Thursday, March 26, 2020

Mengonversi Teks Gadis Kecil Dan Doanya

Mengonversi teks sanggup bermacam jenisnya, mulai dari teks berita, teks editorial / opini, teks anekdot dan lainnya. Semuanya sanggup dikonversi kedalam bentuk yang lainnya. Pengertian mengonversi teks ialah mengubah dari satu bentuk teks menjadi bentuk teks yang lain. Berikut ini terdapat sebuah teks kisah fiksi berjudul “Gadis Kecil dan Doanya”. Teks ini ialah penggalan 1 dari novel Rumah Tanpa Jendela yang ditulis oleh Asma Nadia.

Berapa kali kita harus kehilangan orang yang begitu penting dalam hidup?

Sepasang mata milik seorang gadis cilik tampak khusyuk mengamati sekeliling ruangan putih higienis itu. Berpindah-pindah dari monitor dengan angka-angka yang tidak beliau mengerti, yang selalu mengeluarkan bunyi teratur itu, ke selang-selang panjang dengan cairan bening yang mengalir dan bermuara ke pergelangan tangan satu sosok yang terbaring di ranjang. Seseorang yang begitu dicintainya. Kerabat satu-satunya....

Allah... jangan biarkan beliau meninggal.

Matanya berkaca. Butiran air yang ingin tumpah ditahannya sekuat tenaga. Gadis kecil dengan bola mata bundar itu menggigit bibir keras-keras. Berharap dengan begitu genangan air yang siap menderas akan berhenti.

Dia harus kuat, percuma menangis. Dia harus kuat. lebih baik berdoa. Ibunya dulu sering mengulang-ulang kalimat itu.

“Berdoa, Ra... mengaji. Minta sama Allah.”

“Apa Allah selalu mengabulkan doa?”

Dia ingat wanita yang melahirkannya tersenyum ketika mendengar pertanyaan itu.
 Mengonversi teks sanggup bermacam jenisnya Mengonversi Teks Gadis Kecil dan Doanya
“Allah mendengar doa, Ra. Allah nggak pernah menyia-nyiakan doa yang meminta.”

Rara tidak puas, mengejar lagi.

“Tapi, apa niscaya dikabulkan, Bu? Rara ingin punya jendela...” kalimat itu menggantung sejenak sebelum bersuara pelan, “Rara juga ingin Ibu sembuh.”

Perempuan dengan wajah teduh itu menggenggam tangan anak satu-satunya, sebelum berbisik, “Allah niscaya mengabulkan setiap doa, Ra. Tapi kadang ada doa-doa lebih penting yang harus didahulukan.”

Tapi Rara ingin Ibu sembuh.... Rara ingin waktu sanggup berulang dan tragedi yang mengakibatkan ibunya sakit tidak perlu terjadi.

Seperti membaca pikiran Rara, Ibu mulai mengusap-usap rambut anak semata wayangnya itu.

“Rara bacakan ayat Alquran untuk memohon kesembuhan, ya? Masih ingat?”

Jemari ibu yang bergetar susah payah membuka halaman Alquran yang dibawakan Rara ke pembaringan. Dan di halaman itu, telunjuk Ibu berhenti. Alquran surat Al Anbiya, ayat 83-84.

Malam hening. Hanya bunyi jernih Rara yang patah-patah mengaji.

Dan sekarang, ayat yang sama ingin dibacakannya bagi sosok terkasih yang sudah hampir seminggu tak menyapanya lagi.

Jangan mengangis, Ra. Berdoa....

Suara Ibu, entah siapa yang membawanya mampir ke telinga. Rara menggigit bibirnya lagi. Air mata ini sulit sekali diaturnya. (Asma Nadia, Rumah Tanpa Jendela, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Januari 2011, halaman 1-3)

Salah satu jenis teks yang sanggup dikonversikan dari teks kisah fiksi dalam novel ialah teks eksplanasi. Teks eksplanasi ialah teks yang berisi penjelasan-penjelasan ihwal proses mengapa dan bagaimana dari suatu topik yang berafiliasi dengan fenomena-fenomena alam maupun sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Semua fenomena tersebut mempunyai relasi alasannya ialah jawaban dan mempunyai proses. Berikut ini hasil konversi tersebut.

1Teks Eksplanasi
No.Struktur TeksKalimat
1.Pernyataan UmumBerapa kali kita harus kehilangan orang yang begitu penting dalam hidup?

Sepasang mata milik seorang gadis cilik tampak khusyuk mengamati sekeliling ruangan putih higienis itu. Berpindah-pindah dari monitor dengan angka-angka yang tidak beliau mengerti, yang selalu mengeluarkan bunyi teratur itu, ke selang-selang panjang dengan cairan bening yang mengalir dan bermuara ke pergelangan tangan satu sosok yang terbaring di ranjang. Seseorang yang begitu dicintainya. Kerabat satu-satunya....
2.Urutan sebab-akibatAllah... jangan biarkan beliau meninggal.

Matanya berkaca. Butiran air yang ingin tumpah ditahannya sekuat tenaga. Gadis kecil dengan bola mata bundar itu menggigit bibir keras-keras. Berharap dengan begitu genangan air yang siap menderas akan berhenti.

Dia harus kuat, percuma menangis. Dia harus kuat. lebih baik berdoa. Ibunya dulu sering mengulang-ulang kalimat itu.

“Berdoa, Ra... mengaji. Minta sama Allah.”

“Apa Allah selalu mengabulkan doa?”

Dia ingat wanita yang melahirkannya tersenyum ketika mendengar pertanyaan itu.

“Allah mendengar doa, Ra. Allah nggak pernah menyia-nyiakan doa yang meminta.”

Rara tidak puas, mengejar lagi.

“Tapi, apa niscaya dikabulkan, Bu? Rara ingin punya jendela...” kalimat itu menggantung sejenak sebelum bersuara pelan, “Rara juga ingin Ibu sembuh.”

Perempuan dengan wajah teduh itu menggenggam tangan anak satu-satunya, sebelum berbisik, “Allah niscaya mengabulkan setiap doa, Ra. Tapi kadang ada doa-doa lebih penting yang harus didahulukan.”

Tapi Rara ingin Ibu sembuh.... Rara ingin waktu sanggup berulang dan tragedi yang mengakibatkan ibunya sakit tidak perlu terjadi.

Seperti membaca pikiran Rara, Ibu mulai mengusap-usap rambut anak semata wayangnya itu.

“Rara bacakan ayat Alquran untuk memohon kesembuhan, ya? Masih ingat?”

Jemari ibu yang bergetar susah payah membuka halaman Alquran yang dibawakan Rara ke pembaringan. Dan di halaman itu, telunjuk Ibu berhenti. Alquran surat Al Anbiya, ayat 83-84.

Malam hening. Hanya bunyi jernih Rara yang patah-patah mengaji.

Dan sekarang, ayat yang sama ingin dibacakannya bagi sosok terkasih yang sudah hampir seminggu tak menyapanya lagi.

Jangan mengangis, Ra. Berdoa....

Suara Ibu, entah siapa yang membawanya mampir ke telinga. Rara menggigit bibirnya lagi. Air mata ini sulit sekali diaturnya.

No comments:

Post a Comment