Thursday, October 17, 2019

Pintar Pelajaran Pengertian Konflik Sosial Di Masyarakat Indonesia, Contoh, Penyebab, Dampak, Macam-Macam, Akibat, Cara Mengatasi, Penanganan, Integrasi Sosial, Sosiologi

Pengertian Konflik Sosial di Masyarakat Indonesia, Contoh, Penyebab, Dampak, Macam-macam, Akibat, Cara Mengatasi, Penanganan, Integrasi Sosial, Sosiologi - Pada kegiatan berguru yang lalu, Anda tentu sudah memahami wacana struktur sosial yang berkaitan dengan perbedaan insan dalam masyarakat, yakni suatu masyarakat yang mempunyai keragaman suku bangsa (etnis), agama, ras, dan golongan atau kelompok sosial. Perbedaan-perbedaan tersebut sering menimbulkan ketegangan sosial apabila setiap kelompok dalam masyarakat mempunyai kecenderungan berpengaruh untuk memegang identitas dalam hubungan antar golongan, budaya, dan agama. Konsekuensi dari adanya perbedaan tersebut sering menimbulkan benturan kepentingan antar individu atau antarkelompok yang mengarah pada terjadinya kontradiksi atau konflik sosial. Seperti dikemukakan Koentjaraningrat, masyarakat cenderung berorientasi ke dalam (kelompoknya) merupakan faktor yang sanggup mempertajam konflik serta memperluas kesenjangan dan jarak sosial.

Dengan mengetahui faktor penyebab konflik, diharapkan Anda sanggup memahami banyak sekali cara menangani konflik sosial sehingga sanggup dicari alternatif pemecahan duduk masalah dan tercapainya suatu integrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

A. Konflik dalam Kehidupan Masyarakat


Manusia sangat bermacam-macam lantaran dipengaruhi oleh faktor ras, etnis, agama, dan status. Konflik selain banyak terjadi pada masyarakat kalangan menengah ke bawah, juga sanggup terjadi pada masyarakat yang mempunyai lapisan sosial kelas atas, contohnya konflik antar anggota dewan yang terjadi di dalam gedung MPR/DPR. Para pejabat yang merupakan anggota dewan dari setiap fraksi atau organisasi kepartaian saling mengajukan pendapat dan mempertahankan argumentasinya dalam sidang. Untuk mencapai kemufakatan hasil sidang, tidak jarang para anggota dewan berselisih dan berbeda pendapat.

Setelah Anda mengetahui beberapa contoh konflik sosial yang terjadi pada masyarakat, tentunya Anda sanggup memahami bahwa konflik dalam kehidupan sosial masyarakat mempunyai jenis dan tingkatan yang berbeda-beda. Solusi yang diambil untuk menangani konflik tersebut pun bermacam-macam sesuai dengan intensitas dampak yang akan ditimbulkannya.

1.1. Pengertian Konflik Sosial


Atas dasar contoh tersebut, sanggup digaris bawahi bahwa konflik merupakan proses sosial yang niscaya akan terjadi di tengah-tengah masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi lantaran adanya perbedaan atau kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan individu atau kelompok masyarakat yang lainnya. Dalam konflik niscaya ada perselisihan dan kontradiksi di antara pihak-pihak yang berkonflik. Konflik bisa dialami oleh siapa saja pada banyak sekali lapisan sosial masyarakat. Konflik bisa dimulai dari keluarga, masyarakat sekitar, nasional, dan global. Jenis-jenis konflik pun sanggup beragam.

Menurut pandangan Karl Marx, kejahatan dan konflik terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Anggapan tersebut menyebutkan bahwa apa yang merupakan penyebab konflik, didefinisikan oleh kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. (Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar, 2000)

Untuk mendapatkan citra lebih luas wacana pengertian konflik, berikut ini merupakan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli.
  1. Robert M.Z. Lawang, menyampaikan bahwa konflik diartikan sebagai usaha untuk memperoleh hal-hal yang langka, mirip nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik sanggup diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.
  2. Kartono, beropini bahwa konflik yaitu proses sosial yang bersifat antagonistik dan terkadang tidak bisa diserasikan lantaran dua belah pihak yang berkonflik mempunyai tujuan, sikap, dan struktur nilai yang berbeda, yang tercermin dalam banyak sekali bentuk sikap perlawanan, baik yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase maupun yang terbuka dalam bentuk tindakan kekerasan. Konflik yang terjadi antar individu, contohnya konflik di antara sesama sahabat di sekolah. Konflik antara individu dengan kelompok, contohnya konflik antara seorang majikan dan buruhnya; atau konflik antara kelompok dan kelompok, contohnya para pedagang kaki lima dengan para petugas ketertiban. Bahkan, konflik sanggup melibatkan antarnegara, mirip konflik antara Irak dan Amerika.
  3. Peter Harris dan Ben Relly (1998), beropini bahwa sifat konflik yang tajam di dunia telah berubah dalam satu dekade terakhir, baik dalam inti permasalahan maupun dalam bentuk pengekspresiannya. Salah satu perubahan yang paling dramatis yaitu pergeseran dari konflik antarnegara yang tradisional (perang antarnegara berdaulat) menuju konflik dalam negara. Konflik-konflik yang paling kejam sepanjang masa ke-20 yaitu konflik antarnegara. Akan tetapi, pada tahun 1990-an hampir semua konflik besar di dunia terjadi dalam negara atau konflik internal, contohnya perang saudara, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis dengan kekerasan, dan peperangan domestik lainnya.
Anda sanggup mengidentifikasi lebih lanjut bahwa jenis konflik sosial yang terjadi di Indonesia secara umum terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut.
  1. Konflik vertikal, contohnya konflik negara versus warga, buruh versus majikan.
  2. Konflik horizontal, contohnya konflik antarsuku, antar agama, dan antarmasyarakat. Konflik-konflik tersebut bisa berlatar belakang ekonomi, politik, agama, kekuasaan, dan kepentingan lainnya.
Apabila kita memperhatikan fenomena kehidupan sehari-hari, baik yang kita alami sendiri maupun melalui banyak sekali sumber informasi di media massa (seperti surat kabar, majalah, radio, dan TV) wacana konflik, diperkirakan ada sejumlah pola konflik yang perlu diwaspadai, yaitu: 
  1. konflik internal di dalam suatu masyarakat lokal;
  2. konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah daerah;
  3. konflik masyarakat antardaerah;
  4. konflik antara dua atau lebih pemerintah daerah;
  5. konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah pusat sebagai penyelenggara negara;
  6. konflik antara pemerintah tempat dan pemerintah pusat;
  7. konflik antar elite di pemerintah pusat yang berimbas pada konflik masyarakat di tingkat lokal.
Oleh lantaran itu, di dalam masyarakat yang beragam perlu waspada dalam bertindak, terutama yang bekerjasama dengan duduk masalah SARA (Suku, Agama, dan Ras) yang sanggup menimbulkan konflik sehingga sanggup membahayakan stabilitas nasional. Adanya dominasi dalam bidang-bidang kehidupan mirip ekonomi ataupun pemerintahan oleh suatu etnis tertentu, sanggup memancing perasaan tidak bahagia etnis lain sehingga sanggup menimbulkan benih-benih konflik dalam masyarakat.

1.2. Konflik dan Kekerasan


Berbicara wacana terjadinya konflik di masyarakat, tidak terlepas dari adanya kekerasan. Padahal, tidak semua konflik yang terjadi harus diakhiri dengan tindakan kekerasan. Perhatikan dua contoh konflik berikut ini.

Contoh 1: Anda sebagai pelajar yang selalu ingin berprestasi. Anda mencari kepuasan dalam belajar. Untuk mendapatkan hasil berguru yang baik, tidak jarang Anda harus berhadapan dengan perbedaan pendapat, baik dengan guru di dalam kelas maupun dengan sesama sahabat di dalam sebuah diskusi. Sebagai bukti bahwa Anda tidak puas, Anda akan bertanya atau menyanggah pendapat yang dikemukakan oleh guru atau sahabat Anda dengan argumen-argumen yang Anda miliki. Untuk mencari kemufakatan dalam diskusi kelas tersebut, Anda ataupun sahabat Anda tidak perlu mengakhiri diskusi tersebut dengan perkelahian atau perusakan fasilitas sekolah. Guru akan menengahi perbedaan pendapat di antara Anda dan sahabat Anda sehingga kemufakatan terjadi dan sanggup mengakhiri konflik tanpa ada kekerasan.

Contoh 2: Pertentangan yang terjadi antara kaum buruh di sebuah pabrik tekstil yang menuntut kenaikan honor atau dikeluarkan nya THR (Tunjangan Hari Raya). Masalah pendapatan atau honor sangat bekerjasama dengan hajat kehidupan maka tidak jarang dalam mengajukan tuntutannya tersebut, para buruh melaksanakan tindak kekerasan dengan merusak fasilitas pabrik. Berdasarkan dua contoh tersebut, tentunya Anda diharapkan sanggup membedakan antara konflik dan kekerasan.

Tidak selamanya konflik harus diakhiri oleh tindakan kekerasan lantaran kekerasan tidak sama dengan konflik. Konflik yaitu proses sosial yang akan terus terjadi dalam masyarakat, baik individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya. Adapun kekerasan, merupakan tanda-tanda yang muncul sebagai salah satu efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan dan perkelahian.

Seringkali tindakan kekerasan muncul secara impulsif pada masyarakat. Tindakan kekerasan impulsif ini tujuannya tidak jelas, kadangkala ditumpangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin membuat kekacauan.

Sebagai contoh, tindakan kekerasan yang dilakukan suporter sepak bola. Oknum-oknum pendukung sebuah kesebelasan sepak bola melaksanakan pengrusakan dan pembakaran fasilitas-fasilitas umum, mirip rambu-rambu kemudian lintas dan taman kota, melempari rumah-rumah penduduk sepanjang lintasan kereta api, dan lain sebagainya. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan lantaran kesebelasan yang didukungnya kalah dalam permainan. Apakah tindakan kekerasan dari para suporter membuat tim kesebelasan sepak bola tersebut menjadi menang atau wasit akan mengubah skor kalah menjadi menang? Jelas jawabannya tidak mungkin. Tindakan kekerasan tersebut tidak mempunyai tujuan apapun yang tertinggal hanyalah kerugian-kerugian bagi semua pihak.

Contoh lain yaitu tawuran antar pelajar yang akhir-akhir ini kerap terjadi. Tawuran antar pelajar bahkan melibatkan antar sekolah, dan tidak jarang menimbulkan kerusakan fasilitas umum, serta banyak meminta korban. Berbagai lantaran yang menyulut terjadinya tawuran tersebut memang beraneka ragam, yang pada dasarnya menjunjung tinggi solidaritas antar teman. Kekerasan hanya merupakan salah satu indikator kerusuhan dalam menilai intensitas konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi di masyarakat. Charles Lewis Taylor dan Michael C. Hudson membuat beberapa indikator dalam menggambarkan intensitas konflik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.

Indikator-indikator tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Demonstrasi (a Protest Demonstration)

Demonstrasi yaitu sejumlah orang yang dengan tidak menggunakan kekerasan, kemudian mengorganisasi diri untuk melaksanakan protes terhadap suatu rezim, pemerintah, atau pimpinan dari rezim atau pemerintah tersebut; atau terhadap ideologi, kebijaksanaan, dan tindakan, baik yang sedang direncanakan maupun yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak yang sedang berkuasa. Contoh gerakan mahasiswa se-Jabotabek yang menggelar demonstrasi di Gedung MPR/DPR.

b. Kerusuhan

Kerusuhan pada dasarnya sama dengan demonstrasi. Hal yang membedakannya yaitu kerusuhan mengandung penggunaan kekerasan fisik yang diikuti dengan perusakan fasilitas umum, pemukulan oleh pegawanegeri keamanan atas pelaku-pelaku kerusuhan, penggunaan alat-alat pengendalian kerusuhan oleh pegawanegeri keamanan, dan penggunaan banyak sekali macam senjata atau alat pemukul oleh para pelaku kerusuhan. Kerusuhan biasanya dilakukan dengan spontanitas sebagai akhir dari suatu insiden dan sikap kelompok yang kacau.

c. Serangan Bersenjata (Armed Attack)

Serangan bersenjata yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan untuk kepentingan suatu kelompok tertentu dengan tujuan melemahkan atau bahkan menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain. Indikator ini ditandai oleh terjadinya pertumpahan darah, pergulatan fisik, atau perusakan fasilitas umum. Jelaslah bahwa kekerasan hanya merupakan akhir dari adanya pertentangan-pertentangan atau konflik sosial. Konflik-konflik sosial yang terjadi tidak selamanya harus diikuti dengan kekerasan yang akan memunculkan duduk masalah baru. Banyak kerugian dan penderitaan yang akan diakibatkan apalagi bila konflik tersebut tidak mempunyai tujuan yang berarti, pengorbanan yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik menjadi sia-sia.

Konflik-konflik sosial yang diakhiri dengan tindakan kekerasan mirip beberapa contoh tersebut, merupakan tahapan penyelesaian konflik yang paling buruk. Dengan kata lain kekerasan sangat rendah tingkatannya dalam mencari alternatif pemecahan duduk masalah untuk sanggup menghindari atau keluar dari konflik yang sedang terjadi. Sebenarnya konflik yang terjadi sanggup berfungsi sebagai faktor positif (pendukung) dan faktor negatif (perusak) bagi modal kedamaian sosial. Secara positif, konflik sanggup berfungsi sebagai pendorong tumbuh-kembangnya kedamaian sosial. Namun, konflik sanggup memunculkan kekerasan yang menjurus kepada perpecahan.

B. Sebab-Sebab Konflik Sosial


Penyebab konflik sangatlah kompleks dan tidak berdiri sendiri, tetapi dilatarbelakangi oleh banyak sekali dimensi dan latar peristiwa. Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa berlatar belakang ekonomi, politik, kekuasaan, budaya, agama, dan kepentingan lainnya. Simaklah contoh konflik berikut. 

Keluarnya keputusan Menteri Perdagangan Marie E. Pangestu mengenai impor beras dari Vietnam sebanyak 70.050 ton mulai menuai kecaman. Kurang lebih 600 petani yang berasal dari Karawang, Bogor, Batang, Pekalongan, Cibaliung (Banten), dan Lampung yang mengaku tergabung dalam Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) berunjuk rasa di depan kantor Departemen Perdagangan, Jakarta. Para pengunjuk rasa menolak keputusan impor beras yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 1 November 2005. (Pikiran Rakyat, 19 November 2005).

Apa yang menjadi latar belakang munculnya konflik tersebut?

Apabila Anda amati dengan saksama, setidaknya ada dua kepentingan berbeda yang menjadi penyebab munculnya konflik tersebut. Kepentingan pertama, kebijakan pemerintah untuk melaksanakan impor beras dari Vietnam merupakan kepentingan politik. Kepentingan kedua, para petani yang tergabung dalam FSPI menolak adanya impor beras lantaran sanggup menurunkan harga beras di pasar nasional sehingga sanggup merusak pendapatan petani dan ini merupakan kepentingan ekonomi. Dua kepentingan tersebut (politik dan ekonomi) telah melatarbelakangi munculnya konflik tersebut. Indonesia mempunyai struktur masyarakat yang unik. Secara horizontal, Indonesia ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial menurut perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, bahasa, dan perbedaan yang bersifat kedaerahan. Perbedaan secara horizontal ini menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk.

Istilah beragam mula-mula diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Hukum kausalitas (sebab-akibat) menyebutkan bahwa akhir yang ditimbulkan suatu insiden merupakan hasil dari adanya lantaran yang ditimbulkan. Konflik tidak akan terjadi bila tidak ada pemicunya. Oleh lantaran itu, kita harus berpedoman pada sebab-akibat untuk mencapai suatu pemecahan masalah. (Sumber: Pengantar Sosiologi, 2001)

Indonesia mempunyai kompleksitas budaya yang plural (plural societies) dan heterogen (masyarakat majemuk), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen-elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik. Pertanda paling terang dari masyarakat Indonesia yang bersifat beragam itu yaitu tidak adanya kehendak bersama (common will). Elemen-elemen masyarakat Indonesia secara keseluruhan terpisah satu sama lain. Setiap elemen lebih merupakan kumpulan individu-individu daripada suatu keseluruhan yang organis. Sebagai individu, kehidupan sosial mereka tidaklah utuh. Oleh lantaran itu, konflik yang terjadi di Indonesia seringkali bersumber dari adanya perbedaan dan kontradiksi antar latar belakang sosio kultural. Indonesia sanggup dianggap sebagai negara yang mempunyai modal kedamaian sosial yang rendah.

Kerusuhan demi kerusuhan terus terjadi di banyak sekali pelosok tanah air di Indonesia. Terlebih lagi ada keinginan setiap tempat untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia lantaran salah menafsirkan Undang-Undang Otonomi Daerah. Menurut DuBois dan Miley, sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat yaitu adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu dan kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. 

Ketiga faktor tersebut biasanya sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan sikap masyarakat yang ditandai dengan hal-hal berikut.
  1. Rasisme, yaitu sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya atau perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompok sosial tertentu. Rasisme sering diberi legitimasi atau klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras mempunyai tiga tingkatan yaitu individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan sikap prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan, dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras sanggup dilacak manakala satu forum sosial memperlihatkan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap forum lainnya.
  2. Elitisme, merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial yang menurut pada kekayaan, kekuasaan, dan prestise. Individu atau kelompok yang mempunyai kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak memilih potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
  3. Gender, merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu mempunyai kelebihan atas jenis kelamin lainnya. Pandangan ini seringkali didukung oleh penafsiran (interpretation), tradisi-tradisi budaya, dan atau kebiasaan keagamaan yang pada umumnya memandang perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
  4. Usia, menunjuk pada sikap-sikap negatif terhadap proses ketuaan. Proses ini sangat meyakini bahwa kategori usia tertentu mempunyai sifat yang rendah (inferiority) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Oleh lantaran itu, perlakuan yang tidak adil sanggup dibenarkan. Meskipun hal ini umumnya diterapkan kepada insan lanjut usia (manula), sikap ini sering pula ditujukan kepada anak-anak.
  5. Prasangka atau sikap-sikap negatif terhadap orang yang mempunyai kecacatan. Orang yang mempunyai keanehan (tubuh, mental) secara otomatis sering dianggap berbeda dan tidak bisa melaksanakan tugas-tugas kehidupan sebagaimana orang normal. Orang dengan keanehan atau penyandang cacat (persons with disabilities) seringkali dipandang sebagai orang yang secara sosial tidak “matang” dan tidak bisa dalam segala hal.
Konflik sosial yang terjadi umumnya melalui dua tahap yang dimulai dari tahap disorganisasi atau keretakan dan terus berlanjut ke tahap disintegrasi atau perpecahan. Timbulnya gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi yaitu akhir dari hal-hal berikut.
  1. Ketidaksepahaman para anggota kelompok wacana tujuan masyarakat yang pada awalnya menjadi pedoman bersama.
  2. Norma-norma sosial tidak membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
  3. Kaidah-kaidah dalam kelompok yang dihayati oleh anggotanya bertentangan satu sama lain.
  4. Sanksi menjadi lemah bahkan tidak dilaksanakan dengan konsekuen.
  5. Tindakan anggota kelompok sudah bertentangan dengan norma-norma kelompok.
Dari beberapa klarifikasi tersebut, sanggup ditarik kesimpulan bahwa terjadinya konflik disebabkan oleh hal-hal berikut.
  1. Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu dan individu lain sehingga terjadi konflik di antara mereka.
  2. Adanya perbedaan kepribadian di antara anggota kelompok disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan.
  3. Adanya perbedaan kepentingan atau tujuan di antara individu atau kelompok.
  4. Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat yang diikuti oleh adanya perubahan nilai-nilai atau sistem yang berlaku dalam masyarakat.

C. Akibat-Akibat Konflik Sosial


Mungkin masih segar dalam ingatan Anda wacana konflik antara Indonesia dan Malaysia pada pertengahan tahun 2005. Malaysia mengklaim wilayah Blok Ambalat yang merupakan serpihan dari Kepulauan Nusantara. Konflik tersebut telah menyulut amarah bangsa Indonesia yang bersatu bahu-membahu melawan sikap pemerintahan Malaysia. Sebelumnya, masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis kesatuan dan persatuan nasional akhir pergolakan politik yang terus terjadi selama masa reformasi.

Contoh tersebut merupakan salah satu akhir positif dan negatif yang ditimbulkan oleh adanya konflik. Konflik mempunyai fungsi bagi kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, konflik banyak juga menimbulkan bentuk-bentuk negatif dalam interaksi sosial. Konflik sanggup berfungsi sebagai faktor positif yang berdampak konstruktif (membangun) dan faktor negatif yang bersifat destruktif (perusak) bagi modal kedamaian sosial. Secara positif, konflik sanggup berfungsi sebagai pendorong tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial lantaran sanggup meningkatkan solidaritas di antara anggota kelompok.

Seperti dinyatakan para andal sosiologi Parsons, Jorgensen, dan Hernandez, manfaat konflik ialah:
  1. konflik sanggup meningkatkan kohesivitas kelompok;
  2. memunculkan isu-isu dan harapan-harapan yang terpendam;
  3. memperjelas batas-batas dan norma-norma kelompok;
  4. mempertegas tujuan yang hendak dicapai.
Selain itu, konflik juga bisa bersifat destruktif terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas. Jika melampaui batas toleransi dan kapasitas pihak-pihak yang terlibat serta tidak segera dicarikan solusinya, konflik sanggup menjurus pada “disintegrasi” sosial.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa terjadinya konflik banyak menimbulkan bentuk-bentuk negatif dalam interaksi sosial. Akan tetapi, konflik juga mempunyai fungsi positif bagi kehidupan masyarakat. Berikut ini akan diuraikan akibat-akibat dari konflik.

3.1. Dampak / Akibat negatif dari adanya konflik

  1. Retaknya persatuan kelompok. Hal ini terjadi apabila terjadi kontradiksi antar anggota dalam satu kelompok.
  2. Perubahan kepribadian individu. Pertentangan di dalam kelompok atau antar kelompok sanggup menimbulkan individu-individu tertentu merasa tertekan sehingga mentalnya tersiksa.
  3. Dominasi dan takluknya salah satu pihak. Hal ini terjadi bila kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya. Pihak yang kalah menjadi takluk secara terpaksa, bahkan terkadang menimbulkan kekuasaan yang sewenang-wenang (dalam politik) atau monopoli (dalam ekonomi).
  4. Banyaknya kerugian, baik harta benda maupun jiwa, akhir kekerasan yang ditonjolkan dalam penyelesaian suatu konflik.
Peristiwa 27 Juli 1996, ketika terjadi konflik yang melibatkan simpatisan PDI pendukung Megawati dan pendukung Suryadi merupakan salah satu contoh bentuk konflik internal partai.

3.2. Akibat positif dari adanya konflik

  1. Konflik sanggup meningkatkan solidaritas di antara anggota kelompok, contohnya apabila terjadi pertikaian antarkelompok, anggota-anggota dari setiap kelompok tersebut akan bersatu untuk menghadapi lawan kelompoknya.
  2. Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, contohnya anggota-anggota kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai dirinya sendiri dan mungkin akan terjadi perubahan dalam dirinya.
  3. Munculnya pribadi-pribadi atau mental-mental masyarakat yang tahan uji dalam menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang dihadapi sehingga sanggup lebih mendewasakan masyarakat.
  4. Dalam diskusi ilmiah, biasanya perbedaan pendapat justru diharapkan untuk melihat kelemahan-kelemahan suatu pendapat sehingga sanggup ditemukan pendapat atau pilihan-pilihan yang lebih berpengaruh sebagai jalan keluar atau pemecahan suatu masalah.
 yang berkaitan dengan perbedaan insan dalam masyarakat Pintar Pelajaran Pengertian Konflik Sosial di Masyarakat Indonesia, Contoh, Penyebab, Dampak, Macam-macam, Akibat, Cara Mengatasi, Penanganan, Integrasi Sosial, Sosiologi
Gambar 1. Hubungan antara konflik dan tampilan kerja, konflik yang konstruktif dan destruktif.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa konflik yang bersifat konstruktif mempunyai dampak positif terhadap meningkatnya tampilan kerja dibandingkan dengan konflik yang bersifat destruktif atau negatif. Demikian pula halnya dengan tingkat intensitas konflik yang harus seimbang. Semakin rendah atau tinggi konflik maka lebih bersifat destruktif.

Penilaian masyarakat terhadap konflik yang selalu negatif harus dibenahi. Banyaknya manfaat atau akhir positif dari suatu konflik, hendaknya sanggup menjadi hikmah bagi masyarakat. Konflik merupakan serpihan dari proses sosial yang masuk akal dan tidak harus dihindari.

D. Penanganan Konflik


Setiap individu atau kelompok masyarakat mempunyai jenis dan bentuk konfliknya sendiri-sendiri. Setiap individu atau kelompok dalam masyarakat juga mempunyai gaya tersendiri dalam menghadapi dan menuntaskan konflik tersebut. Anda simak dengan saksama kedua contoh konflik berikut ini.

Contoh 1: Ujang merupakan seorang anak yang berasal dari desa di Sukabumi. Untuk mengadu nasibnya, si Ujang pergi ke Jakarta mencari pekerjaan semoga sanggup membantu kehidupan keluarganya di kampung. Pertama kali si Ujang menginjakkan kakinya di kota metropolitan, ia dihadapkan pada sekelompok preman yang sedang mabuk-mabukan. Keluguan dan kepolosan si Ujang menjadi sasaran sekelompok preman tersebut. si Ujang yang penyabar berusaha menyerah untuk menghindari preman-preman itu lantaran ia merasa tidak berdaya untuk menantang mereka dan lebih baik menarik diri dari situasi tersebut daripada menghadapinya.

Contoh 2: Menjelang HUT Kemerdekaan RI, para remaja yang tergabung dalam kelompok Karang Taruna Desa Mardika mengadakan rapat wacana kegiatan yang akan diselenggarakan pada HUT tersebut. Budi sebagai ketua karang taruna sudah mempunyai jadwal tersendiri dengan mengadakan kegiatan parade band. Hal tersebut ditujukan untuk sanggup mewadahi kreativitas para cowok dalam bermain musik yang selama ini sedang menjadi demam isu di desanya. Akan tetapi, gagasan Budi tersebut mendapatkan saingan dari para anggotanya lantaran jadwal tersebut membutuhkan biaya sangat besar. Budi dan para anggota karang taruna berusaha mencari jalan keluar dari perbedaan pendapat tersebut semoga kegiatan sanggup terealisasi tanpa mengeluarkan biaya yang besar.

Dari kedua contoh tersebut, tentunya Anda sanggup memahami bahwa dalam menghadapi konflik, setiap orang atau kelompok mempunyai cara penanganan konflik yang berbeda-beda. Contoh 1 merupakan cara menghindar dari situasi konflik yang sedang dihadapi, sedangkan contoh 2 yaitu cara musyawarah sehingga konflik sanggup diselesaikan dengan baik.

Tiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menangani konflik. Cara ini dipelajari semenjak masih belum dewasa dan sepertinya berfungsi secara otomatis.

Dalam konflik selalu ada dua kepentingan utama, yaitu sebagai berikut.
  1. Kepentingan untuk mencapai tujuan pribadi. Misalnya, dalam hal ini Anda berada dalam konflik lantaran Anda mempunyai tujuan pribadi yang bertentangan dengan tujuan orang lain. Tujuan tersebut bisa sangat penting bagi diri Anda, tetapi bisa juga kurang penting.
  2. Kepentingan untuk tetap memelihara hubungan baik dengan orang lain. Dalam hal ini, Anda harus bisa bekerja sama secara efektif dengan orang tersebut pada masa yang akan datang. Hubungan itu mungkin sangat penting bagi diri Anda, tetapi mungkin juga kurang penting.
Apakah Anda mempunyai sahabat? Di antara dua orang atau lebih yang menjalin persahabatan, biasanya mempunyai hubungan yang baik, toleransi yang tinggi, saling membantu dan bekerja sama, serta saling menolong dalam kesusahan. Sikap mirip ini hendaknya tertanam dan terus dijaga dalam diri Anda. Akan tetapi, pribadi Anda tidak harus selamanya sama dengan orang lain lantaran mempunyai keinginan dan kebutuhan yang berbeda. Pada dikala keinginan Anda tersebut berbeda dengan sahabat Anda maka sebagai sahabat akan saling menghargai dan bekerja sama semoga keinginan masing-masing sanggup tercapai tanpa ada memaksakan kehendak. Dengan demikian, hubungan baik Anda dengan sahabat akan tetap terjaga dan terpelihara walaupun ada dua kepentingan yang berbeda.

Adanya dua kepentingan yang berbeda tersebut sanggup menghipnotis cara bertindak dalam suatu konflik. Dengan melihat dua kepentingan tersebut, sanggup diungkapkan lima cara dalam menangani konflik, yaitu sebagai berikut.

1. Menghindar

Cara ini seakan-akan mirip kura-kura yang menarik diri ke dalam tempurungnya untuk menghindari konflik. Tipe ini mengorbankan tujuan pribadi ataupun hubungannya dengan orang lain. Orang ini berusaha menjauhi duduk masalah yang menimbulkan konflik ataupun orang yang bertentangan dengannya. Orang yang menggunakan cara ini yakin bahwa tidak ada gunanya berusaha menuntaskan konflik, ia merasa tak berdaya. Ia yakin akan lebih gampang menarik diri (secara fisik ataupun psikologis) dari situasi konflik daripada harus menghadapi konflik.

2. Memaksakan Kehendak

Orang dengan cara ini berusaha menguasai lawan-lawannya dengan memaksa mereka untuk mendapatkan penyelesaian konflik yang diinginkannya. Tujuan pribadinya dianggap sangat penting, sedangkan hubungan dengan orang lain kurang begitu penting. Tipe ini tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain, ia tidak peduli apakah orang lain menyukai dan mendapatkan dirinya atau tidak. Ia menganggap bahwa konflik harus diselesaikan dengan cara satu pihak menang dan pihak yang lain kalah. Orang ini ingin menjadi pemenang lantaran kemenangan akan memberi rasa besar hati dan sebaliknya, kekalahan akan menimbulkan perasaan lemah, rasa tidak mampu, dan rasa gagal. Ia berusaha menang dengan menyerang, menguasai, mengatasi, dan melaksanakan intimidasi terhadap orang lain.

3. Menyesuaikan pada Keinginan Orang Lain

Pada gaya ini, hubungan dengan orang lain sangat penting, sedangkan tujuan pribadi kurang begitu penting. Orang tipe ini ingin diterima dan disukai orang lain. Ia merasa bahwa konflik harus dihindari demi keserasian (harmoni) dan ia yakin bahwa konflik tidak sanggup dibicarakan bila merusak hubungan baik. Ia khawatir apabila konflik berlanjut, seseorang akan terluka dan hal itu akan menghancurkan hubungan pribadi dengan orang tersebut. Ia mengorbankan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain. Orang dengan cara ini seakan-akan berkata: “aku mengorbankan tujuanku dan membiarkanmu menerima apa yang kau inginkan semoga kau menyukai diriku”. Orang ini berusaha memperhalus situasi konflik yang terjadi.

4. Tawar-Menawar

Tawar-menawar ini cukup memperhatikan tujuan pribadi dan juga hubungannya dengan orang lain. Orang mirip ini biasanya mencari kompromi, ia mengorbankan sebagian tujuan pribadi dan membujuk orang lain yang berkonflik dengan dirinya semoga ikut berkorban juga. Tipe ini mencari penyelesaian terhadap konflik yang menempatkan kedua belah pihak memperoleh sesuatu, seakan-akan bertemu di tengah antara kedua kedudukan ekstrim (mementingkan tujuan pribadi dan mementingkan hubungan dengan orang lain). Ia ingin mengorbankan sebagian tujuan pribadi ataupun hubungannya dengan orang lain untuk mencapai persetujuan ke arah kebaikan bersama.

5. Kolaborasi

Cara ini sangat menghargai tujuan pribadi dan hubungannya dengan orang lain. Ia memandang konflik sebagai duduk masalah yang harus diselesaikan. Orang tipe ini memandang konflik untuk meningkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan kedua belah pihak. Ia berusaha memulai sesuatu pembicaraan yang sanggup mengenali konflik sebagai suatu masalah. Tipe ini memelihara hubungan dengan cara mencari pemecahan yang memuaskan kedua belah pihak. Ia tidak akan merasa puas hingga menemukan suatu penyelesaian yang sanggup mencapai tujuan pribadinya dan tujuan orang lain. Ia juga tidak akan merasa puas hingga ketegangan dan perasaan negatif sanggup diselesaikan sepenuhnya.

Kapan Anda harus menggunakan cara tersebut untuk menangani konflik? Berikut ini terdapat beberapa petunjuk yang bisa membantu.
  1. Apabila tujuan pribadi tidak begitu penting dan Anda juga merasa tidak perlu memelihara hubungan dengan orang lain maka Anda sanggup menghindar. Menghindari rasa permusuhan orang yang tak dikenal di jalan, di mall, atau di terminal merupakan cara paling baik yang sanggup dilakukan.
  2. Jika tujuan pribadi sangat penting, tetapi hubungan dengan orang lain tidak begitu penting maka Anda sanggup bertindak dengan memaksakan kehendak. Misalnya, pada dikala Anda membeli barang-barang “obralan”, berusaha memasuki restoran yang penuh sesak pengunjung, atau berdesakan untuk memperoleh tempat di bus pada dikala mudik.
  3. Jika tujuan pribadi tidak begitu penting, tetapi hubungan dengan orang lain sangat penting maka Anda sanggup menggunakan cara menyesuaikan pada keinginan orang lain. Pada waktu salah seorang rekan Anda berkukuh pada pendapatnya sendiri dan Anda bisa bersikap tak peduli terhadap hal tersebut.
  4. Jika tujuan pribadi ataupun hubungan dengan orang lain cukup penting bagi Anda dan orang lain, itu sama-sama tidak akan memperoleh apa yang diinginkan bersama maka bisa dilakukan cara tawar-menawar. Misalnya, apabila kapasitas ruangan terbatas, padahal Anda dan rekan kerja menggunakannya bersama maka melaksanakan perundingan untuk memperoleh kompromi akan merupakan jalan paling baik untuk menuntaskan konflik.
  5. Jika tujuan pribadi dan hubungan dengan orang lain sangat penting, Anda bisa bertindak dengan cara kolaborasi. Anda dan kelompok berguru Anda mempunyai perbedaan pendapat dalam mengerjakan atau menuntaskan salah satu kiprah sekolah maka penggunaan cara kerja sama merupakan tindakan paling baik.

Anda bersama sahabat Anda bisa bahu-membahu mencari cara memecahkan duduk masalah tersebut tanpa ada yang tersinggung dan kiprah sekolah pun sanggup diselesaikan dengan baik.

Contoh Soal (UN Sekolah Menengan Atas IPS, 2003) :

Usaha untuk meredakan konflik secara paksa dinamakan ....

a. mediasi
b. koersi
c. arbitrasi
d. stalemate
e. akomodasi

Jawaban: b

a. mediasi yaitu mengusahakan penyelesaian secara tenang dengan mengundang pihak ketiga sebagai penasihat.
b. koersi yaitu bentuk fasilitas yang proses terjadinya lantaran paksaan.
c. arbitrasi yaitu pembiasaan dengan mengundang pihak ketiga dan pihak ketiga ini kedudukannya lebih tinggi daripada pihak yang berselisih.
d. stalemate yaitu bentuk fasilitas yang menempatkan pihak-pihak bertikai berhenti pada titik tertentu.

E. Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Menangani Konflik di Indonesia


Indonesia merupakan suatu formasi kepulauan yang terdiri atas banyak sekali ragam kebudayaan. Adapun masyarakatnya merupakan masyarakat yang multikultural. Banyak konflik terjadi di Indonesia mirip masalah Sampit di Kalimantan, konflik di Poso dan Ambon, konflik antarsuku di Papua, dan konflik-konflik lain. Konflik tersebut lebih banyak diakibatkan oleh kemajemukan dalam masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal.

Secara sosiologis, masyarakat multikultural mempunyai potensi rawan konflik yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
  1. harga diri dan pujian setiap pihak terusik;
  2. adanya perbedaan kebudayaan yang dimiliki setiap etnis;
  3. adanya benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan);
  4. perubahan sosial yang terlalu cepat sanggup mengganggu keseimbangan sistem.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang menyeluruh dan integratif dari banyak sekali pendekatan.

Terdapat dua elemen berpengaruh yang sering bergabung dalam konflik internal, mirip halnya yang terjadi di Indonesia, yaitu:
  1. identitas, yang berkaitan dengan mobilisasi orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang menurut ras, agama, bahasa, dan seterusnya;
  2. distribusi, yaitu cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial, dan politik dalam sebuah masyarakat. Ketika distribusi dianggap tidak adil yang berkaitan dengan perbedaan identitas. Misalnya, suatu kelompok agama kekurangan sumber daya tertentu yang didapat dari kelompok lain. Kita menemukan adanya potensi konflik yakni kombinasi dari faktor berpengaruh yang didasarkan pada identitas dengan persepsi yang lebih luas wacana keadilan ekonomi dan sosial yang sering menyalakan konflik yang mengakar.
Karakteristik yang menonjol dari konflik internal yaitu tingkat ketahanannya lantaran konflik mirip ini sering didasarkan pada informasi identitas. Istilah yang sering dipakai dalam konflik mirip ini yaitu konflik etnis. Konflik disebabkan oleh faktor apapun (agama, ras, budaya, keturunan, sejarah) yang dianggap sebagai identitas mendasar dan yang menyatukan mereka menjadi sebuah kelompok maka merasa berkewajiban untuk melaksanakan kekerasan demi melindungi identitas mereka yang terancam.

Faktor-faktor yang bekerjasama dengan identitas mendasar sering bercampur dengan konflik dalam pendistribusian sumberdaya. Misalnya wilayah, kekuasaan ekonomi, prospek lapangan kerja, dan sebagainya. Ketika identitas dan informasi pendistribusian dibaurkan, akan menjadi kesempatan bagi pemimpin yang oportunistik untuk mengeksploitasi dan memanipulasi. Hal ini menjadi potensi konflik yang paling tinggi dan banyak terjadi di Indonesia, terutama sehabis masa reformasi hingga sekarang.

Pendekatan pluralisme budaya merupakan sebuah alternatif dalam kaitannya dengan hubungan sosial di antara kelompok-kelompok etnis dan kebudayaan. Pendekatan ini sanggup dijadikan sebagai taktik pemecahan konflik dan pembangunan modal kedamaian sosial. Pluralisme menunjuk pada sikap penghormatan antara banyak sekali kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Daripada berupaya untuk mengeliminasi aksara etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman, mirip kata Kleden (2000:5), “...penyeragaman yaitu kekerasan terhadap perbedaan, pelecehan seksual terhadap bakat, dan terhadap potensi manusia.”

Tabel  .menunjukkan model sederhana mengenai pendekatan pluralisme budaya dalam memahami dan memecah kan konflik antar etnis. Fokus intervensinya meliputi tiga wilayah: mikro, messo dan makro yang melibatkan banyak sekali informasi personal, interpersonal, dan sosiokultural.

Tabel 1 : Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Memahami dan Memecahkan Konflik

Pusat Perhatian
Tujuan Intervensi
Strategi Intervensi
Mikro: individu

1. Identifikasi orientasi budaya klien. Misalnya: bahasa, agama, tempat asal.
2. Evaluasi pentingnya variasi-variasi kelompok antaretnis yang menghipnotis orientasi budaya klien.
3. Pertimbangkan keanggotaan dan status sosial klien sebagai faktor antara (mediating factor).
4. Pilih solusi pemecahan duduk masalah personal yang cocok secara etnis.


1. Mengembangkan kompetensi personal, sosial, dan vokasional.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai sumber-sumber.
3. Menetapkan jaringan pendukung sosial yang baru.


1. Pelatihan normatif.
2. Pendidikan.
3. Sosialisasi.
4. Penyembuhan.
5. Konseling.
Messo: keluarga, lembaga-lembaga sosial, kelompok penyembuhan

1. Identifikasi karakteristik keluarga, lembaga-lembaga sosial, dan kelompok penyembuhan menurut dinamika etnis.
2. Perkiraan kepekaan atau responsifitas kelompok yang anggota-anggotanya mungkin mempunyai orientasi etnis yang berbeda.
3. Evaluasi pentingnya variasi-variasi kelompok antaretnis dalam keluarga, lembaga-lembaga sosial, dan kelompok penyembuhan.
4. Pertimbangkan keanggotaan dan status sosial kelompok sebagai faktor antara.



1. Mendukung pemahaman dan mendapatkan perbedaan-perbedaan antaretnis.
2. Meningkatkan integritas sosial kelompok.
3. Meningkatkan kesadaran dan identitas etnis.
4. Mengatasi subordinasi.
5. Membangun basis-basis kekuasaan baru.



1. Reedukasi dan klarifikasi nilai-nilai.
2. Mengembangkan kesadaran dan sensitifitas budaya.
3. Merancang proyek-proyek kerja sama antaretnis.
4. Pemberdayaan dan pembinaan kemandirian, kepemimpinan.
5. Pengorganisasian proses-proses politik.
Makro: masyarakat lokal dan nasional

1. Memahami batas-batas keluarga dengan komunitas yang lebih luas dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi (pemecahan masalah).
2. Fasilitas kepekaan masyarakat terhadap kebutuhan-kebutuhan kebudayaan etnis.
3. Menyadari kebijakan-kebijakan lokal dan nasional yang menghipnotis integrasi kelompok-kelompok etnis.


1. Meningkatkan kesamaan kesempatan.
2. Memfasilitasi perubahan-perubahan kebijakan.
3. Memperbaiki mekanisme dan mendistribusikan pelayanan publik.


1. Advokasi dan derma hukum.
2. Perbaikan dan peningkatan saluran-saluran politik.
3. Mengembangkan proyek-proyek percontohan dan penelitian tindakan (action research).

F. Hubungan Antara Konflik dan Terjadinya Integrasi Sosial


Konflik merupakan serpihan dari proses sosial yang masuk akal dan tidak harus dihindari. Sebenarnya, konflik yang terjadi sanggup berfungsi sebagai faktor positif atau pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial. Konflik juga bisa bersifat konstruktif (membangun) terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas.

Manusia mempunyai keinginan untuk bergaul. Dalam pergaulannya terdapat suatu hubungan yang saling menghipnotis sehingga akan menimbulkan suatu perasaan yang saling membutuhkan. Untuk mengenal upaya insan yang merupakan serpihan dari masyarakat nya, terdapat beberapa sikap yang bekerjasama dengan tindakan dan interaksi sosial sebagai jalan untuk mencapai tujuan insan sebagai makhluk sosial. Selain itu, dalam menjaga segala tindakan dan interaksi sosial, juga terdapat nilai dan norma sosial sebagai standar penilaian umum yang sanggup membentuk keteraturan hubungan antar insan menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap.
 yang berkaitan dengan perbedaan insan dalam masyarakat Pintar Pelajaran Pengertian Konflik Sosial di Masyarakat Indonesia, Contoh, Penyebab, Dampak, Macam-macam, Akibat, Cara Mengatasi, Penanganan, Integrasi Sosial, Sosiologi
Gambar 2. Perisai Garuda Pancasila. Pada perisai Garuda Pancasila terdapat lima sila sebagai nilai-nilai terwujudnya integrasi bangsa Indonesia. [1]
Kerja sama (cooperation) merupakan usaha bersama antara orang perorang atau kelompok insan untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Akomodasi (accomodation) merupakan suatu cara untuk menuntaskan kontradiksi tanpa menghancurkan pihak lawan. Asimilasi (assimilation) merupakan peleburan dua kebudayaan atau lebih sehingga menjadi satu kebudayaan.

Dalam pelajaran Sosiologi di Kelas X, Anda telah mempelajari bentuk-bentuk proses sosial yang timbul akhir adanya interaksi sosial. Di antaranya terdapat proses asosiatif. Proses asosiatif yaitu proses sosial yang mengarah kepada keterpaduan atau integritas sosial. Hal ini dicirikan dengan hubungan antara perorangan atau kelompok yang mengacu kepada adanya kesamaan, keserasian, dan keseimbangan. Proses ini meliputi kerja sama (cooperation), fasilitas (accommodation), dan asimilasi (assimilation). Adanya kerja sama, akomodasi, dan asimilasi dalam kehidupan masyarakat merupakan proses sosial yang mengarah kepada bentuk-bentuk masyarakat yang terintegrasi.

Pada dasarnya, masyarakat itu berada dalam keadaan integrasi dalam norma-norma dan nilai-nilai. Integrasi normatif dianggap perlu, karena:
  1. terwujudnya keserasian norma, bekerjasama dengan banyak sekali tingkah laris insan dalam situasi yang berlainan;
  2. terwujudnya tingkat kepatuhan yang tinggi antara norma-norma dan tingkah laris warga masyarakat yang sebenarnya. Oleh lantaran itu, kesepakatan dan konsensus nilai-nilai merupakan asas integrasi sosial dalam suatu masyarakat.
Masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponennya. Sebagai suatu sistem, masyarakat mempunyai fungsi integrasi untuk mencapai keadaan serasi, atau hubungan harmonis di antara bagian-bagian dari suatu sistem sosial. Hal ini meliputi identitas masyarakat, keanggotaan seseorang dalam masyarakat, dan susunan normatif dari bagian-bagian tersebut.

Sebagai contoh: ada masyarakat petani, pedagang, pegawai pemerintah, pejabat, polisi, hakim, dan sebagainya. Semua itu merupakan identitas insan dalam masyarakat yang mempunyai fungsi antara yang satu dan yang lainnya (saling bergantung). Setiap anggota masyarakat tersebut akan berjalan sesuai aturan-aturan dalam bidang kehidupannya yang dianut sebagai nilai-nilai bersama. Misalnya petani, akan berperilaku sebagai petani yang menggarap lahan pertaniannya hingga panen dan mendapatkan hasil berupa materi pangan. Pedagang akan berperilaku sebagai penjual barang dagangannya. Demikian juga polisi, ia akan mengatur kemudian lintas atau ketertiban di masyarakat. Semuanya saling bergantung dan mustahil polisi berperilaku sebagai pedagang lantaran hal ini akan memunculkan ketidakserasian.
 yang berkaitan dengan perbedaan insan dalam masyarakat Pintar Pelajaran Pengertian Konflik Sosial di Masyarakat Indonesia, Contoh, Penyebab, Dampak, Macam-macam, Akibat, Cara Mengatasi, Penanganan, Integrasi Sosial, Sosiologi
Gambar 3. Saling Ketergantungan. Saling ketergantungan yang kompleks antar insan dalam bidang mata pencaharian.
Anda niscaya mengetahui melalui sejarah wacana bagaimana para cowok seluruh Indonesia bersatu pada 28 Oktober 1928 di Jakarta. Mereka bahu-membahu berikrar Sumpah Pemuda untuk “satu tanah air satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia”. Sebuah nilai yang sangat tinggi dijunjung oleh para cowok atau mungkin kita juga masih mengingat wacana bagaimana para mahasiswa seluruh Indonesia bersatu untuk menggulingkan pemerintah Orde Baru lantaran membela nasib bangsa dan negara dalam kegiatan reformasi tahun 1998 lalu. Dari dua contoh sejarah tersebut, diharapkan Anda bisa mengambil makna dari pentingnya nilai persatuan, kesatuan, dan kebersamaan. Ingatlah suatu peribahasa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.

Asas integrasi sosial tidak hanya dilandaskan lantaran adanya saling kebergantungan dalam kebutuhan ekonomi, juga sanggup muncul dari efek adanya konflik terlebih dahulu. Konflik yang dimaksud tentunya yaitu yang menumbuhkan perasaan atau solidaritas ke dalam. Sebagai contoh, di Afrika Selatan yang warga masyarakatnya mencicipi kehidupan penuh dengan konflik dan paksaan dari orang kulit putih terhadap kulit berwarna gelap. Faktor yang mendorong integrasi sosial mereka yaitu paksaan politik. Contoh lain integrasi yang dilandasi konflik, contohnya terjadi perkelahian antara pelajar di dua sekolah, maka untuk mempersatukan dan menumbuhkan integrasi di antara mereka, sanggup dilakukan melalui penggabungan ke dalam satu tim olahraga, dan setiap sekolah mewakili setengah pemain. Apabila tim telah terbentuk, dilakukan pertandingan persahabatan. Dengan demikian, kedua sekolah yang terlibat tawuran akan bersatu menjadi pendukung tim olahraga yang telah dibuat bersama.

Agar di dalam masyarakat integrasi sanggup berjalan dengan baik, perlu diperhatikan faktor-faktor sosial yang menghipnotis kehidupan masyarakat, mirip tujuan yang hendak dicapai masyarakat, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi. Dengan kata lain, faktor-faktor yang menghipnotis proses integrasi sosial adalah:
  1. tercapainya suatu konsensus mengenai nilai-nilai dan norma-norma sosial;
  2. norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berubah-ubah;
  3. adanya tujuan bersama yang hendak dicapai;
  4. anggota masyarakatnya merasa saling bergantung dalam mengisi kebutuhan-kebutuhannya;
  5. dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu kelompok.
Integrasi sosial juga sanggup terwujud lantaran adanya keteraturan sosial. Adapun faktor-faktor yang menghipnotis keteraturan sosial; antara lain pengendalian sosial dan wewenang, adab istiadat, norma hukum, prestise, dan kepemimpinan.

Untuk membuat integrasi sosial dalam rangka mewujudkan keteraturan sosial diharapkan upaya-upaya dari banyak sekali komponen masyarakat melalui langkah-langkah yang optimal dan berkesinambungan. Di antara sekian banyak langkah yang sanggup dilakukan dalam penanganan sosial budaya menuju integrasi sosial yaitu sebagai berikut.

6.1. Pembangunan Pendidikan


Paulo Freire seorang kritikus asal Brazil banyak mengkritik metode pendidikan sekolah yang menerapkan pendidikan gaya bank, yakni siswa hanya dijejali dengan materi-materi dan pelajaran menyerupai celengan kosong yang terus menerus dimasukkan uang. (Sumber: Children’s Encyclopedia, 1989)

Pendidikan pada hakikatnya yaitu proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan yang benar yaitu yang membebaskan seseorang dari banyak sekali kungkungan, atau penyadaran akan kemampuan seseorang. Proses pendidikan tidak hanya dilihat sebagai suatu proses yang terjadi dalam forum formal mirip sekolah.

Lembaga informal pun merupakan sarana yang bisa mendidik seseorang. Sebagai forum sosial, sekolah merupakan serpihan dari proses pendidikan yang juga merupakan proses pembudayaan. Pengembangan sistem pendidikan yang diselenggarakan harus mempertimbangkan dan mengacu pada prinsip-prinsip berikut.
  1. Moral agama. Hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur.
  2. Ideologis filosofis. Pelaksanaan proses pendidikan hendaklah berasaskan Pancasila (sebagai dasar serta pandangan hidup berbangsa dan bernegara) yang mengarah pada penguatan integritas nasional.
  3. Psikologis, mengupayakan peningkatan atau pencapaian keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
  4. Sosial budaya, berkaitan dengan upaya peningkatan atau pencapaian kepribadian yang mantap dan berdikari serta bertanggung jawab.
  5. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azazi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural, serta kemajemukan bangsa. Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhnya pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan.
  6. Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
  7. Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan penerima didik yang berlangsung sepanjang hayat.
  8. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan menyebarkan kreativitas penerima didik dalam proses pembelajaran.
  9. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Memberdayakan seluruh komponen masyarakat melalui kiprah serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut sanggup dijadikan sebagai landasan sistem pendidikan dengan cita-cita bisa memperlihatkan bantuan bagi pencapaian pembangunan nasional. Tentunya dengan memperhatikan juga pelaksanaan sistem pendidikan yang semesta (terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara), menyeluruh (mencakup semua jalur, jenjang, serta keterkaitan antara pendidikan nasional dan usaha pembangunan nasional), dan terpadu.

6.2. Manajemen Konflik


Terdapat banyak konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ross (1993) mengemukakan dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, yaitu teori struktur sosial dan teori psychocultural. Teori struktur sosial menekankan persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah konflik, sedangkan teori psycocultural lebih menekankan kekuatan psikologi dan kultural.

Kedua sumber konflik tersebut memerlukan penanganan yang berbeda. Teori struktural menunjukan bahwa taktik manajemen konflik memerlukan perubahan kondisi organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang bermacam-macam sangat sulit untuk dijembatani. Adapun teori psycocultural dalam melaksanakan administrasi konflik memfokuskan pada proses yang sanggup mengubah persepsi atau memengaruhi hubungan antara pihak-pihak kunci.

Dalam teori ini, kepentingan lebih bersifat subjektif dan sanggup berubah dibandingkan dalam pandangan teori struktural. Salah satu upaya yang sanggup dilakukan untuk mencegah konflik yang mengarah pada kekerasan yaitu melalui administrasi konflik dengan mekanisme dan model pengelolaan konflik. Konflik sosial budaya yang terjadi bekerjsama sanggup dinetralisasi dengan membuat konsensus. Konsensus ini pada gilirannya akan sanggup mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan antar golongan dalam masyarakat. Setiap ketegangan dan penyimpangan yang terjadi akan selalu sanggup dicarikan rujukannya melalui konsensus yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, konflik yang terjadi tidak akan menjurus ke arah kekerasan sehingga integrasi sosial budaya akan sanggup tercapai.

6.3. Meningkatkan Modal Sosial


Konsep ini diperkenalkan oleh Robert Putnam sewaktu meneliti masyarakat Italia tahun 1985. Mereka mempunyai kesadaran politik yang tinggi dan setiap individu mempunyai minat besar untuk terlibat dalam duduk masalah publik. Hubungan antar anggota masyarakat lebih bersifat horizontal lantaran semua masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Modal sosial yaitu norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama dalam masyarakat sanggup diselenggarakan dengan mudah. Dalam modal sosial memuat kemampuan warga masyarakat untuk mengatasi duduk masalah publik dalam iklim demokratis. Oleh lantaran itu, terjalin kerja sama antarwarga untuk menghasilkan tindakan kolektif.

Pengembangan praktik modal sosial tumbuh dari prinsip mirip kita harus berbaik sangka pada sesama dan menghindari rasa curiga. Prinsip tersebut sangat baik untuk membangun modal sosial lantaran sikap toleran yang harus dipelihara sehingga tercipta suatu kerja sama antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Modal sosial positif, mirip arisan, gotong royong, dan lainnya sanggup dipakai sebagai kosmetik kebijaksanaan pembangunan ekonomi.

6.4. Pembangunan Komunitas


Komunitas mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang lebih terang dikenali dan disadari oleh anggota-anggotanya. Pengertian komunitas tidak selamanya mengacu pada individu dan perkotaan secara keseluruhan. Komunitas bisa tersusun dari kelompok-kelompok permukiman di lingkungan RT, RW, desa, kecamatan. Komunitas juga sanggup berbentuk partai politik, organisasi profesi, organisasi swadaya masyarakat yang formal dan perkumpulan agama, budaya, hobi, atau paguyuban keluarga, dan sebagainya. Ciri yang penting dari komunitas yaitu bahwa interaksi antar anggota berlangsung dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi, saling mengenal, saling menolong, dan kerja sama.

6.5. Demokratisasi


Secara umum diyakini bahwa demokratisasi sanggup bekerja sebagai sistem pengelolaan ataupun pencegahan konflik. Hal ini terbukti dari beberapa catatan sejarah yang mengangkat demokrasi mempunyai fungsi lebih baik dalam pengelolaan tenang bagi konflikkonflik dibandingkan sistem-sistem lain. Fakta faktual bahwa negara demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk berperang dengan sesama negara demokratis.

Melalui demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses, diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis memper bolehkan ketidakpuasan diekspresikan secara terbuka dan menerima respons. Dengan kata lain, demokrasi bertindak sebagai sistem pengelolaan konflik tanpa kembali terjebak pada kekerasan. Sebagai contoh, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia akhirakhir ini sehabis masa reformasi yaitu wujud dari kebebasan negara dalam menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum reformasi, masyarakat dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan beropini wacana ketidakpuasannya.

6.6. Memberdayakan Pekerjaan Sosial


Pekerjaan sosial yaitu sebuah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus utamanya membantu fungsi dari sosial individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan peran-peran sosialnya. Penanganan konflik ataupun pembangunan modal kedamaian sosial dalam perspektif pekerjaan sosial dilakukan melalui tiga arah secara terintegratif, yaitu mikro (individu dan keluarga), messo (kelompok dan lembaga-lembaga swadaya), dan makro (negara). Dalam konteks makro, misalnya, kebijakan publik yang aman diyakini sebagai piranti penting dalam pembangunan modal kedamaian sosial. Di negara-negara Barat, sistem kebijakan sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi ketimpangan dan keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi penopang modal kedamaian sosial.

(Lembaga Swadaya Masyarakat) LSM yaitu tubuh yang bergerak dalam bidang-bidang sosial, mirip pemberdayaan petani, advokasi, atau pembelaan terhadap masyarakat yang terpinggirkan, serta bidang-bidang sosial lainnya.

Model dan peranan pekerja sosial dalam menangani konflik bisa dipertimbangkan sebagai masukan bagi pendekatan taktik pembangunan serta integrasi bangsa Indonesia. Ada beberapa kiprah yang sanggup dilakukan ketika menangani konflik dalam pekerjaan sosial.

Tiga kiprah berikut yaitu mediator, fasilitator, dan broker, sangat relevan dalam proses penanganan konflik dan sanggup dijadikan model bagi para pendamai, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembimbingan sosial yang bertugas di lapangan. Peran perantara dilakukan pada tahap berlangsungnya konflik.

Adapun kiprah fasilitator dan broker umumnya dilakukan pada fase “pascakonflik” yang “pertempuran” dan “benturan-benturan fisik” sudah menurun. Dua kiprah ini sering pula diterapkan pada tahap prakonflik atau pencegahan konflik.

a. Mediator

Peran perantara dilakukan pada dikala terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada kontradiksi fisik antara banyak sekali pihak. Mediator sanggup berperan sebagai orang ketiga di antara anggota kelompok yang terlibat kelompok. Kegiatan-kegiatan yang sanggup dilakukan dalam melaksanakan kiprah perantara meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta banyak sekali macam penanganan situasi kedaruratan. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakikatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan kiprah sebagai “pembela” (advocate) yang derma diarahkan untuk memenangkan masalah klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri. 

Beberapa teknik dan keterampilan yang dilakukan kiprah mediator:
  1. mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik;
  2. membantu setiap pihak semoga mengakui legitimasi kepentingan pihak lain;
  3. membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bersama;
  4. hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan kalah;
  5. berupaya untuk melokalisasi konflik ke dalam isu, waktu, dan tempat yang spesifik;
  6. membagi konflik ke dalam beberapa isu;
  7. membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih mempunyai manfaat bila melanjutkan sebuah hubungan daripada terlibat terus dalam konflik;
  8. memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka semoga mau berbicara satu sama lain; dan
  9. menggunakan prosedur-prosedur persuasi.
b. Fasilitator

Peranan “fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), “The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action”. Fasilitator bertanggung jawab membantu klien menjadi bisa menangani tekanan situasional atau transisional. Adapun kerangka pola mengenai kiprah yang sanggup dilakukan oleh seorang fasilitator, antara lain:
  1. mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan;
  2. mendefinisikan tujuan keterlibatan;
  3. mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan;
  4. memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem, menemukan kesamaan dan perbedaan;
  5. memfasilitasi pendidikan, membangun pengetahuan dan keterampilan;
  6. memberikan model atau contoh dan memfasilitasi usaha untuk pemecahan duduk masalah bersama sehingga mendorong kegiatan kolektif;
  7. mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan;
  8. memfasilitasi penetapan tujuan;
  9. merancang solusi-solusi alternatif;
  10. mendorong pelaksanaan tugas;
  11. memelihara hubungan sistem; dan
  12. memecahkan konflik.
Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), memberi tekanan pada peraturan tradisional “pemungkin” di kehidupan sosial merujuk pada pendidikan, fasilitasi, dan promosi atas interaksi dan tingkah laku.

c. Broker

Pada pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan laba dari transaksi tersebut sehingga klien sanggup memperoleh laba sebesar mungkin. Pada dikala klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut mempunyai pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama menurut pengalamannya sehari-hari.

Dalam konteks penanganan konflik, broker sukarelawan tidak jauh berbeda dengan kiprah broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam penanganan konflik terdapat “klien” atau “konsumen”, yakni kelompok-kelompok yang bertikai. Namun, sukarelawan melaksanakan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pertolongan sosial. Selain pengetahuan mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya, pemahaman dan penghargaan sukarelawan terhadap nilai-nilai pluralisme (non-judgemental, individualisation, self determination) sangat penting untuk menghindari konflik kepentingan dan menjaga kenetralan.

Dalam proses penanganan konflik, ada tiga prinsip utama dalam melaksanakan peranan sebagai broker, yaitu:
  1. mampu mengidentifikasi dan melokalisasi sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat;
  2. mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten;
  3. mampu mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker mirip telah dijelaskan di muka. Peranan sebagai broker meliputi “menghubung kan klien dengan barang-barang dan jasa serta mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan demikian, ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan kiprah sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services), dan pengontrolan kualitas (quality control).

Parsons, Jorgensen dan Hernandez, menunjukan ketiga konsep tersebut, yaitu sebagai berikut.
  1. Linking yaitu proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang mempunyai sumber-sumber yang diperlukan. Linking tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga mengaitkan klien dengan sumber referal, mendistribusikan sumber, dan menjamin bahwa barang-barang dan jasa sanggup diterima oleh klien, melaksanakan tindak lanjut.
  2. Goods meliputi yang nyata, mirip makanan, uang, pakaian, perumahan, obat-obatan. Adapun service meliputi keluaran pelayanan forum yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien. Misalnya, perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, dan pengasuhan anak.
  3. Quality Control yaitu proses pengawasan yang sanggup menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan forum memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring terus-menerus terhadap forum dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan mempunyai mutu yang sanggup dipertanggungjawabkan setiap saat.
Anda sebagai serpihan dari anggota masyarakat perlu kiranya memahami konflik yang kerap terjadi. Dengan memahami konflik, diharapkan tumbuh sikap dan tindakan toleransi yang tinggi, sanggup mengurangi konflik, dan mewujudkan integrasi sebagai bentuk kedamaian sosial.

6.7. Strategi Kebijakan Publik


Secara garis besar, kebijakan-kebijakan publik sanggup dikelompokkan ke dalam empat sasaran berikut.
  1. Membangun masyarakat dalam membantu pencapaian tujuan-tujuan pemerintah. Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian pelayanan-pelayanan sosial dasar yang lebih luas dan adil.
  2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. kebijakan dalam kategori ini meliputi desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan program-program pengembangan masyarakat yang sanggup meningkatkan kemampuan mereka dalam merealisasikan kepentingan-kepentingannya.
  3. Peningkatan masyarakat madani, meliputi proteksi hak asasi manusia, kebebasan berorganisasi, mengemukakan pendapat, dan penetapan struktur-struktur aturan bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
  4. Peningkatan partisipasi masyarakat. Kebijakan ini ditujukan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat semoga sanggup memperlihatkan masukan bagi perumusan kebijakan dan praktikpraktik pemerintahan yang menjamin konsultasi dan ratifikasi hakiki terhadap fungsi organisasi lokal.
Rangkuman :

a. Konflik terjadi lantaran adanya perbedaan atau kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan individu atau kelompok masyarakat yang lainnya.
b. Konflik merupakan proses sosial yang akan terus terjadi dalam masyarakat, baik individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara menentang lawannya. Adapun kekerasan merupakan tanda-tanda yang muncul sebagai salah satu efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan dan perkelahian.
c. Indikator-indikator tersebut yaitu sebagai berikut.
  1. Demonstrasi (a protest demonstration)
  2. Kerusuhan
  3. Serangan bersenjata
Anda kini sudah mengetahui Konflik Sosial. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Waluya, B. 2009. Sosiologi 2 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 130.

Referensi Lainnya :

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Pancasila_Perisai.svg

No comments:

Post a Comment