Teori Perdagangan Internasional - Teori perdagangan internasional ialah teori-teori yang mencoba memahami alasan setiap negara (perekonomian) melaksanakan perdagangan dengan negara-negara lain. Teori perdagangan disempurnakan oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Heckscher-Ohlin. Dalam subbab ini, hanya dijelaskan teori-teori klasik ihwal perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan sewenang-wenang (absolut advantages) yang dikembangkan Adam Smith dan keunggulan komparatif (comparative advantages) yang dikembangkan David Ricardo.
a. Merkantilisme (Pra-Klasik)
Merkantilisme (Mercantilism) ialah aliran atau paradigma yang berkeyakinan bahwa perekonomian suatu negara menjadi makmur kalau sanggup memaksimalkan surplus perdagangan. Konsekuensinya ialah memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor. Dengan demikian, surplus perdagangan akan maksimal.
Ide dasar merkantilisme memakai model keseimbangan Keynes yang menyebutkan, surplus perdagangan mempunyai imbas multiplier (efek ganda) yang akan meningkatkan output keseimbangan. Peningkatan output keseimbangan akan meningkatkan konsumsi dan kesempatan kerja.
Hal yang menjadi permasalahan wangsit merkantilisme, yaitu sebagai berikut.
1) Kemakmuran suatu negara diukur dari banyaknya uang (logam mulia) yang sanggup dikumpulkan. Semakin banyak logam mulia yang sanggup dimiliki berarti semakin baik. Konsekuensi pemikiran ini ialah surplus perdagangan harus disimpan dalam bentuk cadangan logam mulia, terutama emas. Pandangan ini mengakibatkan surplus perdagangan yang dihasilkan tidak membuat imbas multiplikasi sehingga meningkatnya stok logam mulia bermakna meningkatnya aset yang menganggur.
2) Merkantilisme menganjurkan kebijakan perdagangan yang kontroversial, yaitu perlindungan yang ketat dan pertolongan hak monopoli kepada produsen domestik. Proteksi yang ketat bertujuan membatasi aliran impor barang dan jasa. Dengan demikian, pasar untuk produk-produk domestik terjamin. Pemberian hak monopoli kepada produsen domestik akan meningkatkan kemampuan bersaing dan kepastian pasar sehingga acara produksi terus berlangsung. Kelemahan kebijakan ini ialah rakyat terpaksa membeli produk-produk domestik yang harganya lebih mahal daripada produk negara lain, sementara kualitasnya tidak sebaik produk negara lain. Pemberian hak monopoli pada kesudahannya memanjakan produsen domestik, yang mengakibatkan mereka tidak termotivasi untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi. Dewasa ini, wangsit merkantilisme disesuaikan kembali oleh negara-negara kapitalis, yang dikenal sebagai Merkantilisme Baru (Neo-Mercantilism).
Ciri utama merkantilisme gres ialah pemeliharaan surplus perdagangan, kalau perlu dengan melaksanakan proteksi. Hanya saja perlindungan yang dilakukan lebih sopan dan melalui kebijakan-kebijakan yang bersifat non-ekonomi. Misalnya, tuntutan negara-negara barat semoga eksportir yang diprioritaskan ialah mereka yang memperhatikan kelestarian alam (setiap produk harus mempunyai green label atau label hijau) dan hak asasi insan (memberi upah dan jam kerja yang layak). Oleh banyak Negara Sedang Berkembang (NSB), cara ini dicurigai sebagai cara gres untuk menghambat ekspor NSB ke negara-negara kapitalis. Dewasa ini, aneka macam produk kebutuhan pokok NSB, terutama produk pertanian, tekstil, dan elektronik sederhana yang memasuki pasar negara-negara kapitalis. Hal ini dimungkinkan sebab harga jualnya jauh lebih murah daripada produk serupa yang dihasilkan negara-negara kapitalis.
b. Adam Smith: Teori Keunggulan Mutlak / Absolut (Absolute Advantage Theory)
Teori perdagangan internasional yang dikemukakan oleh Adam Smith menurut pada pembagian kerja internasional (division of labor) yang menjadikan spesialisasi dan efisiensi produksi dalam menghasilkan sejenis barang. Teori ini menekankan bahwa kekerabatan perdagangan dua negara pada umumnya terjadi sebab terdapat perbedaan biaya mutlak, yaitu perbedaan biaya yang terjadi sebab suatu negara mempunyai keunggulan tertentu yang tidak dimiliki oleh negara lain. Misalnya, kekayaan alam yang menguntungkan suatu negara saja. Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Pertukaran Hasil Produksi (Keunggulan Mutlak)
Negara | Jam Kerja per Satuan Output | Dasar Nilai Tukar (Term of Trade) | |
Tekstil | Beras | ||
Indonesia | 40 m | 20 ton | 1 tekstil = ½ beras |
Thailand | 10 m | 30 ton | 1 tekstil = 3 beras |
Dengan memakai jam kerja yang sama, ternyata Indonesia lebih banyak menghasilkan tekstil, yaitu sebanyak 40 m dan Thailand lebih banyak menghasilkan beras, yaitu 30 ton.
Dengan demikian, sanggup disimpulkan Indonesia mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi tekstil, sedangkan Thailand mempunyai keungulan mutlak dalam produksi beras, yaitu sebesar 30 ton. Perdagangan antara Indonesia dan Thailand sanggup dilakukan dengan cara Indonesia mengekspor tekstil ke Thailand dan sebaliknya, Thailand mengekspor beras ke Indonesia.
c. David Ricardo: Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory)
Ketika terdapat negara yang mempunyai keunggulan pada semua produk yang dihasilkan, membuat negara tersebut harus mengambil keputusan barang apa yang sanggup memperlihatkan laba komparatif, dengan menentukan barang yang dihasilkan pada biaya komparatif terkecil. Selain keunggulan mutlak, dalam perdagangan internasional dikenal pula istilah keunggulan komparatif. Menurut David Ricardo, keunggulan komparatif ialah keunggulan yang diperoleh suatu negara sebab sanggup memproduksi barang dengan biaya yang relatif lebih murah dibanding negara lain. Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 2. berikut.
Tabel 2. Pertukaran Hasil Produksi (Keunggulan Komparatif)
Negara | Jam Kerja Per Satuan Output | Dasar Tukar Dalam Negeri | ||
Rempah | Permadani | |||
Indonesia | 250 kg | 200 unit | 1 permadani = 1,25 rempah | 1 rempah = 0,8 permadani |
Mesir | 400 kg | 800 unit | 1 permadani = 0,5 rempah | 1 rempah = 2 permadani |
Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa Mesir mempunyai keunggulan untuk kedua produk tersebut sehingga tidak memungkinkan terjadi perdagangan antara Indonesia dan Mesir. Namun, secara komparatif masih memungkinkan dengan melihat dasar tukar negara masing-masing. Indonesia untuk memproduksi 1 unit permadani harus mengorbankan 1,25 rempah dan untuk memproduksi 1 rempah harus mengorbankan 0,8 permadani. Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada rempah sebab pengorbanannya lebih kecil. Mesir untuk memproduksi 1 unit permadani harus mengorbankan 0,5 rempah dan untuk memproduksi 1 rempah harus mengorbankan 2 permadani. Mesir mempunyai keunggulan komparatif pada permadani sebab pengorbanannya lebih kecil. Dengan kondisi demikian, masih dimungkinkan terjadinya perdagangan antara Indonesia dan Mesir.
c. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill
Anda kini sudah mengetahui Teori Perdagangan Internasional. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Widjajanta, B., A. Widyaningsih, dan H. Tanuatmojo. 2009. Mengasah Kemampuan Ekonomi 2 : Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Mandrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 146.
No comments:
Post a Comment