Teori Keunggulan Komparatif Menurut David Ricardo, Perdagangan Internasional - David Ricardo memberikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith mempunyai kelemahan, di antaranya sebagai berikut.
a. Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan negara lain?
Sebagai citra awal, di satu pihak suatu negara mempunyai faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas sanggup disimpulkan, bahwa kalau kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak sanggup mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
b. Apakah negara tersebut juga sanggup mengadakan perdagangan internasional?
Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang sanggup dibandingkan) yang dipakai sebagai dasar dalam perdagangan internasional yaitu banyaknya tenaga kerja yang dipakai untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melaksanakan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi berdasarkan David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap sanggup ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.
Jadi, laba komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah kalau diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
Contoh:
Keuntungan Komparatif
(Jam Kerja Per Satuan Output)
Negara | Hari kerja per satuan output | Dasar Tukar Dalam Negeri | |
Rempah-Rempah | Elektronik | ||
Indonesia | 40 kg/hari | 40 unit/hari | 1 unit elektronik = 1 kg rempah-rempah |
Jepang | 50 kg/hari | 80 unit/hari | 1 unit elektronik = 0,625 kg rempah-rempah |
Berdasarkan tabel di atas sanggup diketahui, bahwa negara Jepang unggul terhadap kedua jenis produk, baik elektronik maupun rempah-rempah, akan tetapi keunggulan tertingginya pada produksi elektronik. Sebaliknya, negara Indonesia lemah terhadap kedua jenis produk, baik rempah-rempah maupun elektronik, akan tetapi kelemahan terkecilnya pada produksi rempah-rempah.
Jadi, sebaiknya negara Jepang berspesialisasi pada produk elektronik dan negara Indonesia berspesialisasi pada produk rempah-rempah. Seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan, maka keduanya akan mendapat keuntungan.
Besarnya laba sanggup dihitung sebagai berikut.
a. Di Jepang 1 unit elektronik = 0,625 kg rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik = 1 kg rempah-rempah. Jika negara Jepang menukarkan elektronik dengan rempah-rempah di Indonesia, maka akan mendapat laba sebesar 0,375, yang diperoleh dari (1 rempah-rempah – 0,625 rempah-rempah).
b. Di Indonesia 1 kg rempah-rempah = 1 unit elektronik, sedang di Jepang 1 kg rempah-rempah = 1,6 unit elektronik. Jika negara Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik, maka Jepang akan mendapat laba sebesar 0,6, yang diperoleh dari (1,6 elektronik – 1 elektronik).
Teori yang dikemukakan oleh Kaum Klasik dalam teori perdagangan internasional, berdasarkan atas perkiraan berikut ini.
a. Memperdagangkan dua barang dan yang berdagang dua negara.
b. Tidak ada perubahan teknologi.
c. Teori nilai atas dasar tenaga kerja.
d. Ongkos produksi dianggap konstan.
e. Ongkos transportasi diabaikan (= nol).
f. Kebebasan bergerak faktor produksi di dalam negeri, tetapi tidak sanggup berpindah melalui batas negara.
g. Persaingan tepat di pasar barang maupun pasar faktor produksi.
h. Distribusi pendapatan tidak berubah.
i. Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter.
Anda kini sudah mengetahui Teori Keunggulan Komparatif. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Ismawanto. 2009. Ekonomi 2 : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 241.
No comments:
Post a Comment