palm fruit and its products". Asia Pacific journal of clinical nutrition 12 (3): 373–84. PMID 14506004.
  17. Dietary Reference Intakes: Vitamins.
  18. "Sources of vitamin A". Retrieved 2007-08-27.
  19. "Linus Pauling Institute at Oregon State University: Vitamin A Safety". Retrieved 2007-09-02.
  20. Food and Nutrition Board. Institute of Medicine. National Academies. (2001) "Dietary Reference Intakes"
  21. Dandelion greens, raw. NutritionData.Self.com.
  22. The RAE value in the USDA data for broccoli leaves is similar to the IU value for broccoli florets, which implies that the leaves have about 20 times as much beta-carotene.
  23. Borel P, Drai J, Faure H, et al. (2005). "Recent knowledge about intestinal absorption and cleavage of carotenoids". Ann. Biol. Clin. (Paris) (in French) 63 (2): 165–77. PMID 15771974.
  24. Tang G, Qin J, Dolnikowski GG, Russell RM, Grusak MA (2005). "Spinach or carrots can supply significant amounts of vitamin A as assessed by feeding with intrinsically deuterated vegetables". Am. J. Clin. Nutr. 82 (4): 821–8. PMID 16210712.
  25. a b Wolf, G. (2001). "The discovery of the visual function of vitamin A". The Journal of nutrition 131 (6): 1647–1650. PMID 11385047.
  26. a b c d e f g Combs, Gerald F. (2008). The Vitamins: Fundamental Aspects in Nutrition and Health (3rd ed.). Burlington: Elsevier Academic Press. ISBN 978-0-12-183493-7.
  27. McGuire, Michelle; Beerman, Kathy A. (2007). Nutritional sciences: from fundamentals to food. Belmont, CA: Thomson/Wadsworth. ISBN 0-534-53717-0.
  28. a b c Duester, G (2008). "Retinoic Acid Synthesis and Signaling during Early Organogenesis". Cell 134 (6): 921–31. doi: 10.1016/j.cell.2008.09.002. PMC 2632951. PMID 18805086.
  29. a b Stipanuk, Martha H. (2006). Biochemical, Physiological and Molecular Aspects of Human Nutrition (2nd ed.). Philadelphia: Saunders. ISBN 9781416002093.
  30. "Regulation of terminal differentiation of cultured human keratinocytes by vitamin A". Cell 25 (3): 617–25. 1981. doi: 10.1016/0092-8674(81)90169-0. PMID 6169442.
  31. Nelson, A. M.; et al. (2008). "Neutrophil gelatinase–associated lipocalin mediates 13-cis retinoic acid–induced apoptosis of human sebaceous gland cells". Journal of Clinical Investigation 118 (4): 1468–1478. doi: 10.1172/JCI33869. PMC 2262030. PMID 18317594.
  32. Moore, T.; Holmes, P. D. (1971). "The production of experimental vitamin A deficiency in rats and mice". Laboratory Animals 5 (2): 239–50. doi: 10.1258/002367771781006492. PMID 5126333.
  33. VanPelt, H.M.M.; DeRooij, D.G. (1991). "Spermatogenesis in retinol-deficient rats maintained on retinoic acid". Endocrinology 128 (2): 697–704. doi: 10.1530/jrf.0.0940327. PMID 1593535.
  34. World Health Organization, Global prevalence of vitamin A deficiency in populations at risk 1995–2005, WHO global database on vitamin A deficiency.
  35. Black, RE; Allen, LH; Bhutta, ZA; Caulfield, LE; De Onis, M; Ezzati, M; Mathers, C; Rivera, J et al. (2008). "Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences". Lancet 371 (9608): 243–60. doi: 10.1016/S0140-6736(07)61690-0. PMID 18207566
  36. "Office of Dietary Supplements. Vitamin A". National Institute of Health. Retrieved 2008-04-08.
  37. Zeba AN, Sorgho H, Rouamba N, et al. (2008). "Major reduction of malaria morbidity with combined vitamin A and zinc supplementation in young children in Burkina Faso: a randomized double blind trial". Nutr J 7: 7. doi: 10.1186/1475-2891-7-7. PMC 2254644. PMID 18237394.
  38. Roncone DP (2006). "Xerophthalmia secondary to alcohol-induced malnutrition". Optometry (St. Louis, Mo.) 77 (3): 124–33. doi:10.1016/j.optm.2006.01.005. PMID 16513513.
  39. Strobel M, Tinz J, Biesalski HK (2007). "The importance of beta-carotene as a source of vitamin A with special regard to pregnant and breastfeeding women". Eur J Nutr. 46 Suppl 1: I1–20. doi: 10.1007/s00394-007-1001-z. PMID 17665093.
  40. Schulz C, Engel U, Kreienberg R, Biesalski HK (2007). "Vitamin A and beta-carotene supply of women with gemini or short birth intervals: a pilot study". Eur J Nutr 46 (1): 12–20. doi: 10.1007/s00394-006-0624-9. PMID 17103079.
  41. a b Crabb DW, et al. (2001). "Alcohol and Retinoids". Alcoholism: Clinical and Experimental Research. 25 Suppl 5: 207S–217S. doi: 10.1111/j.1530-0277.2001.tb02398.x.
  42. a b UNICEF, Vitamin A Supplementation: A Decade of Progress, New York, 2007, p.3.
  43. Mayo-Wilson E et al. [1]. Vitamin A supplements for preventing mortality, illness, and blindness in children aged under 5: systematic review and meta-analysis BMJ 2011;343:d5094
  44. Micronutrient Initiative, Annual Report 2009-2010, p. 4.
  45. Golden Rice is an effective source for Vitamin A, American Journal of Clinical Nutrition, June 2009.
  46. "Micronutrient Deficiencies-Vitamin A". World Health Organization. Retrieved 2008-04-09.
  47. a b Copenhagen Consensus 2008, Results, press release, May 30, 2008.
  48. Rosenbloom, Mark. "Toxicity, Vitamin". eMedicine.
  49. a b Penniston, Kristina L.; Tanumihardjo, Sherry A. (2006). "The acute and chronic toxic effects of vitamin A". Am. J. Clin. Nutr. 83 (2): 191–201. PMID 16469975.
  50. Eledrisi, Mohsen S. "Vitamin A Toxicity". eMedicine.
  51. Brazis PW (2004). "Pseudotumor cerebri". Current neurology and neuroscience reports 4 (2): 111–6. doi: 10.1007/s11910-004-0024-6. PMID 14984682.
  52. AJ Giannini, RL Gilliland. The Neurologic, Neurogenic and Neuropsychiatric Disorders Handbook. New Hyde Park, NY. Medical Examination Publishing Co., 1982, ISBN 0-87488-699-6 pp. 182–183.
  53. Whitney, Ellie; Sharon Rady Rolfes (2011). Peggy Williams, ed. Understanding Nutrition (Twelfth ed.). California: Wadsworth:Cengage Learning. ISBN 0-538-73465-5.
  54. Forsmo, Siri; Fjeldbo,Sigurd Kjørstad; Langhammer, Arnulf (2008). "Childhood Cod Liver Oil Consumption and Bone Mineral Density in a Population-based Cohort of Peri- and Postmenopausal Women: The Nord-Trøndelag Health Study". Am. J. Epidemiol. 167 (4): 406–411. doi: 10.1093/aje/kwm320. PMID 18033763.
  55. Sale TA, Stratman E (2004). "Carotenemia associated with green bean ingestion". Pediatr Dermatol 21 (6): 657–9. doi: 10.1111/j.0736-8046.2004.21609.x. PMID 15575851.
  56. Nishimura Y, Ishii N, Sugita Y, Nakajima H (1998). "A case of carotenodermia caused by a diet of the dried seaweed called Nori". J. Dermatol. 25 (10): 685–7. PMID 9830271.
  57. Takita Y, Ichimiya M, Hamamoto Y, Muto M (2006). "A case of carotenemia associated with ingestion of nutrient supplements". J. Dermatol. 33 (2): 132–4. doi: 10.1111/j.1346-8138.2006.00028.x. PMID 16556283.
  58. Science News. Water-soluble vitamin A shows promise.
  59. Myhre AM, Carlsen MH, Bøhn SK, Wold HL, Laake P, Blomhoff R (2003). "Water-miscible, emulsified, and solid forms of retinol supplements are more toxic than oil-based preparations". Am. J. Clin. Nutr. 78 (6): 1152–9. PMID 14668278.
  60. Kull I, Bergström A, Melén E, et al. (2006). "Early-life supplementation of vitamins A and D, in water-soluble form or in peanut oil, and allergic diseases during childhood". J. Allergy Clin. Immunol. 118 (6): 1299–304. doi: 10.1016/j.jaci.2006.08.022. PMID 17157660.
  61. USA Today - News (2011-10-10). "Study flags risk of daily vitamin use among older women". Retrieved 1 May 2012.
  62. Bjelakovic G, Nikolova D, Gluud LL, Simonetti RG, Gluud C (2008). "Antioxidant supplements for prevention of mortality in healthy participants and patients with various diseases.". Cochrane Database of Systematic Reviews (2). doi: 10.1002/14651858.CD007176. PMID 18425980.
  63. American Cancer Society: Retinoid Therapy.
  64. Vivat-Hannah, V; Zusi, FC (2005). "Retinoids as therapeutic agents: today and tomorrow". Mini reviews in medicinal chemistry 5 (8): 755–60. doi: 10.2174/1389557054553820. PMID 16101411.
  65. http://en.wikipedia.org/wiki/File:All-trans-Retinol2.svg
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh Wikipedia (12/10/2013). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Pengaruh Samping, Struktur, Makanan

Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan - Vitamin B ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolisme sel. Vitamin B pernah dianggap sebagai vitamin tunggal, dan disebut sebagai vitamin B (sebagian besar orang menyebutnya vitamin C). Penelitian selanjutnya mengatakan bahwa, vitamin B dan C ialah vitamin yang berbeda  dan sering berdampingan di dalam masakan yang sama. Secara umum, komplemen yang mengandung keseluruhan delapan vitamin B disebut sebagai vitamin B kompleks. Suplemen vitamin B tunggal disebut dengan nama spesifik dari setiap vitamin (misalnya, B1B2B3 dan lain-lain).

1. Daftar Nama Vitamin B
  • Vitamin B1 (thiamine / tiamina)
  • Vitamin B2 (riboflavin)
  • Vitamin B3 (niacin or niacinamide)
  • Vitamin B5 (pantothenic acid)
  • Vitamin B6 (pyridoxine, pyridoxal, pyridoxamine, atau pyridoxine hydrochloride)
  • Vitamin B7 (biotin)(vitamin H)
  • Vitamin B9 (folic acid)(asam folat)
  • Vitamin B12 (berbagai jenis cobalamin; biasanya berbentuk cyanocobalamin pada komplemen vitamin)
2. Fungsi Molekuler Vitamin B

Vitamin
Nama
Struktur
Fungsi Molekuler
Vitamin B1
Thiamine (Tiamina)

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Thiamine memerankan peranan penting pada pembentukan energi yang berasal dari karbohidrat. Thiamine  terlibat di dalam produksi RNA dan DNA, serta fungsi saraf. Bentuk aktifnya berupa koenzim yang disebut Thiamine pyrophosphate (TPP), yang terlibat dalam peranan konversi piruvat menjadi asetil koenzim A (CoA) pada metabolisme. [1]
Vitamin B2
Riboflavin

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Riboflavin terlibat dalam produksi energi untuk rantai transport elektron, siklus asam sitrat, serta katabolisme asam lemak (oksidasi beta / beta oxidation) [2]
Vitamin B3
Niacin (Niasin)
 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Niasin terdiri dari dua struktur: asam nikotinat dan nikotinamida. Ada dua bentuk koenzim dari niasin: nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) dan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP). Keduanya memainkan tugas penting dalam reaksi transfer energi dalam metabolisme glukosa, lemak dan alkohol. [3]
NAD membawa hidrogen dan elektron mereka selama reaksi metabolik, termasuk jalur dari siklus asam sitrat menuju rantai transport elektron. NADP ialah koenzim di dalam lipid dan sintesis asam nukleat. [4]
Vitamin B5
Pantothenic acid (Asam pantotenat)

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Asam pantotenat terlibat di dalam oksidasi asam lemak dan karbohidrat. Koenzim A, yang sanggup disintesis dari asam pantotenat, terlibat dalam sintesis asam amino, asam lemak, keton, kolesterol, [5] fosfolipid, hormon steroid, neurotransmiter (seperti asetilkolin), dan antibodi.  [6]
Vitamin B6
Pyridoxine

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Pyridoxine biasanya disimpan di dalam tubuh ssebagai bentuk piridoksal 5'-fosfat (PLP), yang merupakan bentuk koenzim dari vitamin B6. Pyridoxine terlibat di dalam metabolisme asam amino dan lipid; sintesis neurotransmitter [7] dan hemoglobin, serta dalam produksi asam nikotinat (vitamin B3). [8] Pyridoxine juga memainkan tugas penting dalam glukoneogenesis.
Vitamin B7
Biotin

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Biotin memainkan tugas kunci di dalam metabolisme lipid, protein dan karbohidrat. Biotin ialah koenzim penting dari empat karboksilase : asetil KoA karboksilase (terlibat dalam sintesis asam lemak dari asetat); propionil KoA karboksilase (terlibat dalam glukoneogenesis), β-methylcrotonyl KoA karboksilase (terlibat dalam metabolisme leucin/leusin), dan piruvat KoA karboksilase (terlibat dalam metabolisme energi, asam amino dan kolesterol). [9]
Vitamin B9
Folic Acid (Asam Folat)

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Asam folat bertindak sebagai koenzim dalam bentuk tetrahidrofolat (THF), yang terlibat dalam transfer unit karbon-tunggal di dalam metabolisme asam nukleat dan asam amino. THF terlibat dalam sintesis nukleotida pirimidin, sehingga dibutuhkan untuk pembelahan sel normal, terutama selama kehamilan dan pada bayi, dimana pada masa bayi merupakan masa pertumbuhan yang cepat. Folat juga membantu dalam proses eritropoiesis (produksi sel darah merah). [10]
Vitamin B12
Cobalamin

 ialah kelompok vitamin yang larut dalam air dan memainkan tugas penting dalam metabolism Pintar Pelajaran Vitamin B, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan

Vitamin B12 terlibat di dalam metabolisme sel karbohidrat, protein dan lipid. Hal ini penting untuk produksi sel darah di sumsum tulang belakang, selubung saraf dan protein. [11] Vitamin B12 berfungsi sebagai koenzim di dalam metabolisme mediator untuk reaksi metionin sintase dengan methylcobalamin, dan reaksi methylmalonyl KoA mutase dengan adenosylcobalamin. [12]

3. Kekurangan / Defisiensi Vitamin B

Berikut ialah beberapa jenis penyakit yang terjadi akhir kekurangan vitamin B.

Vitamin
Nama
Akibat Defisiensi
Vitamin B1
Thiamine (Tiamina)
Defisiensi mengakibatkan penyakit beri-beri. Gejala dari penyakit ini pada sistem saraf termasuk berat badan, gangguan emosi, Wernicke's encephalopathy (gangguan panca indera), kelemahan dan nyeri pada tungkai, periode detak jantung yang tidak teratur, dan edema (pembengkakan jaringan tubuh). Gagal jantung dan maut sanggup terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Kekurangan tiamina kronis juga sanggup mengakibatkan sindrom Korsakoff; suatu demensia ireversibel yang ditandai dengan amnesia dan konfabulasi (gangguan memori).
Vitamin B2
Riboflavin
Defisiensi mengakibatkan ariboflavinosis. Gejala-gejala yang terjadi kemungkinan berupa cheilosis (retak di bibir), sensitivitas tinggi terhadap sinar matahari, angular cheilitis, glossitis (radang lidah), dermatitis seboroik atau pseudo-sifilis (terutama mensugesti skrotum atau labia majora dan mulut), faringitis (radang tenggorokan ), hiperemia, dan edema pada faring dan mukosa oral.
Vitamin B3
Niacin (Niasin)
Defisiensi niasin yang bersamaan dengan kekurangan triptofan mengakibatkan pellagra. Gejala-gejala yang terjadi ialah agresi, dermatitis, insomnia, kelemahan, kebingungan mental, dan diare. Dalam masalah lanjut, pellagra sanggup mengakibatkan demensia dan maut (3 (+1) Ds: dermatitis, diare, demensia, dan kematian).
Vitamin B5
Pantothenic acid (Asam pantotenat)
Defisiensi sanggup mengakibatkan jerawat dan paresthesia, meskipun hal ini jarang terjadi.
Vitamin B6
Pyridoxine
Defisiensi sanggup mengakibatkan anemia mikrositik (karena fosfat pyridoxyl ialah kofaktor untuk sintesis heme/hemoglobin), depresi, dermatitis, tekanan darah tinggi (hipertensi), retensi air, dan peningkatan kadar homocysteine​​.
Vitamin B7
Biotin
Kekurangan / defisiensi biasanya tidak menimbulkan tanda-tanda pada orang sampaumur tetapi sanggup mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan gangguan neurologis pada bayi. Kekurangan karboksilase berlebih, kesalahan metabolisme bawaan, sanggup mengakibatkan defisiensi biotin bahkan ketika asupan biotin melalui masakan sudah normal.
Vitamin B9
Folic Acid (Asam Folat)
Defisiensi sanggup mengakibatkan anemia makrositik, dan peningkatan kadar homocysteine​​. Defisiensi pada perempuan hamil sanggup mengakibatkan bayi lahir cacat. Suplementasi sering dianjurkan selama kehamilan. Para peneliti telah mengatakan bahwa asam folat juga bisa memperlambat imbas berbahaya dari penuaan pada otak.
Vitamin B12
Cobalamin
Defisiensi mengakibatkan anemia makrositik, meningkatnya kadar homocysteine​​, neuropati perifer, kehilangan memori dan defisit kognitif lainnya. Hal ini paling mungkin terjadi di antara orang tua, seiring menurnnya peresapan melalui usus akhir penuaan; penyakit autoimun anemia pernisiosa ialah penyebab umum lainnya. Hal ini juga sanggup mengakibatkan tanda-tanda mania dan psikosis. Dalam masalah ekstrim yang jarang terjadi, sanggup mengakibatkan kelumpuhan.

4. Efek samping vitamin B

Vitamin
Nama
Batas Toleransi Asupan
Efek Samping Berbahaya
Vitamin B1
Thiamine (Tiamina)
Tidak ada [13]
Tidak ada masalah toksisitas yang diketahui dari asupan oral. Ada beberapa laporan dari anafilaksis yang disebabkan oleh suntikan tiamin takaran tinggi ke dalam pembuluh darah atau otot. Namun, takaran tersebut lebih besar dari  kuantitas yang sanggup diserap insan melalui asupan oral. [13]
Vitamin B2
Riboflavin
Tidak ada [14]
Tidak ada bukti toksisitas menurut penelitian terbatas yang dilakukan pada insan dan hewan. Satu-satunya bukti imbas jelek yang terkait dengan riboflavin berasal dari penelitian in vitro yang mengatakan produksi spesies oksigen reaktif (radikal bebas) ketika riboflavin terpapar cahaya tampak dan UV yang intens. [14]
Vitamin B3
Niacin (Niasin)
35 mg / hari dari suplemen, obat atau masakan yang diperkaya. [15]
Asupan nicotinamide (3000 mg / hari) dan asam nicotinic (1500 mg / hari) bekerjasama dengan gejala-gejala seperti; mual, muntah, dan tanda-tanda serta tanda-tanda toksisitas pada hati. Efek lainnya kemungkin mencakup; intoleransi glukosa, dan (reversibel) imbas okular. Selain itu, bentuk asam nikotinat sanggup mengakibatkan imbas vasodilatasi, yang juga dikenal sebagai flushing,  gejalanya meliputi; kemerahan pada kulit, sering disertai dengan rasa gatal, kesemutan, atau sensasi terbakar ringan, yang juga sering disertai dengan pruritus, sakit kepala, dan meningkatkan aliran darah intrakranial , dan kadang kala disertai dengan rasa sakit. [15] praktisi medis meresepkan takaran niasin yang dianjurkan sampai 2000 mg per hari, biasanya dalam format waktu rilis, untuk memerangi pengembangan plak arteri dalam masalah tingkat lipid yang tinggi. [16]
Vitamin B5
Pantothenic acid (Asam pantotenat)
Tidak ada
Tidak ada imbas yang diketahui
Vitamin B6
Pyridoxine
100 mg / hari dari suplemen, obat atau masakan yang diperkaya. [17]
Asupan lebih dari 1000 mg / hari dikaitkan dengan neuropati sensorik perifer, imbas lain yang belum dikonfirmasi: luka dermatologis [penyebab belum jelas]; ketergantungan B6 pada bayi yang gres lahir [hubungan sebab-akibat juga belum diketahui] [17].
Vitamin B7
Tidak ada
Tidak ada imbas yang diketahui
Vitamin B9
Folic Acid (Asam Folat)
1 mg/hari [18]
Sama dengan defisiensi vitamin B12, dimana hal ini sanggup menyebabkan kerusakan neurologi permanen. [18]
Vitamin B12
Cobalamin
Belum ditentukan [19]
Jerawat menyerupai ruam [penyebab belum ditentukan secara pasti]. [19] [20]

5. Sumber-Sumber Vitamin B

Vitamin B ditemukan pada seluruh masakan yang belum diolah. Karbohidrat olahan menyerupai gula dan tepung putih cenderung mempunyai kandungan vitamin B yang lebih rendah daripada produk-produk yang belum diolah. Oleh lantaran itu, dibutuhkan aturan / peraturan di Amerika Serikat (dan banyak negara lainnya) yang mengharuskan penambahan kembali vitamin B (tiamin, riboflavin, niasin, dan asam folat)  ke tepung putih sehabis pengolahan. Hal ini kadang kala disebut dengan "Enriched Flour" pada label makanan. Vitamin B biasanya terkonsentrasi di dalam daging, menyerupai pada kalkun, tuna dan hati. [21] Sumber yang baik untuk vitamin B meliputi; kombucha, biji-bijian, kentang, pisang, kacang, cabai, tempe,  kacang-kacangan, ragi bernutrisi, ragi, dan molase. Meskipun ragi yang dipakai untuk menciptakan bir merupakan sumber vitamin B, [22] bioavailabilitasnya sangat sedikti, bahkan negative, lantaran mengkonsumsi etanol (alkohol) menghambat peresapan thiamine / tiamina (B1), [23][24] riboflavin (B2), [25] niacin / niasin (B3), [26] biotin (B7), [27] dan asam folat / folic acid (B9). [28][29] Selain itu, pada setiap penelitian sebelumnya lebih lanjut menekankan bahwa, konsumsi bir dan minuman berbahan dasar etanol yang berlebihan, menurunkan kandungan kadar vitamin B murni di dalam tubuh dan mengakibatkan risiko kesehatan yang bekerjasama dengan kekurangan tersebut (defisiensi vitamin B).

Vitamin B12 perlu diperhattikan lantaran tidak tersedia dari produk tanaman, sehingga menciptakan defisiensi B12 perlu menjadi perhatian bagi para vegetarian. Produsen masakan nabati kadang kala akan memberi label kandungan B12 pada produknya, sehingga mengakibatkan kebingungan mengenai sumber apa yang menghasilkan B12. Kebingungan muncul lantaran metode US Pharmacopeia  (USP) untuk mengukur kandungan B12 tidak mengukur B12 langsung. Justru,metode tersbut mengukur respon basil terhadap makanan. Varian kimia dari vitamin B12 ditemukan pada sumber tumbuhan yang aktif bagi bakteri, tetapi tidak sanggup dipakai oleh tubuh manusia. Fenomena yang sama sanggup mengakibatkan pelabelan kandungan B12 berlebihan pada jenis-jenis masakan lainnya. [30]

Cara terkenal lainnya yang dipakai untuk meningkatkan asupan vitamin B seseorang ialah melalui penggunaan komplemen makanan. Vitamin B juga sering ditambahkan ke minuman energi, banyak produk minuman berenergi yang telah dipasarkan mempunyai kandungan vitamin B dalam jumlah besar, [31] dengan klaim bahwa hal ini akan mengakibatkan konsumen untuk "melalui hari tanpa merasa gelisah atau tegang." [31] Beberapa mahir gizi telah bersikap kritis terhadap klaim-klaim ini, dimana sebenarnya, kebanyakan orang telah mendapat jumlah vitamin B yang dibutuhkan dengan gampang dalam masakan mereka. [31]

