Tuesday, November 19, 2019

Pintar Pelajaran Kebijakan Anggaran Berimbang, Tidak Berimbang, Dinamis, Defisit, Dan Surplus, Ekonomi

Kebijakan Anggaran Berimbang, Tidak Berimbang, Dinamis, Defisit, dan Surplus, Ekonomi - Kebijakan anggaran ialah kebijakan yang dipakai perintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan anggaran ini lebih dikenal dengan nama kebijakan fiskal. Di Indonesia, kebijakan ini berkaitan dengan APBN di tingkat pusat dan APBD di tingkat daerah. Pemerintah memakai kebijakan anggaran untuk mengendalikan dan mencatat hal-hal yang berafiliasi dengan pelaksanaan kebijakan fiskal.

Pada dasarnya kebijakan anggaran terbagi atas dua macam, yaitu kebijakan anggaran berimbang dan kebijakan anggaran tidak berimbang.

1. Kebijakan Anggaran Berimbang

Kebijakan anggaran berimbang ialah kebijakan anggaran yang jumlah penerimaan (dari sektor migas, nonmigas, dan pajak) dengan pengeluaran pemerintah sama besarnya. Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang tahap I/PJP I (1969/1970–1994/1995) menerapkan anggaran berimbang dinamis.

Berimbang berarti jumlah keseluruhan pengeluaran negara selalu sama dengan penerimaan negara.

Dengan kata lain, keadaan berimbang berarti besarnya penerimaan (A+B) tetap diusahakan sama dengan pengeluaran (C+D). Jika terjadi perubahan pada salah satu dari empat komponen APBN, komponen lainnya harus ikut diadaptasi biar (A+B) selalu sama dengan (C+D). Lihat struktur dasar APBN.

Sisi Penerimaan
Sisi Pengeluaran
A. Penerimaan dalam negeri
C. Pengeluaran rutin
B. Penerimaan pembangunan
D. Pengeluaran pembangunan

Dalam kebijakan anggaran berimbang dinamis, biasanya disertai dengan peningkatan nilai APBN dalam setiap perubahan tahun anggaran.

Dinamis berarti bahwa dalam penerimaan lebih gampang dari yang direncanakan semula, pemerintah akan menyesuaikan pengeluaran biar tetap terjaga keseimbangannya. Demikian pula dalam hal penerimaan negara melebihi dari yang direncanakan, masih memungkinkan dibentuknya cadangan yang akan dimanfaatkan pada ketika penerimaan negara tidak cukup untuk mendukung aktivitas yang direncanakan.

2. Kebijakan Anggaran Tidak Berimbang

Anggaran tidak berimbang dibedakan atas anggaran defisit (deficit budget) dan anggaran surplus (surplus budget). Pada tahun tertentu, pemerintah pada umumnya mengalami surplus atau defisit dalam anggarannya. Defisit anggaran terjadi kalau pengeluaran melebihi penerimaan dari pajak dan migas. Kebijakan anggaran defisit ditempuh kalau pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilakukan kalau perekonomian dalam keadaan resesi. Defisit anggaran bukan hal yang gres dalam kebijakan fiskal suatu negara. Pengoperasian anggaran defisit merupakan alat kebijakan fiskal yang memungkinkan pemerintah memengaruhi usul agregat dan lapangan kerja suatu perekonomian.

Kebalikan dari anggaran defisit yaitu anggaran surplus. Surplus anggaran terjadi kalau seluruh penerimaan pajak dan penerimaan-penerimaan lainnya melebihi pengeluaran pemerintah. Kebijakan anggaran surplus dilakukan kalau perekonomian sedang berada dalam tahap perluasan dan terus memanas (overheating) sehingga inflasi naik. Melalui anggaran surplus, pemerintah menghemat pengeluarannya untuk menurunkan tekanan usul atau mengurangi daya beli masyarakat dengan cara menaikkan pajak.

Tabel 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2003 (dalam miliar rupiah)

 Kebijakan anggaran ialah kebijakan yang dipakai perintah untuk mengelola Pintar Pelajaran Kebijakan Anggaran Berimbang, Tidak Berimbang, Dinamis, Defisit, dan Surplus, Ekonomi

Melalui kebijakan anggaran berimbangnya, APBN Indonesia disusun sedemikian rupa sehingga secara akuntansi besarnya pengeluaran negara selalu sama dengan penerimaan negara. Padahal, secara ekonomi anggaran belanja Indonesia selalu defisit, dalam arti besarnya pengeluaran negara selalu lebih besar daripada penerimaan negara. Sejak tahun 2000, prinsip anggaran berimbang Indonesia diubah menjadi anggaran defisit yang didanai oleh sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar negeri.

Dalam format APBN kini ini, terjadi perubahan dalam periode APBN dari April–Maret menjadi Januari–Desember yang akan memudahkan para pengamat ekonomi untuk melihat dan mengevaluasi efek APBN terhadap perekonomian. Format APBN gres yang terdiri atas satu lajur ini juga akan menawarkan informasi yang lebih transparan wacana kebijakan anggaran yang ditempuh pemerintah. Selain itu, format APBN yang ada pada ketika ini menyiratkan bahwa pemerintah semakin memerhatikan aspek demokrasi dan desentralisasi. Hal ini ditujukan untuk menawarkan wewenang keuangan kepada pemerintah kawasan dengan memperhatikan kepentingan kawasan dan nasional yang terlihat dari adanya pos dana perimbangan.

3. Kebijakan Anggaran Anggaran Dinamis [1]

Anggaran dinamis yaitu anggaran yang selalu meningkat dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Selain itu diusahakan meningkatkan pendapatan dan penghematan dalam pengeluarannya, sehingga sanggup meningkatkan tabungan pemerintah/negara untuk kemakmuran masyarakat.

4. Kebijakan Anggaran Anggaran Defisit [1]

Anggaran defisit yaitu anggaran dengan pengeluaran negara lebih besar daripada penerimaan negara. Intinya, penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain, defisit APBN terjadi apabila pemerintah harus meminjam dari bank sentral atau harus mencetak uang gres untuk membiayai pembangunannya.

5. Kebijakan Anggaran Anggaran Surplus [1]

Anggaran surplus yaitu anggaran dengan penerimaan negara lebih besar daripada pengeluaran. Kebijakan ini dijalankan bila keadaan ekonomi sedang dilanda inflasi (kenaikan harga secara terus-menerus), sehingga anggaran harus menyesuaikan kenaikan harga barang atau jasa.

Anda kini sudah mengetahui Kebijakan Anggaran. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Arifin, I. dan G. H. Wagian. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi 2 : Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Mandrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 170.

Referensi Lainnya :

[1] Ismawanto. 2009. Ekonomi 2 : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 241.

No comments:

Post a Comment