A. Perdagangan
Proses penyebaran Islam melalui jalur perdagangan dilakukan oleh para pedagang muslim pada era ke-7 hingga era ke-16 M. Para pedagang tersebut berasal dari Arab, Persia, dan India. Jalur
perdagangan ketika itu menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Para pedagang muslim memakai kesempatan itu untuk berdakwah membuatkan agama Islam.
Banyak pedagang muslim yang singgah dan bertempat tinggal di Indonesia. Sebagian ada yang tinggal sementara ada pula yang menetap di Indonesia. Lambat laun tempat tinggal mereka bermetamorfosis perkampungan muslim.
B. Perkawinan
Sebagian pedagang Islam tersebut ada yang menikah dengan perempuan pribumi, terutama putri darah biru atau putri raja. Disebabkan komitmen nikah itulah banyak keluarga darah biru atau raja masuk Islam.
C. Pendidikan
Para mubaligh mendirikan forum pendidikan Islam di beberapa wilayah Nusantara. Nama lembaga-lembaga pendidikan Islam itu berbeda tiap daerah. Di Aceh misalnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam di sana dikenal dengan nama meunasah, dayah, dan rangkang. Di Sumatera Barat dikenal adanya surau. Di Kalimantan dikenal dengan nama langgar. Di Jawa dikenal dengan pondok pesantren.
D. Hubungan Sosial
Para mubaligh yang membuatkan Islam di Nusantara berilmu dalam menjalin relasi sosial dengan masyarakat. Mereka santun, mempunyai kebersihan jasmani dan ruhani, mempunyai kepandaian yang tinggi, serta dermawan. Silaturahmi, bekerja sama, gotong-royong mereka lakukan bersama penduduk Nusantara dengan tujuan menarik simpati semoga masuk Islam.
Pada kesempatan tertentu mereka memberikan anutan Islam dengan cara bijaksana, tidak memaksa dan merendahkan. Dengan demikian anutan Islam semakin gampang diterima oleh penduduk Nusantara.
E. Kesenian
Cabang-cabang seni yang dikembangkan para penyebar Islam di antaranya yaitu seni bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra.
- Pada seni bangunan contohnya masjid, mimbar, dan ukiran-ukirannya masih menunjukkan motif-motif menyerupai yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Motif tersebut sanggup dilihat pada Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon, Masjid Agung Banten, dan Masjid Baiturrahman di Aceh.
- Mereka tidak pernah meminta upah untuk menggelar pertunjukkan, wayang kulit. Penonton hanya diminta semoga mengikutinya mengucapkan “Dua Kalimat Syahadat”. Hal ini berarti para penonton telah masuk Islam. Sebagian besar dongeng wayang kulit dikutip dari dongeng Mahabharata dan Ramayana, namun bertahap dimasukkan nilai-nilai anutan Islam.
Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis karya sastra yang sesuai dengan anutan Islam di antaranya sebagai berikut.
- Babad yaitu dongeng yang sengaja diubah sebagai dongeng sejarah. Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, Babad Surakarta, Babad Giyanti, dan Babad Pakepung. Di kawasan Melayu, babad dikenal dengan nama sejarah sarasilah (silsilah) atau tambo, yang juga diberi judul hikayat. Contohnya Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah Perak.
- Hikayat yaitu dongeng atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan. Di antara hikayat yang populer yaitu hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat 1001 malam, Hikayat Bayan Budiman dan lain-lain.
- Suluk yaitu kitab-kitab yang menguraikan soal tasawuf. Kitab suluk sangat rnenarik lantaran sifatnya pantheisme, yaitu menjelaskan wacana bersatunya insan dengan Tuhan (manunggaling kawulo lan Gusti). a) Sunan Bonang mengembangkan ilmu suluk dalam bentuk puisi yang dibukukan dalam Kitab Bonang. b) Hamzah Fansuri menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman, contohnya Syair Perahu dan Syair Dagang.
- Syekh Yusuf, seorang ulama Makassar yang diangkat sebagai pujangga di kerajaan Banten, berhasil menulis beberapa buku wacana tasawuf.
H. Kesenian Debus
Kesenian debus difungsikan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. Filosofi dari kesenian ini yaitu kepasrahan kepada Allah Swt. yang menjadikan mereka mempunyai kekuatan untuk menghadapi bahaya.
No comments:
Post a Comment