Oleh lantaran vitamin B larut dalam air, kelebihan vitamin B (misalnya, melalui suplemen) pada umumnya selalu gampang untuk diekskresi / dikeluarkan, meskipun penyerapan, penggunaan dan metabolisme tiap individu berbeda. [31] Orang bau tanah dan atlet mungkin perlu untuk melengkapi asupannya dengan vitamin B12 dan vitamin B lainnya lantaran permasalahan dalam peresapan dan peningkatan kebutuhan untuk produksi energi. Pada masalah yang parah, kekurangan vitamin B, khususnya B12, pemberian vitamin B juga sanggup diberikan melalui suntikan untuk menyembuhkan kekurangan. [32] Penderita diabetes (tipe 1 dan tipe 2), juga disarankan untuk menambahkan asupan komplemen thiamine / tiamina yang mempunyai prevalensi yang tinggi dari konsentrasi tiamin plasma rendah dan bisa meningkatkan pembersihan/ekskresi tiamin yang bekerjasama dengan diabetes. [33] Defisiensi vitamin B9 (asam folat) pada awal perkembangan embrio telah dikaitkan dengan terjadinya cacat tabung saraf (neural tube defects). Bagi perempuan yang berencana untuk hamil biasanya dianjurkan untuk meningkatkan asupan asam folat melalui masakan sehari-hari atau penambahan suplemen. [34]

Referensi :
  1. Fattal-Valevski, A (2011). "Thiamin (vitamin B1)". Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine 16 (1): 12–20. |accessdate= requires |url= (help)
  2. "Riboflavin". Alternative Medicine Review 13 (4): 334–340. 2008. |accessdate= requires |url= (help)
  3. Whitney, N; Rolfes, S Crowe, T Cameron-Smith, D Walsh, A (2011). Understanding Nutrition. Melbourne: Cengage Learning.
  4. National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board, ed. (1998). "Chapter 6 - Niacin". Dietary Reference Intakes for Tjiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press.
  5. University of Bristol (2002). "Pantothenic Acid". Retrieved 16 September 2012.
  6. Gropper, S; Smith, J (2009). Advanced nutrition and human metabolism. Belmont, CA: Cengage Learning.
  7. University of Maryland Medical Center (2012). "Vitamin B6 (Pyridoxine)". Retrieved 16 September 2012.
  8. University of Bristol (2002). "Vitamin B6 (Pyridoxine)". Retrieved 15 September 2012.
  9. University of Bristol (2012). "Biotin". Retrieved 17 September 2012.
  10. National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board, ed. (1998). "Chapter 8 - Folate". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press.
  11. University of Bristol (2002). "Vitamin B12". Retrieved 16 September 2012.
  12. DSM (2012). > "Vitamin B12". Retrieved 16 September 2012.
  13. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 4 - Thiamine". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. pp. 58–86. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 18 June 2009. Retrieved 2009-06-17.
  14. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 5 - Riboflavin". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. pp. 87–122. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 18 June 2009. Retrieved 2009-06-17.
  15. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 6 - Niacin". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. pp. 123–149. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 18 June 2009. Retrieved 2009-06-17.
  16. http://www.rxabbott.com/pdf/niaspan.pdf
  17. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 7 - Vitamin B6". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. pp. 150–195. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 18 June 2009. Retrieved 2009-06-17.
  18. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 8 - Folate". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. pp. 196–305. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 18 June 2009. Retrieved 2009-06-17.
  19. a b National Academy of Sciences. Institute of Medicine. Food and Nutrition Board., ed. (1998). "Chapter 9 - Vitamin B12". Dietary Reference Intakes for Thiamine, Riboflavin, Niacin, Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline. Washington, D.C.: National Academy Press. p. 346. ISBN 0-309-06411-2. Archived from the original on 11 October 2010. Retrieved 2010-09-23.
  20. Dupré, A; Albarel, N; Bonafe, JL; Christol, B; Lassere, J (1979). "Vitamin B-12 induced acnes". Cutis; cutaneous medicine for the practitioner 24 (2): 210–1. PMID 157854.
  21. Stipanuk, M.H. (2006). Biochemical, physiological, molecular aspects of human nutrition (2nd ed.). St Louis: Saunders Elsevier p.667
  22. Winklera, C; B. Wirleitnera, K. Schroecksnadela, H. Schennachb and D. Fuchs (September 2005). "Beer down-regulates activated peripheral blood mononuclear cells in vitro". International Immunopharmacology 6 (3): 390–395. doi: 10.1016/j.intimp.2005.09.002. PMID 16428074. Retrieved 2010-01-18.
  23. Hoyumpa Jr, AM (1980). "Mechanisms of thiamin deficiency in chronic alcoholism". American Journal of Clinical Nutrition 33 (12): 2750–2761. PMID 6254354. Retrieved 2010-01-18.
  24. Leevy, Carroll M. (1982). "Thiamin deficiency and alcoholism". Annals of the New York Academy of Sciences 378 (Thiamin: Twenty Years of Progress): 316–326. doi: 10.1111/j.1749-6632.1982.tb31206.x. Retrieved 2010-01-18.
  25. Pinto, J; Y P Huang, and R S Rivlin (May 1987). "Mechanisms underlying the differential effects of ethanol on the bioavailability of riboflavin and flavin adenine dinucleotide". Journal of Clinical Investigation 79 (5): 1343–1348. doi: 10.1172/JCI112960. PMC 424383. PMID 3033022.
  26. Spivak, JL; DL Jackson (June 1977). "Pellagra: an analysis of 18 patients and a review of the literature". The Johns Hopkins Medical Journal 140 (6): 295–309. PMID 864902.
  27. Said, HM; A Sharifian, A Bagherzadeh and D Mock (1990). "Chronic ethanol feeding and acute ethanol exposure in vitro: effect on intestinal transport of biotin". American Journal of Clinical Nutrition 52 (6): 1083–1086. PMID 2239786. Retrieved 2010-01-18.
  28. Halsted, Charles; Picciano, M.F., Stokstad, E.L.R. and Gregory, J.F. (eds) (1990). Intestinal absorption of dietary folates (in Folic acid metabolism in health and disease). New York, New York: Wiley-Liss. pp. 23–45. ISBN 0-471-56744-2.
  29. Watson, Ronald; Watzl, Bernhard, eds. (September 1992). Nutrition and alcohol. CRC Press. pp. 16–18. ISBN 978-0-8493-7933-8.
  30. Herbert, Victor (1 September 1998). "Vitamin B-12: Plant sources, requirements, and assay". Am. J. Clin. Nutr. 48 (3): 852–8. PMID 3046314. Archived from the original on 24 February 2008. Retrieved 2008-02-26.
  31. a b c d Chris Woolston (July 14, 2008). "B vitamins don't boost energy drinks' power". Los Angeles Times. Archived from the original on 19 October 2008. Retrieved 2008-10-08.
  32. Vitamin B injections mentioned.
  33. Thornalley, P. J.; Babaei-Jadidi, R.; Al Ali, H.; Rabbani, N.; Antonysunil, A.; Larkin, J.; Ahmed, A.; Rayman, G. et al. (2007). "High prevalence of low plasma thiamine concentration in diabetes linked to a marker of vascular disease". Diabetologia 50 (10): 2164–70. doi: 10.1007/s00125-007-0771-4. PMC 1998885. PMID 17676306.
  34. Shaw, Gary M.; Schaffer, Donna; Velie, Ellen M.; Morland, Kimberly; Harris, John A. (1995). "Periconceptional Vitamin Use, Dietary Folate, and the Occurrence of Neural Tube Defects". Epidemiology 6 (3): 219–26. doi: 10.1097/00001648-199505000-00005. PMID 7619926.
  35. Vera Reader (1930). "The assay of vitamin B4". Biochem J. 24 (6): 1827–31. PMC 1254803. PMID 16744538.
  36. Lerner IJ (February 1984). "The whys of cancer quackery". Cancer 53 (3 Suppl): 815–9. doi: http://dx.doi.org/10.1002%2F1097-0142%2819840201%2953%3A3%2B%3C815%3A%3AAID-CNCR2820531334%3E3.0.CO%3B2-U. PMID 6362828.
  37. Stecol JA (1958). "Biosynthesis of Choline and Betaine". Am J Clin Nutr. 6 (3): 200–15. PMID 13533306.
  38. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19906248.
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh Wikipedia (12/10/2013). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.