Peristiwa Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Latar Belakang, Penyebab, Tujuan, Upaya Penumpasan, Dampak - Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, sehabis upayanya untuk melarikan diri, karenanya beliau berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga sanggup memindahkan anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
Chris Soumokil, Proklamator Republik Maluku Selatan (RMS) (geertboogaard.nl) |
1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS
Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil mempunyai kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa status mereka tidak terperinci dan tidak niscaya sehabis KMB. Keberhasilan anggota APRIS mengatasi keadaan yang menciptakan masyarakat semakin bersemangat untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam perjuangan untuk mempersatukan kembali masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa kendala yang diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih sehabis teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL kepingan dari Korp Speciale Troepen yang dibuat oleh seorang kapten berjulukan Raymond Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di tempat Bandung. Aksi teror yang dilakukannya tersebut bahkan hingga memakan korban jiwa alasannya dalam agresi terror tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun karenanya muncul. Para biokrat pemerintah tempat memprovokasi masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menjadikan ancaman di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman ancaman tersebut.
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap dewan legislatif NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan karenanya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) mengakibatkan berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan mengalah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam negosiasi yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan biar tempat Maluku Selatan dijadikan sebagai tempat yang merdeka, dan kalau perlu seluruh anggota dewan yang berada di tempat Maluku Selatan dibunuh. Namun, seruan tersebut ditolak alasannya anggota dewan justru mengusulkan biar yang melaksanakan proklamasi kemerdekaan di Maluku Selatan tersebut yakni Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J. Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.
2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melaksanakan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di tempat Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara alasannya dukungannya terhadap NKRI dipandang jelek oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wapres RMS untuk tempat luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9 Mei, dibuat sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi problem ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh orisinil Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak sanggup bertemu pribadi dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, karenanya pemerintah melaksanakan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel berjulukan A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun karenanya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke tempat Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon sanggup dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang karenanya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di tempat Ambon, maka hal ini menciptakan perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS sanggup ditaklukan. Pada tanggal 4 hingga 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, sentra pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap karenanya dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi hukuman eksekusi tehadap :
- J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun
- Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi eksekusi 5 Tahun
- D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi eksekusi 4 ½ Tahun
- J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi eksekusi selama 4 ½ Tahun
- G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
- Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi eksekusi selama 4 ½ Tahun
- J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
- D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi eksekusi selama 5 ½ Tahun
- Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi eksekusi selama 3 Tahun
- F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi eksekusi selama 4 Tahun
- T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi eksekusi selama 7 tahun
- D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi eksekusi selama 10 Tahun
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada di pulau Seram hingga karenanya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia sanggup berbahasa Indonesia, namun pada ketika itu ia selalu menggunakan Bahasa Belanda, sehingga pada ketika persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil karenanya dijatuhi eksekusi mati. Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.
Sepeninggal Soumokil, semenjak ketika itu RMS bangun di pengasingan di Negeri Belanda. Pengganti Soumokil yakni Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa hingga tahun 2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.
4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, menyerupai kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
Pada tahun 2002, pada ketika peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan program pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari insiden ini, 23 orang ditangkap oleh abdnegara kepolisian. Setelah penangkapan pelopor tersebut dilakukan, mereka tidak mendapatkan penangkapan tersebut alasannya dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku alasannya melaksanakan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah pelopor yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akhir dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah pelopor RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Tidak cukup dengan agresi tersebut, Anggota RMS kembali menawarkan keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 pelopor RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada ketika itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada ketika penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.
(Disarikan dari banyak sekali sumber)
Semoga artikel mengenai Pemberontakan RMS menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment