Tuesday, November 19, 2019

Pintar Pelajaran Letusan Gunung Berapi Menjaga Bumi Tetap Dingin

Menurut sebuah studi yang dipimpin oleh Lawrence Livermore National Laboratory, letusan gunung berapi pada awal masa ke-21 telah mendinginkan planet ini. Namun, pendinginan ini diimbangi oleh pemanasan yang dihasilkan gas rumah kaca.

Meskipun terjadi peningkatan gas rumah beling pada tingkat atmosfer dan kandungan panas total pada laut, suhu global rata-rata pada permukaan planet dan di troposfer (bagian terendah dari atmosfer bumi) hanya menunjukkan terjadinya pemanasan yang relatif sedikit semenjak tahun 1998. Hal yang disebut 'perlambatan pemanasan' atau 'hiatus' ini telah mendapatkan perhatian ilmiah, politik dan umum. Kontribusi vulkanik terhadap terjadinya 'perlambatan pemanasan' merupakan subyek gres yang muncul dalam edisi 23 Februari di jurnal Nature Geoscience .
 Menurut sebuah studi yang dipimpin oleh Lawrence Livermore National Laboratory Pintar Pelajaran Letusan Gunung Berapi Menjaga Bumi tetap Dingin
Benjamin Santer, ilmuwan dari Lawrence Livermore National Laboratory dan kelompoknya mendaki gunung St. Helens melalui "Dogshead Route" pada bulan April 1980, sekitar satu bulan sebelum letusan utama. Kelompok ini ialah yang terakhir mencapai puncak gunung St Helens sebelum letusan utama yang terjadi Mei 1990. Penelitian gres oleh Santer dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa letusan gunung berapi berkontribusi pada "hiatus" yang gres saja terjadi pada beberapa dekade ini." (Credit: Image courtesy of DOE/Lawrence Livermore National Laboratory)
Letusan gunung berapi melepaskan gas sulfur dioksida ke atmosfer. Jika letusan yang terjadi cukup besar untuk menambahkan sulfur dioksida ke stratosfer (lapisan atmosfer di atas troposfer), gas tersebut akan membentuk tetesan kecil asam sulfat, yang juga dikenal sebagai "aerosol vulkanik." Tetesan ini memantulkan beberapa serpihan dari sinar matahari kembali ke angkasa, sehingga hal ini sanggup mendinginkan permukaan bumi dan atmosfer yang lebih rendah .

"Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah aerosol vulkanik di stratosfer telah meningkat, sehingga lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa, "kata Benjamin Santer, seorang ilmuwan iklim di Lawrence Livermore, yang juga menjabat sebagai penulis utama pada studi tersebut. "Hal ini telah membuat pendinginan alami planet bumi, meskipun juga telah diimbangi oleh peningkatan suhu permukaan dan atmosfer lantaran efek insan . "

Dari tahun 2000-2012, emisi gas rumah beling ke atmosfer telah meningkat, menyerupai yang juga terjadi semenjak Revolusi Industri. Kenaikan emisi yang disebabkan oleh insan ini biasanya menjadikan troposfer menghangat dan stratosfer menjadi lebih dingin. Sebaliknya, letusan gunung berapi yang besar mendinginkan troposfer dan menghangatkan stratosfer. Para peneliti melaporkan bahwa letusan gunung berapi pada awal masa ke-21 telah memberi bantuan pada "perlambatan pemanasan," dan sebagian besar model iklim tidak bisa menganalisis efek ini secara akurat.

"Hiatus yang terjadi pada permukaan dan pemanasan troposfer menyerupai yang diamati akhir-akhir ini merupakan misteri yang menarik, "kata Santer. "Tidak ada penyebab tunggal, menyerupai yang telah diklaim oleh beberapa ilmuwan. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya ialah imbas pendinginan sementara yang diakibatkan oleh banyak sekali macam faktor penyebab dari iklim intern. Faktor lain ialah efek pendinginan eksternal dari kegiatan gunung berapi pada masa ke-21 dan kenaikan kecil emisi sulfur dioksida di Cina.

Para peneliti melaksanakan dua uji statistik yang berbeda untuk memilih apakah letusan gunung berapi baru-baru ini mempunyai imbas pendinginan yang berbeda dengan variabilitas iklim intrinsik. Tim peneliti menemukan bukti adanya kekerabatan yang signifikan antara pengamatan aerosol vulkanik dan estimasi berbasis satelit mengenai temperatur di troposfer yang lebih rendah serta sinar matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh partikel aerosol.

Variabilitas iklim merupakan standar deviasi iklim inter tahunan selama interval waktu lebih dari 20 tahun, sedangkan perubahan variabilitas iklim dinyatakan sebagai ratio standar deviasi iklim yang akan tiba dibagi dengan standar deviasi iklim kini dikurangi 1 dan diekspresikan sebagai persentase. Nilai nol menunjukkan tidak ada perubahan iklim, sedangkan positif atau negatif menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan variabilitas iklim.

"Hal ini merupakan penilaian observasional paling komprehensif perihal tugas kegiatan gunung berapi terhadap iklim pada awal masa ke-21 , "kata rekan penulis, Susan Solomon, seorang professor kimia atmosfer dan ilmu iklim di MIT. "Kami menilai bantuan dari gunung berapi terhadap suhu di troposfer (lapisan terendah atmosfer) dan menemukan bahwa hal ini sudah niscaya memainkan beberapa tugas penting dalam menjaga supaya bumi lebih hambar . "

Penelitian ini dibiayai oleh Department of Energy's Office of Biological and Environmental Science in the Office of Science. Penelitian ini melibatkan sejumlah besar, tim peneliti interdisipliner dengan para jago dalam pemodelan iklim, data satelit, dinamika stratosfer dan imbas vulkanik pada iklim, serta penilaian model dan ilmu komputer .

Referensi Jurnal

Benjamin D. Santer, Céline Bonfils, Jeffrey F. Painter, Mark D. Zelinka, Carl Mears, Susan Solomon, Gavin A. Schmidt, John C. Fyfe, Jason N. S. Cole, Larissa Nazarenko, Karl E. Taylor, Frank J. Wentz. Volcanic contribution to decadal changes in tropospheric temperature. Nature Geoscience, 2014; DOI: 10.1038/ngeo2098.

Artikel ini merupakan materi yang disediakan oleh DOE/Lawrence Livermore National Laboratory via Science Daily (18 Februari 2014). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment